Asal Usul dan Persebaran Nenek Moyang Bangsa Indonesia
Mengamati Lingkungan
Coba kau cermati banyaknya suku bangsa di Indonesia memunculkan keberagaman bahasa daerah, dan kebudayaan yang berlaku dalam praktek-praktek kehidupan sehari-hari. Bayangkan saja ada lebih dari 500 suku bangsa Indonesia, sungguh merupakan kekayaan bangsa yang tidak dimiliki oleh negara lain. Namun demikian kekayaan ini akan menjadi problem kalau kita tidak pintar mengelola perbedaan yang ada. Tentu ini berkaitan pula dengan asal mula kedatangan suku bangsa dan kapan mereka datang? Oleh alasannya yaitu itu penting untuk mengetahui bagaimana proses dan dinamika nenek moyang Indonesia sehingga terbentuk keragaman budayanya. Untuk itu kau harus mempelajarinya, supaya kita bisa saling menghargai dan menghormati setiap perbedaan yang ada.
Memahami Teks
Menurut Sarasin bersaudara, penduduk orisinil Kepulauan Indonesia yaitu ras berkulit gelap dan bertubuh kecil. Mereka mulanya tinggal di Asia penggalan tenggara. Ketika zaman es mencair dan air maritim naik hingga terbentuk Laut Cina Selatan dan Laut Jawa, sehingga memisahkan pegunungan vulkanik Kepulauan Indonesia dari daratan utama. Beberapa penduduk orisinil Kepulauan Indonesia tersisa dan menetap di daerah-daerah pedalaman, sedangkan daerah pantai dihuni oleh penduduk pendatang. Penduduk orisinil itu disebut sebagai suku bangsa Vedda oleh Sarasin. Ras yang masuk dalam kelompok ini yaitu suku bangsa Hieng di Kamboja, Miaotse, Yao-Jen di Cina, dan Senoi di Semenanjung Malaya.
Baca Juga :
Pendatang berikutnya membawa budaya gres yaitu budaya neolitik. Para pendatang gres itu jumlahnya jauh lebih banyak daripada penduduk asli. Mereka tiba dalam dua tahap. Mereka itu oleh Sarasin disebut sebagai Proto Melayu dan Deutro Melayu. Kedatangan mereka terpisah diperkirakan lebih dari 2.000 tahun yang lalu.
- Proto MelayuProto Melayu diyakini sebagai nenek moyang orang Melayu Polinesia yang tersebar dari Madagaskar hingga pulau-pulau paling timur di Pasifik. Mereka diperkirakan tiba dari Cina penggalan selatan. Ras Melayu ini mempunyai ciri-ciri rambut lurus, kulit kuning kecoklatan-coklatan, dan bermata sipit. Dari Cina penggalan selatan (Yunan) mereka bermigrasi ke Indocina dan Siam, kemudian ke Kepulauan Indonesia. Mereka itu mula-mula menempati pantaipantai Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat. Ras Proto Melayu membawa peradaban kerikil di Kepulauan Indonesia. Ketika tiba para imigran baru, yaitu Deutero Melayu (Ras Melayu Muda). Mereka berpindah masuk ke pedalaman dan mencari tempat gres ke hutan-hutan sebagai tempat huniannya. Ras Proto Melayu itu pun kemudian mendesak keberadaan penduduk asli. Kehidupan di dalam hutan-hutan menimbulkan mereka terisolasi dari dunia luar, sehingga memudarkan peradaban mereka. Penduduk orisinil dan ras proto melayu itu pun kemudian melebur. Mereka itu kemudian menjadi suku bangsa Batak, Dayak, Toraja, Alas, dan Gayo.Kehidupan mereka yang terisolasi itu menimbulkan ras Proto Melayu sedikit mendapat imbas dari kebudayaan Hindu maupun Islam dikemudian hari. Para ras Proto Melayu itu kelak mendapat imbas Katolik semenjak mereka mengenal para penginjil yang masuk ke wilayah mereka untuk memperkenalkan agama Katolik dan peradaban gres dalam kehidupan mereka. Persebaran suku bangsa Dayak hingga ke Filipina Selatan, Serawak, dan Malaka memperlihatkan rute perpindahan mereka dari Kepulauan Indonesia. Sementara suku bangsa Batak yang mengambil rute ke barat menyusuri pantai-pantai Burma dan Malaka Barat. Beberapa kesamaan bahasa yang dipakai oleh suku bangsa Karen di Burma banyak mengandung kemiripan dengan bahasa Batak.
