Random post

Friday, July 20, 2018

√ Dunia Binatang (1/3)

Harimau tutul merupakan sisa terakhir kucing besar di Pulau Jawa. Hewan ini merupakan peninggalan prasejarah yang ditemukan di gua-gua. Mereka tersebar tetapi daya jelajahnya kurang. Hewan pemangsa ini gampang menyesuaikan diri, makanannya bermacam-macam, yaitu kelelawar, tikus, dan mamalia besar lainnya.

Dilihat dari perkembangan evolusinya Protozoa mempunyai hubungan filogenetik yang dekat dengan Animalia (dunia hewan). Baik Protozoa maupun Animalia inti selnya telah dibatasi membran (eukariotik). Akan tetapi, dalam perkembangan berikutnya Animalia menunjukkan ciri yang berbeda dan lebih maju daripada Protozoa, alasannya badan Animalia tersusun oleh banyak sel (multiseluler). Di samping itu, pada beberapa filum sel-sel binatang juga telah mengalami diferensiasi menuju jaringan-jaringan dengan fungsi yang khusus. Atas dasar jumlah sel penyusun tubuhnya inilah maka Protozoa dipisahkan dari Animalia dan berdiri sendiri sebagai kingdom Protista.

Ada yang membagi dunia binatang ke dalam dua golongan, yakni binatang bersel satu (monozoa), yaitu Protozoa, dan binatang bersel banyak (metazoa), mencakup binatang selain Protozoa.

Selain bersifat multiseluler dan eukariotik, semua binatang tidak mempunyai kemampuan menghasilkan zat kuliner sendiri. Hal ini dikarenakan binatang tidak mempunyai pigmen penangkap energi cahaya matahari (klorofil), mirip yang dimiliki flora pada umumnya. Karena itu kebutuhan kuliner binatang didapatkan dari lingkungannya, termasuk organisme lain. Jadi, binatang bersifat heterotrof, berbeda dari flora yang bersifat autotrof. Sel-sel binatang juga tidak diperkuat oleh struktur di luar membran sel yang tersusun oleh hemiselulosa dan selulosa, yakni dinding sel, mirip yang dijumpai pada tumbuhan. Jadi, sanggup disimpulkan bahwa semua binatang bersifat eukariotik, multiseluler, heterotrof, dan tidak mempunyai dinding sel.

Secara garis besar, dunia binatang terdiri atas dua kelompok, yaitu Invertebrata (hewan tidak bertulang belakang) dan Vertebrata (hewan bertulang belakang).

A. Invertebrata

Invertebrata mencakup filum Porifera, Coelenterata, Platyhelminthes, Nemathelminthes, Annelida, Mollusca, Arthropoda dan Echinodermata.

1. Porifera

a. Ciri-ciri
Porifera merupakan metazoa, permukaan tubuhnya berpori, dan hidup dalam air, terutama di laut. Bentuk badan mirip vas bunga atau tabung. Dilihat dari jumlah lapisan jaringan embrionalnya Porifera tergolong diploblastik. Pada dinding tubuhnya, lapisan luar terdiri dari sel-sel epidermis atau pinakosit dan lapisan dalam (endodermis) tersusun oleh sel-sel leher atau koanosit. Di antara epidermis dan endodermis terdapat lapisan tengah semacam gelatin, yang di dalamnya terdapat sel-sel ibarat amoeba (amoebosit) dan materi pembentuk rangka tubuh. Lapisan tengah ini sering disebut mesenkim.

Bahan pembentuk rangka badan Porifera ada 2 macam, yaitu spikula dan spongin. Bahan penyusun spikula sanggup berupa zat kapur, atau zat kersik/silica. Bahan penyusun spongin ialah protein. Macam pembentuk rangka badan merupakan salah satu dasar pembagian terstruktur mengenai Porifera. Pori-pori yang terdapat di permukaan badan disebut ostium, merupakan celah tempat masuknya air yang membawa zat makanan. Pori tersebut berlanjut ke rongga badan yang disebut spongosoel atau atrium. Bila air yang masuk ke spongosoel membawa zat makanan, zat-zat ini akan dialirkan dan selanjutnya dicerna oleh sel-sel koanosit, sisanya dibuang kembali ke spongosoel yang karenanya akan dibuang ke luar badan melalui lubang oskulum. Perhatikan dibawah ini:

 Harimau tutul merupakan sisa terakhir kucing besar di Pulau Jawa √ Dunia Hewan (1/3)

b. Reproduksi Porifera
Porifera bersifat hermaprodit, koanosit menghasilkan spermatozoid dan amoebosit menghasilkan ovum. Jika spermatozoid membuahi ovum akan membentuk zigot yang sanggup berkembang menjadi embrio. Embrio akan keluar dari induk melalui oskulum, kemudian menempel di suatu tempat menjadi individu baru. Reproduksi asecual dilakukan dengan membentuk tunas eksternal atau tunas internal (gemmula). Jika kondisi lingkungan buruk, binatang induk mati dan gemmula akan bertahan serta kelak akan tumbuh menjadi individu baru.

