Agama Islam turun sebagai wahyu Ilahi kepada Nabi Muhammad pada periode ke-7. Setelah Nabi Muhammad dan para sobat wafat, penyiaran agama Islam diteruskan oleh para wali, ulama, dan tokoh-tokoh p0juang Islam dari satu tempat ke tempat lain. Akhirnya, agama Islam berkembang ke seluruh dunia dan pada periode ke-13 Islam mulai masuk ke Indonesia, sehabis agama Hindu mengalami kemunduran.
A. Proses Awal Penyebaran Islam di Kepulauan Indonesia
Agama Islam masuk dan berkembang di Nusantara secara damai. Ada beberapa sumber sejarah mengenai masuknya Islam ke Nusantara.- Abad ke-7 yang diberitakan dinasti Tang bahwa di Sriwijaya sudah ada perkampungan muslim yang mengadakan kekerabatan dagang dengan Cina.
- Abad ke-11 adanya makam Fatimah binti Maimun yang berangka tahun 1028 di Leran, Gresik, Jawa Timur.
- Abad ke-13 tepatnya tahun 1292 Marcopolo mengunjungi Kerajaan Samudra Pasai.
Berdasarkan informasi dari Marcopolo pada tahun 1292 dan dongeng dari Ibnu Batutah yang mengunjungi Kerajaan Samudra Pasai pada periode ke-14, maka diperkirakan agama Islam sudah masuk di Indonesia semenjak periode ke-13. Di samping itu, kerikil nisan kubur Malik al Saleh yang meninggal tahun 1297 juga memperkuat bukti-bukti bahwa pada ketika itu telah terdapat kerajaan Islam di Indonesia.
Ada beberapa pendapat mengenai asal mula Islam masuk ke Nusantara.
- Islam berasal dari Arab. Hal ini sesuai informasi dari dinasti Tang, pedagang Arab yang singgah di Sriwijaya untuk mengisi materi bakar kemudian ke Cina.
- Islam berasal dari Persia. Hal ini alasannya di Indonesia ada aliran tasawuf mirip di Persia (Iran).
- Islam berasal dari India (Gujarat) dengan alasan unsur Islam di Indonesia memperlihatkan kesamaan yang ada di India dan bentuk nisan Malik al Saleh mirip bentuk kerikil nisan di India. Selain itu, ada tokoh yang beralasan dari Gujarat. Kelompok ini dipelopori oleh Snouck Hurgronje dan diikuti oleh J.P. Moquute, R.A. Kern. Pendapat ini didasarkan pada:
a. akhir kemunduran dinasti Abbasiah Bagdad oleh Hulagu pada tahun 1258,
b. informasi Marcopolo tahun 1292,
c. informasi Ibnu Batutah pada periode ke-14,
d. nisan kubur Sultan Malik as Saleh yang berangka tahun awal Majapahit 1297,
e. kedatangan Islam hingga terbentuknya masyarakat muslim di Indonesia semenjak periode ke-13 menurut pada pedoman tasawuf yang berasal dari Persia.
Islam menyebar di Indonesia melalui cara-cara berikut:
1. Melalui perdagangan
Pedagang-pedagang muslim yang berasal dari Arab, Persia, dan India telah ikut ambil penggalan dalam jalan kemudian lintas perdagangan yang menghubungkan Asia Barat, Asia Timur, dan Asia Tenggara, pada periode ke-7 hingga periode ke-16. Para pedagang muslim yang akhirnya juga singgah di Indonesia ini, ternyata tidak hanya semata-mata melaksanakan kegiatan dagang.
Pedagang-pedagang muslim yang berasal dari Arab, Persia, dan India telah ikut ambil penggalan dalam jalan kemudian lintas perdagangan yang menghubungkan Asia Barat, Asia Timur, dan Asia Tenggara, pada periode ke-7 hingga periode ke-16. Para pedagang muslim yang akhirnya juga singgah di Indonesia ini, ternyata tidak hanya semata-mata melaksanakan kegiatan dagang.
Melalui kekerabatan perdagangan tersebut, agama dan kebudayaan Islam masuk ke wilayah Indonesia. Pada periode kesembilan, orang-orang Islam mulai bergerak mendirikan perkampungan Islam di Kedah (Malaka), Aceh, dan Palembang. Pada final periode ke-12, kekuasaan politik dan ekonomi Kerajaan Sriwijaya mulai merosot alasannya didesak oleh kekuasaan Kertanegara dari Singasari. Seiring dengan kemunduran Sriwijaya, para pedagang Islam beserta para mubalignya semakin ulet melaksanakan tugas politik dalam mendukung tempat pantai yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Sriwijaya. Menjelang berakhirnya kerajaan Hindu-Buddha periode ke-13 berdiri kerajaan kecil yang bercorak Islam, yaitu Samudra Pasai yang terletak di pesisir timur maritim wilayah Aceh. Kemudian pada awal periode ke-15 telah berdiri Kerajaan Malaka. Sejak ketika itu, Aceh dan Malaka bermetamorfosis sentra perdagangan dan pelayaran yang ramai dan banyak dikunjungi oleh para pedagang Islam dan penduduk dari banyak sekali tempat terjadi interaksi yang hasilnya banyak yang masuk Islam. Setelah pulang ke tempat asal, mereka membuatkan agama Islam ke daerahnya. Agama dan kebudayaan Islam dari Malaka menyebar ke wilayah Sumatra Selatan, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Dalam suasana demikian, banyak raja tempat dan adipati pesisir yang masuk Islam. Contohnya, Demak (abad ke-15), Ternate (abad ke-15), Gowa (abad ke-16), dan Banjar (abad ke-16).
2. Melalui perkawinan
Para pedagang muslim yang tiba di Indonesia, ada sebagian di antara mereka yang kemudian menetap di kota-kota pelabuhan dan membentuk perkampungan yang disebut Pekojan. Perkawinan antara putri darah biru dan pedagang muslim hasilnya berlangsung. Perkawinan ini dilakukan secara Islam, yaitu dengan mengucapkan (menirukan) dua kalimat syahadat. Upacara perkawinan berjalan dengan gampang alasannya tanpa pentasbihan atau upacara-upacara yang panjang, lebar, dan mendalam.
Dalam Babad Tanah Jawi, misalnya, diceritakan perkawinan antara Maulana Iskhak dan putri Raja Blambangan yang kemudian melahirkan Sunan Giri, sedangkan dalam Babad Cirebon diceritakan perkawinan putri Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati.