- Deutero Melayu
Deutero Melayu merupakan ras yang tiba dari Indocina penggalan utara. Mereka membawa budaya gres berupa perkakas dan senjata besi di Kepulauan Indonesia, atau Kebudayaan Dongson. Mereka seringkali disebut juga dengan orang-orang Dongson. Peradaban mereka lebih tinggi daripada rasa Proto Melayu. Mereka sanggup menciptakan perkakas dari perunggu. Peradaban mereka ditandai dengan keahlian mengerjakan logam dengan sempurna. Perpindahan mereka ke Kepulauan Indonesia sanggup dilihat dari rute persebaran alat-alat yang mereka tinggalkan di beberapa kepulauan di Indonesia, yaitu berupa kapak persegi panjang. Peradaban ini sanggup dijumpai di Malaka, Sumatera, Kalimantan, Filipina, Sulawesi, Jawa, dan Nusa Tenggara Timur.
Dalam bidang pengolahan tanah mereka mempunyai kemampuan untuk menciptakan irigasi pada tanah-tanah pertanian yang berhasil mereka ciptakan, dengan membabat hutan terlebih dahulu. Ras Deutero Melayu juga mempunyai peradaban pelayaran lebih maju dari pendahulunya alasannya yaitu petualangan mereka sebagai pelaut dibantu dengan penguasaan mereka terhadap ilmu perbintangan. Perpindahan ras Deutero Melayu juga memakai jalur pelayaran laut. Sebagian dari ras Deutero Melayu ada yang mencapai Kepulauan Jepang, bahkan kelak ada yang hingga hingga Madagaskar.
Kedatangan ras Deutero Melayu di Kepulauan Indonesia makin usang semakin banyak. Mereka pun kemudian berpindah mencari tempat gres ke hutan-hutan sebagai tempat hunian baru. Pada risikonya Proto dan Deutero Melayu membaur dan selanjutnya menjadi penduduk di Kepulauan Indonesia. Pada masa selanjutnya mereka sulit untuk dibedakan. Proto Melayu mencakup penduduk di Gayo dan Alas di Sumatra penggalan utara, serta Toraja di Sulawesi. Sementara itu, semua penduduk di Kepulauan Indonesia, kecuali penduduk Papua dan yang tinggal di sekitar pulau-pulau Papua, yaitu ras Deutero Melayu.
- Melanesoid
Ras lain yang juga terdapat di Kepulauan Indonesia yaitu ras Melanesoid. Mereka tersebar di lautan Pasifik di pulau-pulau yang letaknya sebelah Timur Irian dan benua Australia. Di Kepulauan Indonesia mereka tinggal di Papua. Bersama dengan Papua-Nugini dan Bismarck, Solomon, New Caledonia dan Fiji, mereka tergolong rumpun Melanesoid. Menurut Daldjoeni suku bangsa Melanesoid sekitar 70% menetap di Papua, sedangkan 30% lagi tinggal di beberapa kepulauan di sekitar Papua dan Papua-Nugini.
Pada mulanya kedatangan Bangsa Melanesoid di Papua berawal ketika zaman es terakhir, yaitu tahun 70.000 SM. Pada ketika itu Kepulauan Indonesia belum berpenghuni. Ketika suhu turun hingga mencapai kedinginan maksimal, air maritim menjadi beku. Permukaan maritim menjadi lebih rendah 100 m dibandingkan permukaan ketika ini. Pada ketika itulah muncul pulau-pulau baru. Adanya pulau-pulau itu memudahkan mahkluk hidup berpindah dari Asia menuju daerah Oseania.
Bangsa Melanesoid melaksanakan perpindahan ke timur hingga ke Papua, selanjutnya ke Benua Australia, yang sebelumnya merupakan satu kepulauan yang terhubungan dengan Papua. Bangsa Melanesoid ketika itu hingga mencapai 100 ribu jiwa meliputi wilayah Papua dan Australia. Peradaban bangsa Melanesoid dikenal dengan paleotikum.
