Random post

Monday, July 30, 2018

√ Bahan Sejarah Sma - Pedagang, Penguasa Dan Pujangga Pada Kurun Klasik (Hindu-Buddha) (2/3)

Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha

Mengamati Lingkungan
Mungkin kau pernah mendengar atau malah sudah pernah berkunjung di suatu tempat yang disebut Trowulan di Mojokerto. Kompleks Trowulan inilah yang diperkirakan dulu menjadi sentra pemerintahan Kerajaan Majapahit. Beberapa situs yang sanggup kita temukan kini contohnya ada pendhopo, segaran, Candi Bajang Ratu dan sebagainya. Kamu bayangkan Majapahit tempo dulu merupakan kerajaan yang luas dan sudah menjalin kolaborasi dengan kerajaan-kerajaan di luar Kepulauan Indonesia. Bahkan Mohammad Yamin menyebut Kerajaan Majapahit itu sebagai Kerajaan Nasional kedua. Bayangkan pula tokoh besar mirip Patih Gajah Mada dan Raja Hayam Wuruk yang berhasil mempersatukan Nusantara. Bahkan hingga ketika ini kebesaran Patih Gajah Mada masih menempel dalam ingatan kita, hingga makam Patih Gajah Mada oleh masyakarat Lombok Timur dipercaya berada di kompleks pemakaman Raja Selaparang. Cerita kebesaran Patih Gajah Mada juga terdapat di daerah lain. Nah, itulah satu diantara kisah menarik Kerajaan Majapahit, satu diantara kerajaan-kerajaan HinduBuddha yang ada di Nusantara. Berikut ini kita akan mempelajari perkembangan beberapa kerajaan Hindu-Buddha.

Memahami Teks

Kerajaan Kutai

Bicara soal perkembangan Kerajaan Kutai, tidak lepas dari sosok Raja Mulawarman. Kamu perlu memahami keberadaan Kerajaan Kutai, lantaran Kerajaan Kutai ini dipandang sebagai kerajaan Hindu-Buddha yang pertama di Indonesia. Kerajaan Kutai diperkirakan terletak di daerah Muarakaman di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Sungai Mahakam merupakan sungai yang cukup besar dan mempunyai beberapa anak sungai. Daerah di sekitar tempat pertemuan antara Sungai Mahakam dengan anak sungainya diperkirakan merupakan letak Muarakaman dahulu. Sungai Mahakam sanggup dilayari dari pantai hingga masuk ke Muarakaman, sehingga baik untuk perdagangan. Inilah posisi yang sangat menguntungkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Sungguh Tuhan Yang Maha Esa membuat alam semesta dan tanah air Indonesia itu begitu kaya dan strategis. Hal ini perlu kita syukuri.

Untuk memahami perkembangan Kerajaan Kutai itu, tentu memerlukan sumber sejarah yang sanggup menjelaskannya. Sumber sejarah Kutai yang utama yakni prasasti yang disebut yupa, yaitu berupa watu bertulis. Yupa juga sebagai tugu peringatan dari upacara kurban. Yupa ini dikeluarkan pada masa pemerintahan Raja Mulawarman. Prasasti Yupa ditulis dengan huruf pallawa dan bahasa sanskerta. Dengan melihat bentuk hurufnya, para jago beropini bahwa yupa dibentuk sekitar kala ke-5 M.

Hal menarik dalam prasasti itu yakni disebutkannya nama kakek Mulawarman yang berjulukan Kudungga. Kudungga berarti penguasa lokal yang sehabis terkena efek Hindu-Buddha wilayahnya berkembang menjadi kerajaan. Walaupun sudah menerima efek Hindu-Buddha namanya tetap Kudungga berbeda dengan puteranya yang berjulukan Aswawarman dan cucunya yang berjulukan Mulawarman. Oleh lantaran itu yang populer sebagai wamsakerta yakni Aswawarman. Coba pelajaran apa yang sanggup kita peroleh dengan problem nama di dalam satu keluarga Kudungga itu?