3. Melalui tasawuf
Tasawuf ialah pedoman ketuhanan yang telah bercampur dengan gaib dan hal-hal yang bersifat magis. Ahli-ahli tasawuf yang memperlihatkan pedoman yang mengandung persamaan alam pikiran mirip pada gaib Indonesia–Hindu, antara lain, Hamzah Fansuri, Nuruddin ar Raniri, dan Syeikh Siti Jenar.
4. Melalui pendidikan
Pendidikan dalam Islam dilakukan dalam pondok-pondok pesantren yang dise- lenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, atau ulama-ulama. Pesantren ini merupakan forum yang penting dalam penyebaran agama Islam alasannya merupakan tempat training calon guru-guru agama, kiai-kiai, atau ulama-ulama. Setelah menamatkan pelajarannya di pesantren, murid-murid (para santri) akan kembali ke kampung halamannya.
2. Melalui perkawinan
Para pedagang muslim yang tiba di Indonesia, ada sebagian di antara mereka yang kemudian menetap di kota-kota pelabuhan dan membentuk perkampungan yang disebut Pekojan. Perkawinan antara putri darah biru dan pedagang muslim hasilnya berlangsung. Perkawinan ini dilakukan secara Islam, yaitu dengan mengucapkan (menirukan) dua kalimat syahadat. Upacara perkawinan berjalan dengan gampang alasannya tanpa pentasbihan atau upacara-upacara yang panjang, lebar, dan mendalam.
Dalam Babad Tanah Jawi, misalnya, diceritakan perkawinan antara Maulana Iskhak dan putri Raja Blambangan yang kemudian melahirkan Sunan Giri, sedangkan dalam Babad Cirebon diceritakan perkawinan putri Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati.
3. Melalui tasawuf
Tasawuf ialah pedoman ketuhanan yang telah bercampur dengan gaib dan hal-hal yang bersifat magis. Ahli-ahli tasawuf yang memperlihatkan pedoman yang mengandung persamaan alam pikiran mirip pada gaib Indonesia–Hindu, antara lain, Hamzah Fansuri, Nuruddin ar Raniri, dan Syeikh Siti Jenar.
4. Melalui pendidikan
Pendidikan dalam Islam dilakukan dalam pondok-pondok pesantren yang dise- lenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, atau ulama-ulama. Pesantren ini merupakan forum yang penting dalam penyebaran agama Islam alasannya merupakan tempat training calon guru-guru agama, kiai-kiai, atau ulama-ulama. Setelah menamatkan pelajarannya di pesantren, murid-murid (para santri) akan kembali ke kampung halamannya.
5. Melalui seni budaya
Dalam membuatkan agama Islam, sebagian wali memakai media seni budaya yang sudah ada dan disenangi masyarakat. Pada perayaan hari keagamaan mirip Maulid Nabi, misalnya, seni tari dan peralatan musik tradisional (gamelan) digunakan untuk meramaikan suasana. Sunan Kalijaga yang sangat mahir memainkan wayang memanfaatkan kesenian ini sebagai sarana untuk memberikan agama Islam kepada masyarakat, yaitu memasukkan unsur-unsur Islam dalam dongeng dan pertunjukannya. Senjata Puntadewa yang berjulukan Jimat Kalimasada, misalnya, dihubungkan dengan dua kalimat syahadat yang berisi akreditasi terhadap Allah dan Nabi Muhammad. Masyarakat yang menyaksikan pertunjukan Sunan Kalijaga hasilnya mengenal agama Islam dan tertarik ingin menjadikan Islam sebagai agamanya.
6. Melalui dakwah
Penyebaran Islam di Nusantara, terutama di Jawa, sangat berkaitan dengan efek para wali yang kita kenal dengan sebutan wali sanga. Mereka inilah yang berperan paling besar dalam penyebaran agama Islam melalui metode dakwah.
Dalam membuatkan agama Islam, sebagian wali memakai media seni budaya yang sudah ada dan disenangi masyarakat. Pada perayaan hari keagamaan mirip Maulid Nabi, misalnya, seni tari dan peralatan musik tradisional (gamelan) digunakan untuk meramaikan suasana. Sunan Kalijaga yang sangat mahir memainkan wayang memanfaatkan kesenian ini sebagai sarana untuk memberikan agama Islam kepada masyarakat, yaitu memasukkan unsur-unsur Islam dalam dongeng dan pertunjukannya. Senjata Puntadewa yang berjulukan Jimat Kalimasada, misalnya, dihubungkan dengan dua kalimat syahadat yang berisi akreditasi terhadap Allah dan Nabi Muhammad. Masyarakat yang menyaksikan pertunjukan Sunan Kalijaga hasilnya mengenal agama Islam dan tertarik ingin menjadikan Islam sebagai agamanya.
6. Melalui dakwah
Penyebaran Islam di Nusantara, terutama di Jawa, sangat berkaitan dengan efek para wali yang kita kenal dengan sebutan wali sanga. Mereka inilah yang berperan paling besar dalam penyebaran agama Islam melalui metode dakwah.
B. Perkembangan Tradisi Islam di Berbagai Daerah dari Abad ke-15 hingga ke-18
Pada masa sebelum datangnya Islam, pusat-pusat pemerintahan kerajaan di Indonesia umumnya mempunyai tanah lapang yang luas (alun-alun). Di empat penjuru tanah lapang itu terdapat bangunan-bangunan penting, mirip keraton, tempat pemujaan, dan pasar. Jika dilihat dari sudut arsitektur, masjid kuno beratap tingkat (meru) contohnya beratap dua yaitu masjid Agung Cirebon, masjid Katangka di Sulawesi, masjid Muara Angke, Tambora dan Marunda di Jakarta; masjid beratap tiga yaitu masjid Demak, Baiturrahman Aceh, masjid Jepara; dan masjid beratap lima yaitu masjid Agung Banten. Masjid kuno Indonesia yang mempunyai atap bertingkat telah mengundang pendapat beberapa andal yang menyampaikan bahwa hal itu merupakan kelanjutan dari seni bangunan tradisional Indonesia lama. Ada beberapa bukti yang mendukung pendapat itu, di antaranya sebagai berikut.- Bangunan-bangunan Hindu di Bali yang disebut Wantilan atapnya juga bertingkat.
- Relief yang ada di candi-candi pada masa Majapahit juga terdapat tabrakan yang meng- gambarkan bangunan atap bertingkat.