Pada ketika masa es berakhir dan air maritim mulai naik lagi pada tahun 5000 S.M, kepulauan Papua dan Benua Australia terpisah ibarat yang sanggup kita lihat ketika ini. Pada ketika itu jumlah penduduk mencapai 0,25 juta dan pada tahun 500 S.M. mencapai 0,5 jiwa.
Asal mula bangsa Melanesia, yaitu Proto Melanesia merupakan penduduk pribumi di Jawa. Mereka yaitu insan Wajak yang tersebar ke timur dan menduduki Papua, sebelum zaman es berakhir dan sebelum kenaikan permukaan maritim yang terjadi pada ketika itu. Di Papua insan Wajak hidup berkelompok-kelompok kecil di sepanjang muara-muara sungai. Mereka hidup dengan menangkap ikan di sungai dan meramu tumbuh-tumbuhan serta akar-akaran, serta berburu di hutan belukar. Tempat tinggal mereka berupa perkampungan-perkampungan yang terbuat dari bahanbahan yang ringan. Rumah-rumah itu bahwasanya hanya berupa kemah atau tadah angin, yang sering didirikan melekat pada dinding gua yang besar. Kemah-kemah dan tadah angin itu hanya dipakai sebagai tempat untuk tidur dan berlindung, sedangkan aktifitas lainnya dilakukan di luar rumah.
Bangsa Proto Melanesoid terus terdesak oleh bangsa Melayu. Mereka yang belum sempat mencapai kepulauan Papua melaksanakan percampuran dengan ras gres itu. Percampuran bangsa Melayu dengan Melanesoid menghasilkan keturunan Melanesoid-Melayu, ketika ini mereka merupakan penduduk Nusa Tenggara Timur dan Maluku.
- Negrito dan Weddid
Sebelum kedatangan kelompok-kelompok Melayu renta dan muda, negeri kita sudah terlebih dulu kemasukkan orang-orang Negrito dan Weddid. Sebutan Negrito diberikan oleh orang-orang Spanyol alasannya yaitu yang mereka jumpai itu berkulit hitam ibarat dengan jenis-jenis Negro. Sejauh mana kelompok Negrito itu bertalian darah dengan jenis-jenis Negro yang terdapat di Afrika serta kepulauan Melanesia (Pasifik), demikian pula bagaimana sejarah perpindahan mereka, belum banyak diketahui dengan pasti.
Kelompok Weddid terdiri atas orang-orang dengan kepala mesocephal dan letak mata yang dalam sehingga nampak ibarat berang; kulit mereka coklat renta dan tinggi rata-rata lelakinya 155 cm. Weddid artinya jenis Wedda yaitu bangsa yang terdapat di pulau Ceylon (Srilanka). Persebaran orang-orang Weddid di Nusantara cukup luas, contohnya di Palembang dan Jambi (Kubu), di Siak (Sakai) dan di Sulawesi pojok tenggara (Toala, Tokea dan Tomuna).
Untuk lebih jelasnya kau sanggup membaca buku Daldjoeni yang berjudul Geografi Kesejarahan II di Indonesia.
Periode migrasi itu berlangsung berabad-abad, kemungkinan mereka berasal dalam satu kelompok ras yang sama dan dengan budaya yang sama pula. Mereka itulah nenek moyang orang Indonesia ketika ini.
Sekitar 170 bahasa yang dipakai di Kepulauan Indonesia yaitu bahasa Austronesia (Melayu-Polinesia). Bahasa itu kemudian dikelompokkan menjadi dua oleh Sarasin, yaitu Bahasa Aceh dan bahasa-bahasa di pedalaman Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Kelompok kedua yaitu bahasa Batak, Melayu standar, Jawa, dan Bali. Kelompok bahasa kedua itu mempunyai kekerabatan dengan bahasa Malagi di Madagaskar dan Tagalog di Luzon. Persebaran geografis kedua bahasa itu memperlihatkan bahwa penggunanya yaitu pelaut-pelaut pada masa dahulu yang sudah mempunyai peradaban lebih maju. Di samping bahasa-bahasa itu, juga terdapat bahasa Halmahera Utara dan Papua yang dipakai di pedalaman Papua dan penggalan utara Pulau Halmahera.
Untuk lebih jelasnya kau sanggup membaca buku Bernard H.M. Vlekke, Nusantara: Sejarah Indonesia.