Satu di antara yupa itu memberi informasi penting wacana silsilah Raja Mulawarman. Diterangkan bahwa Kudungga mempunyai putra berjulukan Aswawarman. Raja Aswawarman dikatakan mirip Dewa Ansuman (Dewa Matahari). Aswawarman mempunyai tiga anak, tetapi yang populer yakni Mulawarman. Raja Mulawarman dikatakan sebagai raja yang terbesar di Kutai. Ia pemeluk agama HinduSiwa yang setia. Tempat sucinya dinamakan Waprakeswara. Ia juga dikenal sebagai raja yang sangat akrab dengan kaum brahmana dan rakyat. Raja Mulawarman sangat dermawan. Ia mengadakan kurban emas dan 20.000 ekor lembu untuk para brahmana. Oleh kar ena itu, sebagai rasa terima kasih dan peringatan mengenai upacara kurban, para brahmana mendirikan sebuah yupa.

Pada masa pemerintahan Mulawarman, Kutai mengalami zaman keemasan. Kehidupan ekonomi pun mengalami perkembangan. Kutai terletak di tepi sungai, sehingga masyarakatnya melaksanakan pertanian. Selain itu, mereka banyak yang melaksanakan perdagangan. Bahkan diperkirakan sudah terjadi hubungan dagang dengan luar. Jalur perdagangan internasional dari India melewati Selat Makassar, terus ke Filipina dan hingga di Cina. Dalam pelayarannya dimungkinkan para pedagang itu singgah terlebih dahulu di Kutai. Dengan demikian, Kutai semakin ramai dan rakyat hidup makmur.

Satu di antara yupa di Kerajaan Kutai berisi keterangan yang artinya:“Sang Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka, telah memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada para brahmana yang mirip api, (bertempat) di dalam tanah yang sangat suci (bernama) Waprakeswara”

Untuk memperdalam kasus ini, kau sanggup membaca buku Taufik Abdullah dan Adrian B. Lapian. Indonesia dalam Arus Sejarah, jilid II.

Kerajaan Tarumanegara

Sejarah tertua yang berkaitan dengan pengendalian banjir dan sistem pengairan yakni pada masa Kerajaan Tarumanegara. Untuk mengendalikan banjir dan perjuangan pertanian yang diduga di wilayah Jakarta ketika ini, maka Raja Purnawarman menggali Sungai Candrabaga. Setelah selesai melaksanakan penggalian sungai maka raja mempersembahkan 1.000 ekor lembu kepada brahmana. Berkat sungai itulah penduduk Tarumanegara menjadi makmur. Siapakah Raja Purnawarman itu?

Purnawarman yakni raja populer dari Tarumanegara. Perlu kau pahami bahwa sehabis Kerajaan Kutai berkembang di Kalimantan Timur, di Jawa belahan barat muncul Kerajaan Tarumanegara. Kerajaan ini terletak tidak jauh dari pantai utara Jawa belahan barat. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan letak sentra Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berada di antara Sungai Citarum dan Cisadane. Kalau mengingat namanya Tarumanegara, dan kata taruma mungkin berkaitan dengan kata tarum yang artinya nila. Kata tarum digunakan sebagai nama sebuah sungai di Jawa Barat, yakni Sungai Citarum. Mungkin juga letak Tarumanegara akrab dengan aliran Sungai Citarum. Kemudian menurut Prasasti Tugu, Purbacaraka memperkirakan pusatnya ada di daerah Bekasi.

Sumber sejarah Tarumanegara yang utama yakni beberapa prasasti yang telah ditemukan. Berkaitan dengan perkembangan Kerajaan Tarumanegara, telah ditemukan tujuh buah prasasti. Prasasti-prasasti itu berhuruf pallawa dan berbahasa sanskerta. Prasasti itu adalah:
  • Prasasti Tugu
    Inskripsi yang dikeluarkan oleh Purnawarman ini ditemukan di Kampung batutumbuh, Desa Tugu, akrab Tanjungpriuk, Jakarta. Dituliskan dalam lima baris goresan pena beraksara pallawa dan bahasa sanskerta. Inskripsi tersebut isinya sebagai berikut: “Dulu (kali yang bernama) Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan mempunyai lengan kencang dan kuat, (yakni Raja Purnawarman), untuk mengalirkannya ke laut, sehabis (kali ini) hingga di istana kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22 dari tahta Yang Mulia Raja Purnawarman yang berkilauan-kilauan lantaran kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja, (maka sekarang) ia memerintahkan pula menggali kali yang permai dan basah jernih, Gomati namanya, seteleh kali itu mengalir di tengah-tengah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pandeta Nenekda (Sang Purnawarman). Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, tanggal delapan paroh gelap bulan Phalguna dan selesai pada tanggal 13 paroh terang bulan Caitra, jadi hanya dalam 21 hari saja, sedang galian itu panjangnya 6.122 busur (± 11 km). Selamatan baginya dilakukan oleh brahmana disertai persembahan 1.000 ekor sapi”.
  • Prasasti Ciaruteun
    Prasasti ini ditemukan di Kampung Muara, Desa Ciaruteun Hilir, Cibungbulang, Bogor . Prasasti terdiri atas dua bagian, yaitu Inskripsi A yang dipahatkan dalam empat baris goresan pena berakasara pallawa dan bahasa sanskerta, dan Inskripsi B yang terdiri dari satu baris goresan pena yang belum sanggup dibaca dengan jelas. Inskripsi ini disertai pula gambar sepasang telapak kaki. Inskripsi A isinya sebagai berikut: “ini (bekas) dua kaki, yang mirip kaki Dewa Wisnu, ialah kaki Yang Mulia Sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.