Dari uraian di atas sanggup diketahui bahwa telah terjadi akulturasi antara seni berdiri tradisional Indonesia dengan seni bangun. Dalam seni ukir dan lukis terjadi akulturasi antara seni ukir dan seni lukis Islam dengan seni lukis dan seni ukir tradisional Indonesia yang sanggup kita jumpai pada bangunan masjid-masjid kuno dan keraton. Ukir-ukiran yang biasa dipahatkan pada tiang-tiang, tembok, atap, mihrab, dan mimbarnya dibentuk dengan contoh makara dan teratai.
Dalam perkembangan selanjutnya, muncul pula seni kaligrafi, yaitu seni melukis indah dengan abjad Arab. Dalam seni tari dan seni musik juga terjadi akulturasi yakni beberapa upacara dan tarian rakyat. Di beberapa tempat ada jenis tarian yang berafiliasi dengan nyanyian atau pembacaan tertentu yang berupa selawat atau slawat kompang. Bentuk-bentuk tarian itu contohnya permainan dabus dan seudati.
Permainan dabus ialah suatu jenis tarian atau pertunjukan kekebalan terhadap senjata tajam dengan cara menusukkan benda tajam tersebut pada tubuhnya. Tarian ini diawali dengan nyanyian atau pembacaan Quran atau selawat nabi. Permainan ini berkembang di bekas-bekas sentra kerajaan mirip Banten, Minangkabau, Aceh. Adapun seudati ialah seni tradisional rakyat Aceh yang berupa tarian atau nyanyian. Pertunjukan dilakukan oleh sembilan atau sepuluh orang cowok dengan memukul-mukulkan telapak tangan ke penggalan dada. Dalam seudati pemain juga menyanyikan lagu-lagu tertentu yang isinya berupa selawat (pujian) kepada nabi. Selain seni tari, juga berkembang seni musik yang berupa pertunjukan gamelan. Pertunjukan ini biasa dilakukan pada upacara Maulud, yaitu peringatan untuk menghormati kelahiran Nabi Muhammad saw. Pada peringatan ini, selain dinyanyikan pujian-pujian kepada Nabi Muhammad saw. juga diadakan pertunjukan gamelan dan pembersihan benda-benda keramat. Upacara ini biasanya dilakukan di bekas sentra kerajaan, mirip Yogyakarta dan Surakarta yang disebut Gerebeg Maulud. Upacara semacam ini di Cirebon biasa disebut Pajang Jimat. Upacara ini biasa disampaikan dengan gemelan yang disebut Sekaten.
Masuknya kebudayaan Islam juga besar lengan berkuasa besar terhadap seni bangunan makam. Bangunan makam pada orang yang meninggal terbuat dari kerikil bata tembok yang disebut jirat atau kijing. Di atas jirat itu, khususnya bagi orang-orang penting didirikan sebuah rumah yang disebut bangunan makam berupa jirat dan cungkup yang biasanya dihiasi dengan seni kaligrafi (seni goresan pena Arab) yang indah. Makam tertua di Indonesia yang bercorak Islam ialah makam Fatimah binti Maimun di Leran (tahun 1082) dan diberi cungkup. Dinding cungkup diberi hiasan bingkai-bingkai mendatar mirip model hiasan candi. Makam lain yang penting, antara lain makam Sultan Malik al Saleh di Samudra Pasai, makam Maulana Malik Ibrahim, dan makam para wali dan sultan yang lain.
C. Akulturasi Kebudayaan Indonesia dengan Kebudayaan Islam dalam Aksara dan Seni Sastra
Dalam perkembangan Islam, kesusastraan Jawa umumnya berbentuk tembang, sedangkan di Sumatra dan Semenanjung Malaka berbentuk tembang dan gancaran. Hikayat yang digubah dalam tembang disebut syair. Syair yang tertua tertulis tahun 1380 terpahat pada kerikil nisan makam seorang Raja Puteri Pasai (di Minye Tujoh), terdiri atas dua bait yang setiap bait terdiri atas empat baris.Tulisan yang digunakan dalam kesusastraan Jawa ialah Jawa Kuno, sedangkan kesusastraan di Sumatra umumnya ditulis dengan abjad Arab. Hasil karya sastra yang bernapaskan Islam, antara lain buku tasawuf yang ditulis oleh Hamzah Fansyuri, Nur al-Din al-Raniri (Nuruddin ar- Raniri), Abdul al-Rauf, dan Sunan Bonang; buku suluk primbon, pengantar fikih dan tafsir Quran yang ditulis oleh Abdul al-Rauf.
Bersamaan dengan berkembangnya pedoman tasawuf, muncullah tarekat-tarekat, antara lain tarekat Qadariyah, Naqsyabandiah, Sammaniah, Syattariah, dan Rifa'i. Tarekat ialah jalan atau cara yang ditempuh oleh kaum sufi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Karya sastra lain yang dihasilkan pada masa Islam, antara lain Babad Tanah Jawi, Babad Cirebon, Sejarah Melayu, Bustanus Salatin, dan Gurindam Dua belas. Dilihat dari corak dan isinya, kesusastraan yang berkembang semenjak kedatangan Islam di Indonesia (zaman madya) sanggup dibedakan sebagai berikut.
1. Hikayat
Hikayat ialah dongeng atau dongeng yang berisi banyak sekali macam insiden sejarah. Keajaiban dan insiden yang tidak masuk nalar bahkan menjadi penggalan terpenting walaupun sering berpangkal pada seorang tokoh sejarah ataupun berkisar pada insiden sejarah. Misalnya, Panji Inu Kertapati, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Si Miskin, Hikayat Bahtiar, dan Hikayat Hang Tuah.
2. Babad
Babad ialah dongeng sejarah yang biasanya lebih berupa dongeng daripada uraian sejarah walaupun yang menjadi contoh memang insiden sejarah. Di tempat Melayu, babad dikenal dengan nama sejarah, silsilah (salasilah), dan tambo. Beberapa kitab babad diberi judul Hikayat, contohnya Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Salasilah Perak, Sejarah Melayu, Babad Giyanti, Babad Tanah Jawi, dan Sejarah Negeri Kedah.
3. Suluk
Suluk ialah kitab yang membentangkan soal tasawuf. Sifatnya panteis (manusia bersatu dengan Tuhan atau masyarakat Jawa mengenal sebagai manunggaling kawula Gusti). Suluk merupakan hasil kesusastraan tertua dari zaman madya yang berasal dari atau berafiliasi erat dengan para wali.