Corak kehidupan Masyarakat Masa Pra-aksara
![]() |
Corak kehidupan Masyarakat Masa Pra-aksara |
Pola Hunian
- Mengamati Lingkungan
Coba kau amati baik-baik gambar di atas. Gambar itu memperlihatkan salah satu pola hunian masyarakat pra-aksara. Mengapa menentukan tinggal di gua? Untuk memahami pola hunian insan purba kau sanggup mengkaji uraian berikut.
- Memahami Teks
Dalam buku Indonesia Dalam Arus Sejarah, Jilid I diterangkan perihal pola hunian insan purba yang memperlihatkan dua karakter khas hunian purba yaitu, (1) kedekatan dengan sumber air dan (2) kehidupan di alam terbuka. Pola hunian itu sanggup dilihat dari letak geografis situs-situs serta kondisi lingkungannya. Beberapa pola yang memperlihatkan pola hunian ibarat itu yaitu situs-situs purba di sepanjang aliran Bengawan Solo (Sangiran, Sambungmacan, Trinil, Ngawi, dan Ngandong) merupakan contohcontoh dari adanya kecenderungan insan purba menghuni lingkungan di pinggir sungai. Kondisi itu sanggup dipahami mengingat keberadaan air memperlihatkan bermacam-macam manfaat. Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Air juga diharapkan oleh tumbuhan maupun binatang. Keberadaan air pada suatu lingkungan mengundang hadirnya banyak sekali hewan untuk hidup di sekitarnya. Begitu pula dengan tumbuh-tumbuhan, air memperlihatkan kesuburan bagi tanaman. Keberadaan air juga dimanfaatkan insan sebagai sarana penghubung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui sungai, insan sanggup melaksanakan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lainnya.
- Mengamati Lingkungan
Sering kali kita mendengar kegiatan pembukaan lahan di beberapa daerah di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk membuka lahan gres untuk pertanian, perumahan atau untuk kegiatan industri dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup. Sebenarnya nenek moyang kita juga sudah melaksanakan hal serupa. Pola hidup berpindah-pindah dan melaksanakan kegiatan bercocok tanam demi kelangsungan hidup mereka. Bagaimana pendapat kau mengenai kesamaan kegiatan dari dua kehidupan insan yang terpisah jarak jutaan tahun tersebut? Untuk mendapat pemahaman perihal kegiatan bercocok tanam insan purba di Kepulauan Indonesia silahkan telaah bacaan berikut.
- Memahami Teks
Mencermati hasil penelitian baik yang berwujud fosil maupun artefak lainnya, diperkirakan insan zaman pra-aksara mula-mula hidup dengan cara berburu dan meramu. Hidup mereka umumnya masih tergantung pada alam. Untuk mempertahankan hidupnya mereka menerapkan pola hidup nomaden atau berpindah-pindah tergantung dari materi masakan yang tersedia. Alat-alat yang dipakai terbuat dari kerikil yang masih sederhana. Hal ini terutama berkembang pada insan Meganthropus dan Pithecanthropus. Tempat-tempat yang dituju oleh komunitas itu umumnya lingkungan bersahabat sungai, danau, atau sumber air lainnya termasuk di daerah pantai. Mereka beristirahat contohnya di bawah pohon besar. Mereka juga menciptakan atap dan sekat tempat istirahat itu dari daun-daunan.
Masa insan purba berburu dan meramu itu sering disebut dengan masa food gathering. Mereka hanya mengumpulkan dan menyeleksi masakan kar ena belum sanggup mengusahakan jenis tumbuhan untuk dijadikan materi makanan. Dalam perkembangannya mulai ada sekelompok insan purba yang bertempat tinggal sementara, contohnya di gua-gua, atau di tepi pantai.
Peralihan Zaman Mesolitikum ke Neolitikum mengambarkan adanya revolusi kebudayaan dari food gathering menuju food producing dengan Homo sapien sebagai pendukungnya. Mereka tidak hanya mengumpulkan masakan tetapi mencoba memproduksi masakan dengan menanam. Kegiatan bercocok tanam dilakukan ketika mereka sudah mulai bertempat tinggal, walaupun masih bersifat sementara. Mereka melihat biji-bijian sisa masakan yang tumbuh di tanah sesudah tersiram air hujan. Pelajaran inilah yang kemudian mendorong insan purba untuk melaksanakan cocok tanam. Apa yang mereka lakukan di sekitar tempat tinggalnya, usang kelamaan tanah di sekelilingnya habis, dan mengharuskan pindah. mencari tempat yang sanggup ditanami. Ada yang membuka hutan dengan menebang pohon-pohon untuk membuka lahan bercocok tanam. Waktu itu juga sudah ada pembukaan lahan dengan cara mengkremasi hutan. Bagaimana pendapat kau perihal hal ini dan kira-kira apa bedanya dengan pembakaran hutan yang dilakukan oleh insan modern kini ini?