Ostium dihubungkan ke spongosoel oleh suatu saluran. Ada tiga tipe saluran air, yaitu:
  • Tipe asconoid: ostium dihubungkan ke spongosoel oleh saluran lurus.
  • Tipe syconoid: ostium dihubungkan ke spongosoel oleh saluran yang bercabang-cabang.
  • Tipe leuconoid/rhagon: ostium dihubungkan oleh saluran bercabang-cabang ke suatu rongga yang tidak berafiliasi eksklusif dengan spongosoel.

c. Klasifikasi Porifera
Menurut materi penyusun spikulanya, Porifera dikelompok- kan menjadi tiga kelas, yaitu:
  • Calcarea, spikula tersusun dari zat kapur/kalsium, tipe saluran airnya asconoid. Contohnya Grantia sp, Leucosolenia sp.
  • Hexactinellida, spikula tersusun dari silikat/kersik, tipe saluran airnya sycon. Contohnya Pheronema sp, Euplectella sp, Hyalonema sp.
  • Demospongia, rangka terdiri dari spikula kersik dan/ atau spongin. Tersusun dari zat kersik atau serabut songin, tipe saluran airnya sycon atau leucon. Contohnya Euspongia sp, Spongilla sp, Euplexaura antipathies (akar bahar).

d. Peranan Porifera
Secara ekonomi Porifera belum banyak diketahui manfaatnya. Sisa spons dari Spongilla sp, maupun Euspongia sp sering dimanfaatkan sebagai spons penggosok mandi, atau spons penggosok untuk membersihkan kaca.

2. Coelenterata

a. Ciri-ciri
Berdasarkan lapisan jaringan embrionya Coelenterata masih tergolong diploblastik. Lapisan luar tubuhnya tersusun oleh sel-sel epidermis dan lapisan dalamnya berupa gastrodermis. Lapisan dalam melapisi rongga gastrovaskuler. Tidak mirip Porifera, Coelenterata hanya mempunyai satu lubang yang berfungsi sebagai lisan sekaligus sebagai anus. Pada lapisan epidermis terdapat sel-sel khusus yang sanggup menghasilkan sengat. Sengat ini berfungsi untuk melumpuhkan mangsa atau membela diri dikala menghadapi musuh. Di antara epidermis dan gastrodermis terdapat lapisan mesoglea yang kadang kala mengandung sel. Kebanyakan Coelenterata hidup di laut, hanya sebagian yang hidup di air tawar. Coelenterata mengalami pergiliran keturunan/metagenesis antara fase polip dan medusa. Polip berbentuk silindris dan pada potongan proksimal menempel di suatu tempat, potongan distal terdapat lisan yang dikelilingi tentakel. Medusa umumnya berbentuk mirip payung, sisi bawah potongan tengah terdapat mulut. Ruang digesti berupa saluran-saluran radial dengan empat cabang utama yang bermuara pada saluran sirkuler.

b. Reproduksi
Coelenterata sanggup berkembang biak secara asecual dan secual. Reproduksi secara asecual dilakukan dengan membentuk tunas, yang kemudian lepas dari induknya dan berkembang menjadi individu baru. Reproduksi secara secual dilakukan dengan membentuk sperma dan ovum yang melebur menjadi zigot, kemudian tumbuh menjadi individu baru. Sebagian hermaprodit (sperma dan ovum dihasilkan oleh individu yang sama), tapi juga ada yang gonochoris (sperma dihasilkan oleh individu yang terpisah dari individu penghasil ovum).