Pada zaman madya, muncul kepandaian pahat memahat menjadi terbatas pada seni ukir hias. Untuk seni hias, orang mengambil contoh berupa daun-daunan, bunga-bungaan (teratai), bukit-bukit karang, pemandangan dan garis geometri. Sering juga terdapat pada kalamakara dan kalamarga (yaitu kijang menjadi pengganti makara). Hal itu gotong royong kurang sesuai dengan peraturan Islam, namun sanggup juga diterima alasannya tidak dirasakan sebagai pelanggaran. Begitu juga dengan gambar-gambar ular naga yang terdapat di sana-sini. Kedatangan Islam menambah lagi satu pola, yaitu huruf-huruf Arab. Pola itu seringkali digunakan untuk menyamarkan lukisan makhluk hidup, biasanya hewan dan bahkan juga untuk gambar wayang.
Sebelum kebudayaan Islam memasuki wilayah Indonesia, sistem pemerintahan pada kerajaan di Indonesia menerima efek budaya Hindu-Buddha. Setelah agama Islam beserta kebudayaannya masuk dan berkembang di Indonesia, lambat laun besar lengan berkuasa terhadap sistem pemerintahan. Pada ketika kedatangan Islam, di Indonesia sudah berkembang bandar-bandar perdagangan. Agama Islam mengalami perkembangan yang cepat melalui cara perdagangan sehingga terbentuk masyarakat Islam. Semakin pesatnya pusat-pusat perdagangan dengan masyarakatnya yang beragama Islam, berdirilah kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam.
D. Perkembangan Kehidupan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia
1. Kerajaan Samudra Pasai
Sebenarnya Kerajaan Samudra Pasai sudah ada semenjak tahun 1128 dengan nama Kerajaan Samudra. Pendirinya ialah Nasimuddin al-Kamil dari Mesir. Namun alasannya sentra pemerintahannya dipindah ke Pasai, kemudian namanya diganti Samudra Pasai.Pada perkembangannya, kerajaan ini mengalami perubahan sehabis dinasti Fatimah dikalahkan oleh dinasti Mamaluk. Dinasti Fatimah beraliran Syi'ah sedangkan dinasti Mamaluk beraliran Syafi'i. Kerajaan Samudra Pasai juga mengalami perubahan dari Islam aliran Syi'ah menjadi Islam aliran Syafi'i ketika Samudra Pasai dipimpin oleh Sultan Malik al-Saleh (1285 – 1297).
Sepeninggal Sultan Malik al-Saleh, Samudra Pasai diperintah oleh Malik al-Zahir I (1297 – 1302). Ia sering menerima sebutan Sultan Muhammad. Pada masa pemerintahannya, tidak banyak yang dilakukan. Kemudian takhta digantikan oleh Ahmad yang bergelar Al Malik az-Zahir II. Pada masanya, Samudra Pasai dikunjungi oleh Ibnu Batutah, seorang utusan dari Delhi yang sedang mengadakan perjalanan ke Cina dan singgah di sana. Menurut Ibnu Batutah, Samudra Pasai mempunyai armada dagang yang sangat kuat. Baginda raja yang bermadzab Syafi'i sangat kuat imannya sehingga berusaha menjadikan Samudra Pasai sebagai sentra agama Islam yang bermadzab Syafi'i.
Samudra Pasai merupakan pelabuhan penting yang banyak didatangi oleh para pedagang dari banyak sekali penjuru dunia, contohnya Gujarat dan Persia. Akibatnya, efek India dan Persia sangat besar di sana. Pedagang Cina juga tiba ke sana untuk memasarkan dagangannya. Barang dagangan utama ialah lada yang menjadi materi ekspor negara.
Samudra Pasai memanfaatkan Selat Malaka yang menghubungkan Samudra Pasai – Arab – India – Cina. Samudra Pasai juga menyiapkan bandar-bandar dagang yang digunakan untuk menambah perbekalan untuk berlayar selanjutnya, mengurus duduk masalah perkapalan, mengumpulkan barang dagangan yang akan dikirim ke luar negeri, dan menyimpan barang dagangan sebelum diantar ke beberapa tempat di Indonesia.
Pada periode ke-14, Samudra Pasai menjadi sentra studi Islam dan tempat berkumpulnya ulama. Kerajaan Samudra Pasai mengalami kemunduran sehabis berdirinya Kerajaan Malaka pada periode ke-15 alasannya para pedagang Islam mulai memusatkan perdagangan mereka di Malaka.
2. Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah, sehabis berhasil melepaskan diri dari Kerajaan Pedir. Kerajaan Aceh kemudian diperintah oleh Sultan Alauddin Riayat Syah. Aceh mencapai kebesaran pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pada masa ini, banyak pedagang dari tempat lain yang tiba ke Aceh untuk membeli hasil buminya. Peninggalan kebudayaan pada masa pemerintahan Iskandar Muda yaitu masjid Baiturrahman.Setelah Iskandar Muda wafat digantikan oleh Sultan Iskandar Thani. Tata pemerintahan Aceh diatur dalam undang-undang yang disebut Adat Mahkota Alam. Berdasarkan tata pemerintahan tersebut, wilayah Aceh dibagi dalam wilayah sagi dan wilayah sentra kerajaan. Setiap sagi terdiri dari sejumlah mukmin dan dikepalai oleh panglima sagi yang disebut hulubalang besar. Sebagai negara Islam, Aceh disebut Serambi Mekah alasannya Aceh menjadi sentra penyebaran Islam di Asia Tenggara dan untuk memperdalam Islam lebih dahulu berguru ke Aceh untuk mendapatkan dasar Islam yang kuat.
Masyarakat Aceh dikelompokkan dalam golongan Teuku, yakni golongan masyarakat bangsawan, dan golongan Tengku, yakni golongan agama. Penghasilan Kerajaan Aceh didapat dari penarikan pajak dan cukai yang terdiri dari beberapa macam antara lain pajak pasar dan cukai intan. Dalam bidang sastra, Aceh banyak melahirkan tokoh-tokoh, antara lain Syamsuddin Pasai, Hamzah Fansyuri, Nuruddin ar-Raniri, dan Abdul al-Rauf. Nuruddin ar-Raniri mengarang Bustanus Salatin (taman raja-raja dan etika istiadat Aceh serta pedoman Islam).