Kegiatan insan bercocok tanam terus mengalami perkembangan. Peralatan pokoknya yaitu jenis kapak persegi dan kapak lonjong. Kemudian berkembang ke alat lain yang lebih baik. Dengan dibukanya lahan dan tersedianya air yang cukup maka terjadilah persawahan untuk bertani. Hal ini berkembang alasannya yaitu ketika itu, yakni sekitar tahun 2000 – 1500 S.M ketika mulai terjadi perpindahan orang-orang dari rumpun bangsa Austronesia dari Yunnan ke Kepulauan Indonesia. Begitu juga kegiatan beternak juga mengalami perkembangan. Seiring kedatangan orang-orang dari Yunnan yang kemudian dikenal sebagai nenek moyang kita itu, maka kegiatan pelayaran dan perdagangan mulai dikenal. Dalam waktu singkat kegiatan perdagangan dengan sistem tukar barang mulai berkembang. Kegiatan bertani juga semakin berkembang alasannya yaitu mereka sudah mulai bertempat tinggal menetap.
Sebagai insan yang beragama tentu kau sering mendengarkan ceramah dari guru maupun tokoh agama. Dalam ceramah-ceramah tersebut sering dikatakan bahwa hidup hanya sebentar sehingga dihentikan berbuat menentang aliran agama, contohnya dihentikan menyakiti orang lain, dihentikan rakus, bahkan melaksanakan tindak korupsi yang merugikan negara dan orang lain. Karena itu dalam hidup ini insan harus bekerja keras dan berbuat sebaik mungkin, saling tolong menolong. Kita semua mestinya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa bila berbuat dosa alasannya yaitu melanggar perintah agama, atau menyakiti orang lain.
Nenek moyang kita mengenal kepercayaan kehidupan sesudah mati. Mereka percaya pada kekuatan lain yang maha berpengaruh di luar dirinya. Mereka selalu menjaga diri supaya sesudah mati tetap dihormati. Berikut ini kita akan menelaah bagaimana sistem kepercayaan insan zaman pra-aksara, yang menjadi nenek moyang kita. Perwujudan kepercayaannya dituangkan dalam banyak sekali bentuk diantaranya karya seni. Satu di antaranya berfungsi sebagai bekal untuk orang yang meninggal. Tentu kau masih ingat perihal komplemen yang dipakai sebagai bekal kubur. Seiring dengan bekal kubur ini, maka pada zaman purba insan mengenal penguburan mayat. Pada ketika inilah insan mengenal sistem kepercayaan. Sebelum meninggal insan menyiapkan dirinya dengan menciptakan banyak sekali bekal kubur, dan juga tempat penguburan yang menghasilkan karya seni cukup elok pada masa sekarang. Untuk itulah kita mengenal dolmen, sarkofagus, menhir dan lain sebagainya.