    Beberapa sarjana telah berusaha membaca inskripsi B, namun hasilnya belum memuaskan. Inskrispi B ini dibaca oleh J.L.A. Brandes sebagai Cri Tji aroe? Eun waca (Cri Ciaru?eun wasa), sedangkan H. Kern membacanya Purnavarmma-padam yang berarti “telapak kaki Purnawarman”.
  • Prasasti kebon Kopi
    Prasasti ini ditemukan di Kampung Muara, Desa Ciaruetun Hilir, Cibungbulang, Bogor. Prasastinya dipahatkan dalam satu baris yang diapit oleh dua buah pahatan telapak kaki gajah. Isinya sebagai berikut: “Di sini tampak sepasang telapak kaki…… yang mirip (telapak kaki) Airawata, gajah penguasa Taruma (yang) agung dalam…… dan (?) kejayaan”.
  • Prasasti Muara Cianten
    Terletak di muara Kali Cianten, Kampung Muara, Desa Ciaruteun Hilir, Cibungbulan, Bogor. Inskripsi ini belum sanggup dibaca. Inskripsi ini dipahatkan dalam bentuk “aksara” yang menyerupai sulur-sulsuran, dan oleh para jago disebut abjad ikal.
  • Prasasti Jambu (Pasir Koleangkak)
    Terletak di sebuah bukit (pasir) Koleangkak, Desa Parakan Muncang, Nanggung, Bogor. Inskripsinya dituliskan dalam dua baris goresan pena dengan abjad pallawa dan bahasa sansekerta. Isinya sebagai berikut:
    “Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya, yakni pemimpin insan yang tiada taranya, yang termashur Sri Purnawarman, yang sekali waktu (memerintah) di Tarumanegara dan yang baju zirahnya yang populer tiada sanggup ditembus senjata musuh. Ini yakni sepasang telapak kakinya, yang senantiasa berhasil menggempur musuh, hormat kepada para pangeran, tetapi merupakan duri dalam daging musuh musuhnya”.
  • Prasasti Cidanghiang (Lebak)
    Terletak di tepi kali Cidanghiang, Desa Lebak, Munjul, Banten Selatan. Dituliskan dalam dua baris goresan pena beraksara pallawa dan bahasa sanskerta. Isinya sebagai berikut:
    “Inilah (tanda) keperwiraan, keagungan, dan keberanian yang bahwasanya dari Raja Dunia, Yang Mulia Purnwarman, yang menjadi panji sekalian raja-raja:.
  • Prasasti Pasir Awi
    Inskripsi ini terdapt di sebuah bukit berjulukan Pasir Awi, di daerah perbukitan Desa Sukamakmur , Jonggol, Bogor, Inskripsi prasasti ini tidak sanggup dibaca lantaran inskripsi ini lebih berupa gambar (piktograf) dari pada tulisan. Di belahan atas inskripsi terdapat sepasang telapak kaki.

Pemerintahan dan Kehidupan Masyarakat Kerajaan
Tarumanegara mulai berkembang pada kala ke-5 M. Raja yang sangat populer yakni Purnawarman. Ia dikenal sebagai raja yang gagah berani dan tegas. Ia juga akrab dengan para brahmana, pangeran, dan rakyat. Ia raja yang jujur, adil, dan arif dalam memerintah. Daerahnya cukup luas hingga ke daerah Banten. Kerajaan Tarumanegara telah menjalin hubungan dengan kerajaan lain, contohnya dengan Cina.