Abdul al-Rauf dari Singkel (Syeikh Kuala) menciptakan tafsir Quran dalam bahasa Melayu. Ia menentang aliran heterodoks (makhluk yang diciptakan sebagai penampilan dari penciptanya). Aliran yang dianutnya ialah aliran ortodoks, yakni Allah pencipta dan makhluk ciptaan-Nya tidak sanggup mengetahui keadaan-Nya. Setelah wafatnya Sultan Iskandar Muda, tidak ada pengganti yang bijaksana sehingga mengakibatkan kemunduran Aceh. Selain itu, mundurnya perdagangan Aceh akhir Malaka jatuh ke tangan Portugis sehingga pedagang Islam beralih ke Demak juga mengakibatkan kemunduran Aceh.
3. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yang berdiri pada periode ke-16 berkat usaha dan usaha Pangeran Jinbun atau Raden Patah. Beberapa faktor yang mengakibatkan kerajaan ini berkembang pesat ialah letaknya yang strategis serta terletak di tengah jalur perdagangan nasional yang menghubungkan antara barat dan timur serta mundurnya Kerajaan Majapahit yang mengakibatkan para pedagang Islam masuk ke Demak. Dari aspek politik, sanggup kita ketahui bahwa Raden Patah ialah keturunan Brawijaya, penguasa Majapahit. Setelah Raden Patah diangkat sebagai Bupati Demak Bintoro pada tahun 1500 M, ia bergelar Sultan Alam Akbar al-Fatah yang lebih dikenal dengan Raden Patah. Kemudian sehabis menjadi raja, ia memajukan perdagangan dan agama Islam. Demak menjadi negara maritim yang banyak dikunjungi oleh pedagang Islam, terlebih sehabis Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511 di bawah Alvonso d'Albuquerque.Pada tahun 1518, ia digantikan oleh Pati Unus (Pangeran Sabrang Lor). Pada masa pemerintahannya, ia melawan Portugis di Selat Malaka dengan 100 kapal, akan tetapi semua tidak berhasil. Sepeninggal Pati Unus, kekuasaan dipegang oleh Sultan Trenggono (1521 – 1546). Pada masa pemerintahannya ia mengutus Fatahillah untuk menyerang Portugis di Selat Sunda 1527 dan ternyata telah terjadi persetujuan "Henrique Leme" antara Portugis dan Pajajaran untuk mendirikan benteng Sunda Kelapa. Akantetapi usaha Fatahillah untuk menguasai Sunda Kelapa tidak sanggup dibendung, kemudian sehabis menguasai sunda kelapa Fatahillah mengganti nama kota tersebut menjadi Jayakarta yang berarti "kota kemenangan".
Pada masa pemerintahan Sultan Trenggana, wilayah Demak meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur. Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Demak telah berjalan dengan teratur. Kehidupan sosial pada ketika itu diatur dengan hukum-hukum yang berlaku dalam pedoman Islam. Akan tetapi norma-norma atau tradisi-tradisi usang tidak ditinggalkan begitu saja. Dengan demikian sistem kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Demak sanggup dikatakan telah menerima efek Islam. Hasil-hasil budaya Kerajaan Demak merupakan kebudayaan yang berkaitan dengan Islam.
Hasil budayanya yang cukup populer dan hingga kini masih tetap berdiri ialah masjid Demak. Masjid ini merupakan lambang kebesaran Demak sebagai kerajaan yang bercorak Islam. Masjid Demak selain kaya dengan ukir-ukiran yang bercirikan Islam juga mempunyai keistimewaan, alasannya salah satu tiangnya dibentuk dari pecahan-pecahan kayu (tatal). Selain masjid Demak, Sunan Kalijaga juga melaksanakan dasar-dasar perayaan sekaten. Perayaan itu digunakan oleh Sunan Kalijaga untuk menarik minat masyarakat supaya masuk Islam. Sekaten ini kemudian menjadi tradisi atau kebudayaan yang terus terpelihara hingga sekarang. Pada masa final pemerintahan Sultan Trenggana terjadi perebutan takhta dengan Arya Penangsang serta Hadiwijaya yang membawa keruntuhan Kerajaan Demak.
4. Kerajaan Pajang
Berdirinya Kerajaan Pajang tidak lepas dari runtuhnya Kerajaan Demak pada tahun 1568. Pada mulanya, Arya Penangsang yang menguasai Demak berhasil dikalahkan oleh Jaka Tingkir. Oleh Jaka Tingkir, sentra Kerajaan Demak dipindahkan ke Pajang, sebelah barat kota Solo (sekarang). Sejak ketika itu, berakhirlah Kerajaan Demak dan berdirilah Kerajaan Pajang. Adapun Demak pada ketika itu, dijadikan wilayah kadipaten yang diserahkan kepada Arya Pangiri (putra Sunan Prawoto).Pada waktu Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) memerintah Kerajaan Pajang, Ki Ageng Pemanahan diangkat menjadi bupati di Mataram sebagai balas jasa atas bantuannya mengalahkan Arya Penangsang. Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat, jabatan bupati di Mataram diberikan kepada Sutawijaya, putra angkat Ki Ageng Pemanahan (lihat Kerajaan Mataram).
Sepeninggal Sultan Hadiwijaya pada tahun 1582, takhta Pajang menjadi rebutan antara Pangeran Benawa (putra Hadiwijaya) dan Arya Pangiri (menantu Hadiwijaya). Arya Pangiri merasa tidak puas dengan hanya menjabat sebagai adipati di Demak. Pangeran Benawa disingkirkan dan hanya dijadikan adipati di Jipang. Selama berkuasa (1582 – 1586), Arya Pangiri banyak melaksanakan tindakan yang meresahkan rakyat, sehingga menimbulkan banyak sekali perlawanan.
Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Pangeran Benawa untuk menghimpun kekuatan dan merebut kembali takhta Pajang. Dalam hal ini, Pangeran Benawa bekerja sama dengan Sutawijaya (Mataram). Akhirnya, Arya Pangiri sanggup dikalahkan dan disuruh kembali ke Demak.
Setelah Pajang kembali ke tangannya, Pangeran Benawa justru menyerahkan kekuasaan Pajang kepada Sutawijaya. Hal ini dilakukannya alasannya Pangeran Benawa merasa tidak bisa memimpin Pajang yang begitu luas. Sutawijaya kemudian memindahkan sentra pemerintahan dari Pajang ke Mataram (1586). Sejak ketika itu, berdirilah Kerajaan Mataram dengan Sutawijaya sebagai rajanya. Adapun Pajang dijadikan kadipaten dan Pangeran Benawa sebagai adipatinya.