- Memahami TeksMasyarakat zaman pra-aksara terutama periode zaman Neolitikum sudah mengenal sistem kepercayaan. Mereka sudah memahami adanya kehidupan sesudah mati. Mereka meyakini bahwa roh seseorang yang telah meninggal akan ada kehidupan di alam lain. Oleh alasannya yaitu itu, roh orang yang sudah meninggal akan senantiasa dihormati oleh sanak kerabatnya. Terkait dengan itu maka kegiatan ritual yang paling menonjol yaitu upacara penguburan orang meninggal. Dalam tradisi penguburan ini, mayat orang yang telah meninggal dibekali banyak sekali benda dan peralatan kebutuhan sehari-hari, contohnya barang-barang perhiasan, periuk dan lain-lain yang dikubur bersama mayatnya. Hal ini dimaksudkan supaya perjalanan arwah orang yang meninggal selamat dan terjamin dengan baik. Dalam upacara penguburan ini semakin kaya orang yang meninggal maka upacaranya juga semakin mewah. Barang-barang berharga yang ikut dikubur juga semakin banyak.Selain upacara-upacara penguburan, juga ada upacaraupacara pesta untuk mendirikan bangunan suci. Mereka percaya insan yang meninggal akan mendapat kebahagiaan kalau mayatnya ditempatkan pada susunan batu-batu besar, contohnya pada peti kerikil atau sarkofagus.Batu-batu besar ini menjadi lambang sumbangan bagi insan yang berbudi luhur juga memberi peringatan bahwa kebaikan kehidupan di alam abadi hanya akan sanggup dicapai sesuai dengan perbuatan baik selama hidup di dunia. Hal ini sangat tergantung pada kegiatan upacara maut yang pernah dilakukan untuk menghormati leluhurnya. Oleh alasannya yaitu itu, upacara maut merupakan manifestasi dari rasa bakti dan hormat seseorang terhadap leluhurnya yang telah meninggal. Sistem kepercayaan masyarakat pra-aksara yang demikian itu telah melahirkan tradisi megalitik (zaman megalitikum = zaman kerikil besar). Mereka mendirikan bangunan batu-batu besar ibarat menhir, dolmen, punden berundak, dan sarkofagus. Pada zaman praaksara, seorang sanggup dilihat kedudukan sosialnya dari cara penguburannya. Bentuk dan materi wadah kubur sanggup dipakai sebagai petunjuk status sosial seseorang. Penguburan dengan sarkofagus misalnya, memerlukan jumlah tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan penguburan tanpa wadah. Dengan kata lain, pengelolaan tenaga kerja juga sering dipakai sebagai indikator stratifikasi sosial seseorang dalam masyarakat.Sistem kepercayaan dan tradisi kerikil besar ibarat dijelaskan di atas, telah mendorong berkembangnya kepercayaan animisme. Kepercayaan animisme merupakan sebuah sistem kepercayaan yang memuja roh nenek moyang. Di samping animisme, muncul juga kepercayaan dinamisme. Menurut kepercayaan dinamisme ada benda-benda tertentu yang diyakini mempunyai kekuatan gaib, sehingga benda itu sangat dihormati dan dikeramatkan.Seiring dengan perkembangan pelayaran, masyarakat zaman pra-aksara selesai juga mulai mengenal sedekah laut. Sudah barang tentu kegiatan upacara ini lebih banyak dikembangkan di kalangan para nelayan. Bentuknya mungkin semacam selamatan apabila ingin berlayar jauh, atau mungkin ketika memulai pembuatan perahu. Sistem kepercayaan nenek moyang kita ini hingga kini masih sanggup kita temui dibeberapa daerah.
Uji Kompetensi:
- Pembukaan lahan yang dilakukan oleh nenek moyang kita dengan penebangan pohon bahwasanya termasuk kearifan lokal yang perlu dijadikan pelajaran. Bagaimana pendapat dan perilaku kau perihal pernyataan tersebut? Bagaimana pula pendapat kau perihal kegiatan pembukaan lahan dengan mengkremasi hutan ibarat yang dilakukan kini ini?
- Buatlah analisis perihal kekerabatan antara pola tempat tinggal dengan bercocok tanam!
- Coba kau identifikasi alat-alat bercocok tanam pada periode tersebut! Berikan nama alat, fungsi, dan gambar!
- Mengapa insan purba itu banyak yang tinggal di tepi sungai?
- Jelaskan pola kehidupan nomaden insan purba!
- Manusia purba juga memasuki fase bertempat tinggal sementara, contohnya di gua, mengapa demikian?
- Apa kira-kira alasan bagi insan purba menentukan tinggal di tepi pantai?
- Jelaskan kaitan antara insan yang sudah bertempat tinggal tetap dengan adanya sistem kepercayaan!
- Adakah kekerabatan antara sistem kepercayaan masyarakat dengan pola mata pencaharian? Jelaskan!
- Buatlah sebuah proyek berguru dengan melaksanakan penelitian perihal tradisi megalitik dan kepercayaan animisme yang kini masih tersisa di daerah kamu.
Sumber : kemdikbud.go.id
Materi Sejarah Sekolah Menengan Atas - Menelusuri Peradaban Awal di Kepulauan Indonesia
MARKIJAR : MARi KIta belaJAR
Sumber http://www.markijar.com/