Dalam kehidupan agama, sebagian besar masyarakat Tarumanegara memeluk agama Hindu. Sedikit yang beragama Buddha dan masih ada yang mempertahankan agama nenek moy ang (animisme). Berdasarkan isu dari Fa-Hien, di To-lomo (Tarumanegara) terdapat tiga agama, yakni agama Hindu, agama Buddha dan kepercayaan animisme. Raja memeluk agama Hindu. Sebagai bukti, pada prasasti Ciaruteun ada tapak kaki raja yang diibaratkan tapak kaki Dewa Wisnu. Sumber Cina lainnya menyatakan bahwa, pada masa Dinasti T’ang terjadi hubungan perdagangan dengan Jawa. Barangbarang yang diperdagangkan yakni kulit penyu, emas, perak, cula badak, dan gading gajah. dituliskan pula bahwa penduduk daerah itu pintar membuat minuman keras yang terbuat dari bunga kelapa.

Rakyat Tarumanegara hidup kondusif dan tenteram. Pertanian merupakan mata pencaharian pokok. Di samping itu, perdagangan juga berkembang. Kerajaan Tarumanegara mengadakan hubungan dagang dengan Cina dan India.

Untuk memajukan bidang pertanian, raja memerintahkan pembangunan irigasi dengan cara menggali sebuah kanal sepanjang 6112 tumbak (±11 km). Saluran itu disebut dengan Sungai Gomati. Saluran itu selain berfungsi sebagai irigasi juga untuk mencegah ancaman banjir.

Kerajaan Kalingga

Ratu Sima yakni penguasa di Kerajaan Kalingga. Ia digambarkan sebagai seorang pemimpin perempuan yang tegas dan taat terhadap peraturan yang berlaku dalam kerajaan itu. Kerajaan Kalingga atau Holing, diperkirakan terletak di Jawa belahan tengah. Nama Kalingga berasal dari Kalinga, nama sebuah kerajaan di India Selatan. Menurut isu Cina, di sebelah timur Kalingga ada Po-li (Bali sekarang), di sebelah barat Kalingga terdapat To-po-Teng (Sumatra). Sementara di sebelah utara Kalingga terdapat Chen-la (Kamboja) dan sebelah selatan berbatasan dengan samudra. Oleh lantaran itu, lokasi Kerajaan Kalingga diperkirakan terletak di Kecamatan Keling, Jepara, Jawa Tengah atau di sebelah utara Gunung Muria.

Sumber utama mengenai Kerajaan Kalingga yakni isu Cina, contohnya isu dari Dinasti T’ang. Sumber lain yakni Prasasti Tuk Mas di lereng Gunung Merbabu. Melalui isu Cina, banyak hal yang kita ketahui wacana perkembangan Kerajaan Kalingga dan kehidupan masyarakatnya. Kerajaan Kalingga berkembang kira-kira kala ke-7 hingga ke-9 M.

Pemerintahan dan Kehidupan Masyarakat
Raja yang paling populer pada masa Kerajaan Kalingga yakni seorang raja perempuan yang berjulukan Ratu Sima. Ia memerintah sekitar tahun 674 M. Ia dikenal sebagai raja yang tegas, jujur, dan sangat bi jaksana. Hukum dilaksanakan dengan tegas dan seadil-adilnya. Rakyat patuh terhadap semua peraturan yang berlaku. Untuk mencoba kejujuran rakyatnya, Ratu Sima pernah mencobanya, dengan meletakkan pundi-pundi di tengah jalan. Ternyata hingga waktu yang usang tidak ada yang mengusik pundi-pundi itu.

Akan tetapi, pada suatu hari ada anggota keluarga istana yang sedang jalan-jalan, menyentuh kantong pundi-pundi dengan kakinya. Hal ini diketahui Ratu Sima. Anggota keluarga istana itu dinilai salah dan harus diberi eksekusi mati. Akan tetapi atas usul persidangan para menteri, eksekusi itu diperingan dengan eksekusi potong kaki. Kisah ini menunjukkan, begitu tegas dan adilnya Ratu Sima. Ia tidak membedakan antara rakyat dan anggota kerabatnya sendiri.