5. Kerajaan Mataram
Info lebih lengkap ihwal Kerajaan Mataram Islam: Kerajaan Mataram Islam (Kesultanan Mataram)Sutawijaya menjabat sebagai raja pertama di Mataram (1589 – 1601) dengan gelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama. Pada masa pemerintahannya, banyak terjadi perlawanan dari para bupati yang semula tunduk pada Mataram, contohnya Demak dan Pajang. Perlawanan juga tiba dari tempat Surabaya, Madiun, Gresik, dan Ponorogo. Terjadinya perlawanan-perlawanan ini dikarenakan Senopati mengangkat dirinya sendiri sebagai sultan di Mataram. Padahal pengangakatan dan ratifikasi sebagai sultan di Jawa biasanya dilakukan oleh wali.
Selama berkuasa, hampir seluruh wilayah Pulau Jawa sanggup dikuasainya. Akan tetapi, ia tidak berhasil mendapatkan akreditasi dari raja-raja Jawa lain sebagai raja yang sejajar dengan mereka.
Sepeninggal Panembahan Senopati, penggantinya ialah putranya, Raden Mas Jolang (1601 – 1613). Pada masa pemerintahannya ia melanjutkan usaha ayahnya meluaskan wilayah kekuasaan Mataram. Akan tetapi, ia tidak sekuat ayahnya sehingga tidak bisa memperluas daerahnya dan wafat di tempat Krapyak. Oleh alasannya itu, ia diberi gelar Panembahan Seda Krapyak.
Pengganti Mas Jolang ialah putranya Mas Rangsang atau Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613 – 1645). Ia bergelar Sultan Agung Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Pada masa pemerintahannya, Mataram mencapai puncak kejayaan. Sultan Agung berusaha menyatukan Pulau Jawa. Mataram berhasil menundukkan Tuban dan Pasuruan (1619), Surabaya (1625), dan Blambangan (1639). Hasil perluasan ini menciptakan wilayah Mataram semakin luas.
Setelah Sultan Agung wafat, tidak ada raja pengganti yang mempunyai kecakapan mirip Sultan Agung, bahkan ada raja yang menjalin kolaborasi dengan VOC. Akibatnya, banyak terjadi pemberontakan, contohnya pemberontakan Adipati Anom yang dibantu Kraeng Galesung dan Monte Merano, pemberontakan Raden Kadjoran, serta pemberontakan Trunojoyo. Dalam menghadapi pemberontakan-pemberontakan tersebut, raja-raja Mataram, contohnya Amangkurat I dan II, meminta pinjaman VOC. Hal inilah yang mengakibatkan raja-raja Mataram semakin kehilangan kedaulatan.
Setelah wafat pada tahun 1703, Amangkurat II digantikan oleh putranya, yaitu Sunan Mas (Amangkurat III). Pengangkatan Amangkurat III ditentang oleh Pangeran Puger, adik Amangkurat II atau paman Amangkurat III. Akibatnya, terjadilah Perang Mahkota I (1704 – 1708) yang dimenangkan oleh Pangeran Puger yang dibantu oleh VOC. Setelah naik takhta, Pangeran Puger bergelar Paku Buwono I (1708 – 1719). Adapun Sunan Mas/ Amangkurat III melarikan diri ke tempat pedalaman Malang.
Pada waktu Paku Bowono I wafat (1719), takhta kerajaan diganti oleh putra mahkota, Sunan Prabu Mangkunegara yang bergelar Amangkurat IV (1719 – 1727). Pada masanya, berkobar Perang Mahkota II (1719 – 1723). Selain Pangeran Diponegoro (nama yang kebetulan sama dengan Pangeran Diponegoro yang melawan Belanda pada periode ke-19) dan Pangeran Dipasanta, keduanya putra Paku Buwono I dari selir, memberontak pula Pangeran Purboyo, Pangeran Blitar, dan Arya Mataram. Pada tahun 1723, pemberontakanpemberontakan tersebut sanggup dipadamkan berkat pinjaman VOC.
Setelah Amangkurat IV, takhta selanjutnya dipegang oleh Paku Buwono II. Masa pemerintahannya (1727 – 1749) merupakan babak terakhir sejarah Kerajaan Mataram. Pada masanya, terjadi Perang Mahkota III (1947 – 1755). Raden Mas Said, putra Mangkunegara yang bersekutu dengan Pangeran Mangkubumi, mengadakan pemberontakan terhadap Paku Buwono II. Seperti halnya Perang Mahkota I dan II. Perang Mahkota III ini pun melibatkan campur tangan VOC. Bahkan, sebelum Paku Buwono II wafat (1749), kekuasaan Mataram telah diserahkan kepada VOC.
Pengganti Paku Buwono II ialah putranya, Adipati Anom yang bergelar Paku Buwono III (1749 – 1788). Pada masa pemerintahannya (1755) diadakan Perjanjian Giyanti antara Paku Buwono III dan Pangeran Mangkubumi untuk mengakhiri perebutan kekuasaan. Hasilnya, wilayah Mataram dibagi menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dengan Paku Buwono III sebagai rajanya dan Kesultanan Yogyakarta dengan Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Hamengku Buwono I sebagai rajanya.
Perkembangan selanjutnya, Raden Mas Said dan Paku Buwono III menandatangani Perjanjian Salatiga (1757). Isinya, Raden Mas Said mendapatkan sebagian tempat Kasunanan Surakarta yang kemudian dikenal dengan nama Mangkunegaran. Dengan demikian, wilayah Mataram terbagi menjadi tiga, yaitu Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, dan Mangkunegaran.
Pengganti Paku Buwono II ialah putranya, Adipati Anom yang bergelar Paku Buwono III (1749 – 1788). Pada masa pemerintahannya (1755) diadakan Perjanjian Giyanti antara Paku Buwono III dan Pangeran Mangkubumi untuk mengakhiri perebutan kekuasaan. Hasilnya, wilayah Mataram dibagi menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dengan Paku Buwono III sebagai rajanya dan Kesultanan Yogyakarta dengan Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Hamengku Buwono I sebagai rajanya.
Perkembangan selanjutnya, Raden Mas Said dan Paku Buwono III menandatangani Perjanjian Salatiga (1757). Isinya, Raden Mas Said mendapatkan sebagian tempat Kasunanan Surakarta yang kemudian dikenal dengan nama Mangkunegaran. Dengan demikian, wilayah Mataram terbagi menjadi tiga, yaitu Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, dan Mangkunegaran.
6. Kerajaan Banten
Kerajaan Banten didirikan oleh Fatahillah (1527). Semula, Banten merupakan tempat kekuasaan Kerajaan Hindu Pajajaran. Kemudian, Banten direbut dan diperintah oleh Fatahillah dari Demak. Pada tahun 1552, Fatahillah menyerahkan Banten kepada putranya, Hasanuddin. Fatahillah sendiri pergi ke Cirebon dan berdakwah di sana hingga wafat (1570). Ia dimakamkan di desa Gunung Jati. Oleh alasannya itu, ia disebut Sunan Gunung Jati.Di bawah pemerintahan Hasanuddin (1552 – 1570), Banten mengalami kemajuan di bidang perdagangan dan wilayah kekuasaannya meluas hingga ke Lampung dan Sumatra Selatan. Setelah wafat, Hasanuddin digantikan oleh putranya, Panembahan Yusuf (1570 – 1580). Pada masa pemerintahannya, Pajajaran berhasil ditaklukkan (1579).
Panembahan Yusuf wafat pada tahun 1580 dan digantikan putranya, Maulana Muhammad (1580 – 1597). Pada masa pemerintahannya, datanglah Belanda. Ia menyambut kedatangan Belanda dan oleh Belanda ia diberi gelar Ratu Banten. Sepeninggal Ratu Banten, pemerintahan dipegang oleh Abdulmufakir yang masih kanak-kanak (1597 – 1640). Ia didampingi oleh walinya, Pangeran Ranamenggala. Pada tahun 1640, Abdulmufakir diganti oleh Abu Mali Ahmad (1640 – 1651).
Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh Abdul Fatah yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa (1651 – 1682). Pada masa pemerintahannya, Banten mencapai kejayaan. Sultan Ageng mengadakan pembangunan, mirip jalan, pelabuhan, pasar, masjid yang pada dasarnya untuk meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat Banten. Namun semenjak VOC turut campur tangan dalam pemerintahan Banten, kehidupan sosial masyarakatnya mengalami kemerosotan.
Inskripsi
Usaha-usaha yang dilakukan Sultan Ageng untuk mengembalikan Banten:
- memajukan perdagangan Banten dengan meluaskan tempat kekuasaan,
- menjadikan Banten sebagai bandar internasional,
- memodernisasi bangunan istana dengan arsitektur Lukas Cardeel,
- memajukan Islam,
- menentang monopoli VOC dan mengusir VOC dari Banten
- membangun armada laut.
Keadaan semakin memburuk ketika terjadi kontradiksi antara Sultan Ageng dan Sultan Haji, putranya dari selir. Pertentangan ini berawal ketika Sultan Ageng mengangkat Pangeran Purbaya (putra kedua) sebagai putra mahkota. Pengangkatan ini menciptakan iri Sultan Haji. Berbeda dengan ayahnya, Sultan Haji memihak VOC. Bahkan, beliau meminta pinjaman VOC untuk menyingkirkan Sultan Ageng dan Pangeran Purbaya. Sebagai imbalannya, VOC meminta Sultan Haji untuk menandatangani perjanjian pada tahun 1682 yang isinya, antara lain, Belanda mengakui Sultan Haji sebagai sultan di Banten; Banten harus melepaskan tuntutannya atas Cirebon; Banten dihentikan berdagang lagi di tempat Maluku, hanya Belanda yang boleh mengekspor lada dan memasukkan kain ke wilayah kekuasaan Banten; Cisadane merupakan batas antara Banten dan Belanda. Perjanjian tersebut menimbulkan Banten berada pada posisi yang sulit alasannya ia kehilangan peranannya sebagai pelabuhan bebas semenjak adanya monopoli dari Belanda.
Pada tahun 1683, Sultan Ageng tertangkap oleh VOC sedangkan Pangeran Purbaya sanggup meloloskan diri. Setelah menjadi tawanan Belanda selama delapan tahun, Sultan Ageng wafat (1692). Adapun Pangeran Purbaya tertangkap oleh Untung Suropati, utusan Belanda, dan wafat pada tahun 1689.
7. Kerajaan Gowa – Tallo
Pada awalnya, Kerajaan Gowa – Tallo yang lebih dikenal sebagai Kerajaan Makassar terdiri dari beberapa kerajaan yang bercorak Hindu, antara lain, Gowa, Tallo, Wajo, Bone, Soppeng, dan Luwu. Dengan adanya dakwah dari Dato'ri Bandang dan Dato' Sulaiman, Sultan Alauddin (Raja Gowa) masuk Islam. Setelah raja memeluk Islam, rakyat pun segera ikut memeluk Islam.Kerajaan Gowa dan Tallo kemudian menjadi satu dan lebih dikenal dengan nama Kerajaan Makassar dengan pemerintahannya yang populer ialah Sultan Hasanuddin (1653 – 1669). Ia berhasil memperluas efek Kerajaan Makassar hingga ke Matos, Bulukamba, Mondar, Sulawesi Utara, Luwu, Butan, Selayar, Sumbawa, dan Lombok. Hasanuddin juga berhasil mengembangkan pelabuhannya dan menjadi bandar transito di Indonesia penggalan timur pada waktu itu. Hasanuddin menerima julukan Ayam Jantan dari Timur. Karena keberaniannya dan semangat perjuangannya, Makassar menjadi kerajaan besar dan besar lengan berkuasa terhadap kerajaan di sekitarnya.
Inskripsi
Faktor-faktor penyebab Kerajaan Makassar menjadi besar:
- letaknya strategis, baik sekali untuk pelabuhan;
- jatuhnya Malaka ke tangan Portugis yang mengakibatkan pedagang Islam pindah ke Makassar.
Perkembangan Makassar mengakibatkan VOC merasa tersaingi. Makassar tidak tunduk kepada VOC, bahkan Makassar membantu rakyat Maluku melawan VOC. Kondisi ini mendorong VOC untuk berkuasa di Makassar dengan menjalin kolaborasi dengan Makassar, tetapi ditolak oleh Hasanuddin. Oleh alasannya itu, VOC menyerang Makassar dengan membantu Aru Palaka yang telah bermusuhan dengan Makassar. Akibatnya, benteng Borombong dan ibu kota Sombaopu jatuh ke tangan musuh, Hasanuddin ditangkap dan dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya (1667).