Agama utama yang dianut oleh penduduk Kalingga pada umumnya yakni Buddha. Agama Buddha berkembang pesat. Bahkan pendeta Cina yang berjulukan Hwi-ning tiba di Kalingga dan tinggal selama tiga tahun. Selama di Kalingga, ia menerjemahkan kitab suci agama Buddha Hinayana ke dalam bahasa Cina. Dalam perjuangan menerjemahkan kitab itu Hwi-ning dibantu oleh seorang pendeta berjulukan Janabadra.

Kepemimpinan raja yang adil, menjadikan rakyat hidup teratur, aman,dan tenteram. Mata pencaharian penduduk pada umumnya yakni bertani, lantaran wilayah Kalingga subur untuk pertanian. Di samping itu, penduduk juga melaksanakan perdagangan.

Kerajaan Kalingga mengalami kemunduran kemungkinan akhir serangan Sriwijaya yang menguasai perdagangan. Serangan tersebut menjadikan pemerintahan Kijen menyingkir ke Jawa belahan timur atau mundur ke pedalaman Jawa belahan tengah antara tahun 742 -755 M.

Kerajaan Sriwijaya

Info lebih lengkap wacana Kerajaan Sriwijaya: Kerajaan Sriwijaya

 Mungkin kau pernah mendengar atau malah sudah pernah berkunjung di suatu tempat yang dis √ Materi Sejarah Sekolah Menengan Atas - Pedagang, Penguasa dan Pujangga pada Masa Klasik (Hindu-Buddha) (2/3)

Sejak permulaan tarikh Masehi, hubungan dagang antara, India dengan Kepulauan Indonesia sudah ramai. Daerah pantai timur Sumatra menjadi jalur perdagangan yang ramai dikunjungi para pedagang. Kemudian, muncul pusat-pusat per dagangan yang berkembang menjadi sentra kerajaan. Kerajaan-kerajaan kecil di pantai Sumatra belahan timur sekitar kala ke7, antara lain Tulangbawang, Melayu, dan Sriwijaya. Dari ketiga kerajaan itu, yang kemudian berhasil berkembang dan mencapai kejayaannya yakni Sriwijaya. Kerajaan Melayu juga sempat berkembang, dengan pusatnya di Jambi.

Pada tahun 692 M, Sriwijaya mengadakan perluasan ke daerah sekitar Melayu. Melayu sanggup ditaklukkan dan berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Letak sentra Kerajaan Sriwijaya ada banyak sekali pendapat. Ada yang beropini bahwa sentra Kerajaan Sriwijaya ada di Palembang, ada yang beropini di Jambi, bahkan ada yang beropini di luar Indonesia. Akan tetapi, pendapat yang banyak didukung oleh para ahli, sentra Kerajaan Sriwijaya berlokasi di Palembang, di akrab pantai dan di tepi Sungai Musi. Ketika sentra Kerajaan Sriwijaya di Palembang mulai memperlihatkan kemunduran, Sriwijaya berpindah ke Jambi.

Sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya yang penting yakni prasasti. Prasasti-prasasti itu ditulis dengan huruf pallawa. Bahasa yang digunakan Melayu Kuno. Beberapa prasasti itu antara lain sebagai berikut.
  • Prasasti Kedukan Bukit
    Prasasti Kedukan Bukit ditemukan di tepi Sungai Tatang, akrab Palembang. Prasasti ini berangka tahun 605 Saka (683 M). Isinya antara lain menerangkan bahwa seorang berjulukan Dapunta Hyang mengadakan perjalanan suci (siddhayatra) dengan memakai perahu. Ia berangkat dari Minangatamwan dengan membawa tentara 20.000 personel.
  • Prasasti Talang Tuo
    Prasasti Talang Tuo ditemukan di sebelah barat Kota Palembang di daerah Talang Tuo. Prasasti ini berangka tahun 606 Saka (684 M). Isinya menyebutkan wacana pembangunan sebuah taman yang disebut Sriksetra. Taman ini dibentuk oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga.
  • Prasasti Telaga Batu
    Prasasti Telaga Batu ditemukan di Palembang. Prasasti ini tidak berangka tahun. Isinya terutama wacana kutukankutukan yang angker bagi mereka yang berbuat kejahatan.
  • Prasasti Kota Kapur
    Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau Bangka, berangka tahun 608 Saka (656 M). Isinya terutama seruan kepada para tuhan untuk menjaga kedatuan Sriwijaya, dan menghukum setiap orang yang bermaksud jahat.
  • Prasasti Karang Berahi
    Prasasti Karang Berahi ditemukan di Jambi, berangka tahun 608 saka (686 M). Isinya sama dengan isi Prasasti Kota Kapur. Beberapa prasasti yang lain, yakni Prasasti Ligor berangka tahun 775 M ditemukan di Ligor, Semenanjung Melayu, dan Prasasti Nalanda di India Timur. Di samping prasasti-prasasti tersebut, isu Cina juga merupakan sumber sejarah Sriwijaya yang penting. Misalnya isu dari I-tsing, yang pernah tinggal di Sriwijaya.
Perkembangan Kerajaan Sriwijaya
Ada beberapa faktor yang mendorong perkembangan Sriwijaya antara lain:
  • Letak geografis dari Kota Palembang. Palembang sebagai sentra pemerintahan terletak di tepi Sungai Musi. Di depan muara Sungai Musi terdapat pulau-pulau yang berfungsi sebagai pelindung pelabuhan di Muara Sungai Musi. Keadaan mirip ini sangat sempurna untuk kegiatan pemerintahan dan pertahanan. Kondisi itu pula menjadikan Sriwijaya sebagai jalur perdagangan internasional dari India ke Cina, atau sebaliknya. Juga kondisi sungai-sungai yang besar, perairan bahari yang cukup tenang, serta penduduknya yang berbakat sebagai pelaut ulung.
  • Runtuhnya Kerajaan Funan di Vietnam akhir serangan Kamboja. Hal ini telah memberi kesempatan Sriwijaya untuk cepat berkembang sebagai negara maritim.
Perkembangan Politik dan Pemerintahan
Kerajaan Sriwijaya mulai berkembang pada kala ke-7. Pada awal perkembangannya, raja disebut dengan Dapunta Hyang. Dalam Prasasti Kedukan Bukit dan Talang Tuo telah ditulis sebutan Dapunta Hyang. Pada kala ke-7, Dapunta Hyang banyak melaksanakan perjuangan perluasan daerah.

Daerah-daerah yang berhasil dikuasai antara lain sebagai berikut:
  • Tulang-Bawang yang terletak di daerah Lampung.
  • Daerah Kedah yang terletak di pantai barat Semenanjung Melayu. Daerah ini sangat penting artinya bagi perjuangan pengembangan perdagangan dengan India. Menurut I-tsing, penaklukan Sriwijaya atas Kedah berlangsung antara tahun 682-685 M.
  • Pulau Bangka yang terletak di pertemuan jalan perdagangan internasional, merupakan daerah yang sangat penting. Daerah ini sanggup dikuasai Sriwijaya pada tahun 686 M menurut Prasasti Kota Kapur. Sriwijaya juga diceritakan berusaha menaklukkan Bhumi Java yang tidak setia kepada Sriwijaya. Bhumi Java yang dimaksud yakni Jawa, khususnya Jawa belahan barat.
  • Daerah Jambi terletak di tepi Sungai Batanghari. Daerah ini mempunyai kedudukan yang penting, terutama untuk memperlancar perdagangan di pantai timur Sumatra. Penaklukan ini dilaksanakan kira-kira tahun 686 M (Prasasti Karang Berahi).
  • Tanah Genting Kra merupakan tanah genting belahan utara Semenanjung Melayu. Kedudukan Tanah Genting Kra sangat penting. Jarak antara pantai barat dan pantai timur di tanah genting sangat dekat, sehingga para pedagang dari Cina berlabuh dahulu di pantai timur dan membongkar barang dagangannya untuk diangkut dengan pedati ke pantai barat. Kemudian mereka berlayar ke India. Penguasaan Sriwijaya atas Tanah Genting Kra sanggup diketahui dari Prasasti Ligor yang berangka tahun 775 M.
  • Kerajaan Kalingga dan Mataram Kuno. Menurut isu Cina, diterangkan adanya serangan dari barat, sehingga mendesak Kerajaan Kalingga pindah ke sebelah timur. Diduga yang melaksanakan serangan yakni Sriwijaya. Sriwijaya ingin menguasai Jawa belahan tengah lantaran pantai utara Jawa belahan tengah juga merupakan jalur perdagangan yang penting.
Sriwijaya terus melaksanakan perluasan daerah, sehingga Sriwijaya menjadi kerajaan yang besar. Untuk lebih memperkuat pertahanannya, pada tahun 775 M dibangunlah sebuah pangkalan di daerah Ligor. Waktu itu yang menjadi raja yakni Darmasetra.