Akibat kekalahannya, peranan Makassar sebagai penguasa pelayaran dan perdagangan berakhir. Sebaliknya, VOC memperoleh tempat yang strategis di Indonesia penggalan timur. Rakyat Makassar yang tidak mau mendapatkan Perjanjian Bongaya, mirip Kraeng Galesung dan Monte Merano, melarikan diri ke Mataram. Selanjutnya, untuk memperlemah Makassar, benteng Sombaopu dihancurkan oleh Speelman dan benteng Ujung Pandang dikuasai VOC diganti nama menjadi benteng Ford Roterdam.
Inskripsi
Isi Perjanjian Bongaya
- VOC memperoleh hak monopoli di Makassar.
- VOC diizinkan mendirikan benteng di Makassar.
- Makassar harus melepaskan jajahan mirip Bone.
- Semua bangsa asing diusir dari Makassar, kecuali VOC.
- Kerajaan Makassar diperkecil hanya tinggal Gowa saja.
- Makassar membayar semua utang perang.
- Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.
Dalam bidang kebudayaan, Makassar sebagai kerajaan yang bersifat maritim sedikit meninggalkan hasil-hasil budaya. Peninggalan budaya Makassar yang menonjol ialah bahtera pinisi, lambo, dan bercadik. Dalam bidang sastra, diperkirakan sudah lahir beberapa karya sastra. Hanya saja, karya-karya tersebut tidak hingga ke kita. Tetapi pada ketika itu sudah ada sebuah buku ihwal aturan maritim dan perniagaan, yaitu Ade' Allopiloping Bicaranna Pabbalu'e dan naskah lontar karya Amanna Gappa.
8. Kerajaan Ternate dan Tidore
Di Maluku terdapat dua kerajaan yang berpangaruh, yakni Ternate dan Tidore. Kerajaan Ternate terdiri dari komplotan lima daerah, yaitu Ternate, Obi, Bacan, Seram, Ambon, (disebut Uli Lima) sebagai pimpinannya ialah Ternate. Adapun Tidore terdiri dari sembilan satuan negara disebut Uli Siwa yang terdiri dari Makyan, Jailolo, dan tempat antara Halmahera – Irian.Kedatangan Islam ke Maluku tidak sanggup dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang antara sentra kemudian lintas internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku. Menurut tradisi setempat, semenjak periode ke-14, Islam sudah masuk tempat Maluku. Raja Ternate kedua belas, Molomateya (1350 – 1357) dekat karib dengan orang Arab yang memberi petunjuk mengenai cara menciptakan kapal. Raja yang benar-benar memeluk Islam ialah Zainal Abidin (1486 – 1500). Ia menerima pedoman Islam dari Sunan Giri. Kekuasaan Ternate dan Tidore meliputi pulau-pulau yang ada di sekitarnya. Penghasilan utamanya ialah cengkih, pala, rempah-rempah, dan ramuan obat-obatan yang sangat diharapkan oleh masyarakat Eropa.
Ketika bangsa Portugis tiba ke Ternate, mereka bersekutu dengan bangsa itu (1512). Demikian juga ketika bangsa Spanyol tiba ke Tidore, mereka juga bersekutu dengan bangsa itu (1512). Portugis hasilnya sanggup mendirikan benteng Sao Paulo di Ternate dan banyak melaksanakan monopoli perdagangan. Tindakan ini menimbulkan perlawanan yang dipimpin oleh Sultan Hairun (1550 – 1570). Tindakan Musquita menangkap Sultan Hairun dilepas sehabis kembali, tetapi kemudian dibunuh sehabis paginya disuruh berkunjung ke benteng Portugis.
Sultan Baabullah (1570 – 1583) memimpin perlawanan untuk mengenyahkan Portugis dari Maluku sebagai jawaban terhadap janjkematian ayahnya. Benteng Portugis dikepung selama 5 tahun, tetapi tidak berhasil. Sultan Tidore yang berselisih dengan Ternate kemudian membantu melawan Portugis. Akhirnya, benteng Portugis sanggup dikuasai sehabis Portugis mengalah alasannya dikepung dan kekurangan makanan.
Tokoh dari Tidore yang anti-Portugis ialah Sultan Nuku. Pada tanggal 17 Juli 1780, Pata Alam dinobatkan sebagai vasal dari VOC dengan kewajiban menjaga keamanan di wilayahnya, yaitu Maba, Weda, Patani, Gebe, Salawatti, Missol, Waiguna, Waigen, negeri-negeri di daratan Irian, Pulau Bo, Popa, Pulau Pisang, Matora, dan sebagainya. Di sisi lain, Nuku terus mengadakan perlawanan terhadap Belanda di Ternate dan Tidore.
Pada tahun 1783, Pata Alam menjalankan seni administrasi untuk meraih loyalitas raja-raja Irian. Akan tetapi, usaha tersebut menemui kegagalan, alasannya para utusan dengan pasukan mereka berbalik memihak Nuku. Akhirnya, Pata Alam dituduh oleh Kompeni bersekongkol dengan Nuku. Pata Alam ditangkap dan rakyat pendukungnya dihukum. Peristiwa ini sering disebut Revolusi Tidore (1783).
Untuk mengatur kembali Tidore, pada tanggal 18 Oktober 1783, VOC mengangkat Kamaludin untuk menduduki takhta Tidore sebagai vasal VOC. Di sisi lain, usaha Nuku mengalami pasang surut. Pada tahun 1794, gerakan tersebut menerima dukungan dari Inggris. Sekembalinya dari Sailan, Pangeran Jamaludin beserta angkatannya menggabungkan diri dengan Nuku. Pada tanggal 12 April 1797 Angkatan Laut Nuku muncul di Tidore. Hampir seluruh pembesar Tidore menyerah, kecuali Sultan Kamaludin berserta pengawalnya. Mereka menyerahkan diri ke Ternate. Tidore diduduki oleh Nuku hingga meninggal tanggal 14 November 1805 dan digantikan oleh Zaenal Abidin.
Selanjutnya... Proses Perkembangan Islam di Indonesia (2/2)
Sumber: bse.kemdikbud.go.id
Proses Perkembangan Islam di Indonesia
MARKIJAR: MARi KIta belaJAR