Raja yang populer dari Kerajaan Sriwijaya yakni Balaputradewa. Ia memerintah sekitar kala ke-9 M. Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya berkembang pesat dan mencapai zaman keemasan. Balaputradewa yakni keturunan dari Dinasti Syailendra, yakni putra dari Raja Samaratungga dengan Dewi Tara dari Sriwijaya. Hal tersebut diterangkan dalam Prasasti Nalanda. Balaputradewa yakni seorang raja yang besar di Sriwijaya. Raja Balaputradewa menjalin hubungan erat dengan Kerajaan Benggala yang ketika itu diperintah oleh Raja Dewapala Dewa. Raja ini menghadiahkan sebidang tanah kepada Balaputradewa untuk pendirian sebuah asrama bagi para pelajar dan siswa yang sedang mencar ilmu di Nalanda, yang didanai oleh Balaputradewa, sebagai “dharma”. Hal itu tercatat dengan baik dalam Prasasti Nalanda, yang ketika ini berada di Universitas Nawa Nalanda, India. Bahkan bentuk asrama itu mempunyai kesamaan arsitektur dengan Candi Muara Jambi, yang berada di Provinsi Jambi ketika ini. Hal tersebut menunjukan Sriwijaya memperhatikan ilmu pengetahuan, terutama pengetahuan agama Buddha dan bahasa Sanskerta bagi generasi mudanya.

Pada tahun 990 M yang menjadi Raja Sriwijaya yakni Sri Sudamaniwarmadewa. Pada masa pemerintahan raja itu terjadi serangan Raja Darmawangsa dari Jawa belahan Timur. Akan tetapi, serangan itu berhasil digagalkan oleh tentara Sriwijaya. Sri Sudamaniwarmadewa kemudian digantikan oleh putranya yang berjulukan Marawijayottunggawarman. Pada masa pemerintahan Marawijayottunggawarman, Sriwijaya membina hubungan dengan Raja Rajaraya I dari Colamandala. Pada masa itu, Sriwijaya terus mempertahankan kebesarannya.

Pada masa kejayaannya, wilayah kekuasaan Sriwijaya cukup Luas. Daerah-daerah kekuasaannya antara lain Sumatra dan pulau-pulau sekitar Jawa belahan barat, sebagian Jawa belahan tengah, sebagian Kalimantan, Semenanjung Melayu, dan hampir seluruh perairan Nusantara. Bahkan Muhammad Yamin menyebutkan Sriwijaya sebagai negara nasional yang pertama.

Untuk mengurus setiap daerah kekuasaan Sriwijaya, dipercayakan kepada seorang Rakryan (wakil raja di daerah). Dalam hal ini Sriwijaya sudah mengenal struktur pemerintahan.

Tentang struktur ini kau sanggup membaca buku Sardiman AM dan Kusriyantinah, Sejarah Nasional dan Sejarah Umum.

Perkembangan Ekonomi
Pada mulanya penduduk Sriwijaya hidup dengan bertani. Akan tetapi lantaran Sriwijaya terletak di tepi Sungai Musi akrab pantai, maka perdagangan menjadi cepat berkembang. Perdagangan kemudian menjadi mata pencaharian pokok. Perkembangan perdagangan didukung oleh keadaan dan letak Sriwijaya yang strategis. Sriwijaya terletak di persimpangan jalan perdagangan internasional. Para pedagang Cina yang akan ke India singgah dahulu di Sriwijaya, begitu juga para pedagang dan India yang akan ke Cina. Di Sriwijaya para pedagang melaksanakan bongkar muat barang dagangan. Dengan demikian, Sriwijaya semakin ramai dan berkembang menjadi sentra perdagangan. Sriwijaya mulai menguasai perdagangan nasional maupun internasional di daerah perairan Asia Tenggara. Perairan di Laut Natuna, Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa berada di bawah kekuasaan Sriwijaya.

Tampilnya Sriwijaya sebagai sentra perdagangan, memperlihatkan kemakmuran bagi rakyat dan negara Sriwijaya. Kapal-kapal yang singgah dan melaksanakan bongkar muat, harus membayar pajak. Dalam kegiatan perdagangan, Sriwijaya mengekspor gading, kulit, dan beberapa jenis binatang liar, sedangkan barang impornya antara lain beras, rempah-rempah, kayu manis, kemenyan, emas, gading, dan binatang.

Perkembangan tersebut telah memperkuat kedudukan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim. Kerajaan maritim yakni kerajaan yang mengandalkan perekonomiannya dari kegiatan perdagangan dan hasil-hasil laut. Untuk memperkuat kedudukannya, Sriwijaya membentuk armada angkatan bahari yang kuat. Melalui armada angkatan bahari yang besar lengan berkuasa Sriwijaya bisa mengawasi perairan di Nusantara. Hal ini sekaligus merupakan jaminan keamanan bagi para pedagang yang ingin berdagang dan berlayar di wilayah perairan Sriwijaya.

Kehidupan beragama di Sriwijaya sangat semarak. Bahkan Sriwijaya menjadi sentra agama Buddha Mahayana di seluruh wilayah Asia Tenggara. Diceritakan oleh I-tsing, bahwa di Sriwijaya tinggal ribuan pendeta dan pelajar agama Buddha. Salah seorang pendeta Buddha yang populer yakni Sakyakirti. Banyak pelajar absurd yang tiba ke Sriwijaya untuk mencar ilmu bahasa Sanskerta. Kemudian mereka mencar ilmu agama Buddha di Nalanda, India. Antara tahun 1011 - 1023 tiba seorang pendeta agama Buddha dari Tibet berjulukan Atisa untuk lebih memperdalam pengetahuan agama Buddha.

Dalam kaitannya dengan perkembangan agama dan kebudayaan Buddha, di Sriwijaya ditemukan beberapa peninggalan. Misalnya, Candi Muara Takus, yang ditemukan akrab Sungai Kampar di daerah Riau. Kemudian di daerah Bukit Siguntang ditemukan arca Buddha. Pada tahun 1006 Sriwijaya juga telah membangun wihara sebagai tempat suci agama Buddha di Nagipattana, India Selatan. Hubungan Sriwijaya dengan India Selatan waktu itu sangat erat.

Bangunan lain yang sangat penting yakni Biaro Bahal yang ada di Padang Lawas, Tapanuli Selatan. Di tempat ini pula terdapat bangunan wihara.

Kerajaan Sriwijaya risikonya mengalami kemunduran lantaran beberapa hal antara lain:
  • Keadaan sekitar Sriwijaya berubah, tidak lagi akrab dengan pantai. Hal ini disebabkan aliran Sungai Musi, Ogan, dan Komering banyak membawa lumpur. Akibatnya. Sriwijaya tidak baik untuk perdagangan.
  • Banyak daerah kekuasaan Sriwijaya yang melepaskan diri. Hal ini disebabkan terutama lantaran melemahnya angkatan bahari Sriwijaya, sehingga pengawasan semakin sulit.
  • Dari segi politik, beberapa kali Sriwijaya menerima serangan dari kerajaan-kerajaan lain. Tahun 1017 M Sriwijaya menerima serangan dari Raja Rajendracola dari Colamandala, namun Sriwijaya masih sanggup bertahan. Tahun 1025 serangan itu diulangi, sehingga Raja Sriwijaya, Sri Sanggramawijayattunggawarman ditahan oleh pihak Kerajaan Colamandala. Tahun 1275, Raja Kertanegara dari Singhasari melaksanakan Ekspedisi Pamalayu. Hal itu mengakibatkan daerah Melayu lepas. Tahun 1377 armada angkatan bahari Majapahit menyerang Sriwijaya. Serangan ini mengakhiri riwayat Kerajaan Sriwijaya.

Materi Sejarah Sekolah Menengan Atas - Pedagang, Penguasa dan Pujangga pada Masa Klasik (Hindu-Buddha)
MARKIJAR : MARi KIta belaJAR


Sumber http://www.markijar.com/