c. Klasifikasi
Coelenterata terdiri dari tiga kelas, yaitu:
1) Hydrozoa: berupa polip, hanya sebagian kecil yang berbentuk medusa dan hidup berkoloni. Habitat Hydrozoa di air tawar, sebagian hidup di laut. Biasanya hidup menempel pada benda yang ada dalam air, contohnya tumbuhan air. Reproduksi asecual Hydrozoa dengan membentuk tunas, adapun reproduksi secual dengan membentuk sperma dan ovum. Hydrozoa kebanyakan hermaprodit, meskipun ada yang gonochoris.
Contohnya:
  • Hydra viridis (Hydra hijau): hidup soliter (tidak berkoloni) di air tawar, contohnya kolam atau sungai berarus tenang.
  • Hydra fusca (Hydra coklat)
  • Hydra attenuate (Hydra bening)
  • Obelia sp: bentuknya mirip batang bercabang, merupakan koloni polip (polip vegetatif dan polip reproduktif). Polip vegetatif mempunyai hidroteka, sedangkan Obelia sp polip reproduktif mempunyai selaput yang disebut gonoteka. Hidup di laut dan mengalami fase medusa. Polip reproduktif membentuk tunas medusa, kemudian tunas medusa lepas dan tumbuh menjadi medusa cukup umur yang bisa membentuk sperma dan ovum. Jadi, Obelia mengalami metagenesis (pergantian keturunan) antara bentuk polip dan medusa.

2) Scyphozoa: bentuk badan mirip mangkuk terbalik. Fase medusa Scyphozoa lebih lebih banyak didominasi dari pada polip. Tempat hidupnya di laut, kebanyakan gonochoris. Scyphozoa mempunyai kelenjar kelamin (gonade) terdapat dalam kantung-kantung ruang gastrikum. Contohnya Aurelia aurita (ubur-ubur).

Dalam hidupnya Aurelia mengalami pergiliran keturunan antara fase polip dan medusa. Aurelia cukup umur merupakan fase medusa. Aurelia jantan menghasilkan sperma dan Aurelia betina menghasilkan ovum. Jika sperma membuahi ovum akan membentuk zigot. Selanjutnya zigot membelah berkalikali membentuk sekumpulan sel berbentuk bola yang dinamakan blastula. Blastula akan tumbuh menjadi larva bersilia (planula). Jika larva ini menemukan tempat yang sesuai akan menetap menjadi polip. Polip tumbuh semakin besar diikuti pembentukan kuncup-kuncup gres (strobilasi). Kuncup-kuncup selanjutnya lepas satu per satu ke air menjadi efira, dan efira menjadi medusa muda. Akhirnya medusa muda akan tumbuh menjadi medusa dewasa.

3) Anthozoa: mencakup hewan-hewan karang dan anemon laut, berbentuk polip. Anthozoa merupakan pembentuk watu karang di laut. Hewan-hewan ini tidak bertangkai, biasanya terbungkus skeleton eksternal yang disebut karang. Batu karang tumbuh dengan baik di perairan tropik bersuhu hangat (20 derajat Celcius atau lebih). Anthozoa mempunyai tentakel yang terdapat di sekitar mulut, jumlahnya banyak. Mulutnya memanjang, bermuara di dalam tabung yang disebut stomodeum. Stomodeum memanjang memasuki rongga gastrovaskuler yang terbagi menjadi beberapa ruang kompartemen oleh pembatas vertikal (mesenteri).
Contoh: Fungia sp, Acrophora sp, Stylophora sp, Euplexaura antipathies (akar bahar), Meandrina sp.

d. Peranan Coelenterata bagi kehidupan
Pertumbuhan watu karang di pantai sanggup menahan pengikisan daratan oleh ombak. Selain itu watu karang merupakan tempat perkembangbiakan biota laut, bahkan pembentuk taman laut yang sangat penting bagi pengembangan objek wisata bahari. Namun kalau pertumbuhannya di laut lepas sanggup mengakibatkan pendangkalan air laut yang mengganggu dan membahayakan pelayaran kapal. Penduduk sekitar pantai biasanya memanfaatkan karang laut sebagai cinderamata, pembuatan taman, atau mengambil watu karang sebagai materi bangunan. Sengat yang dihasilkan oleh binatang Hydrozoa mengganggu kenyamanan dan keamanan para penyelam.

3. Platyhelminthes

a. Ciri-ciri
Platyhelminthes disebut juga cacing pipih. Tubuh pipih, simetri bilateral, terdapat potongan anterior (depan) dan posterior (belakang). Cacing pipih bersifat triploblastik, artinya mempunyai tiga lapisan jaringan embrional, yakni epidermis (lapisan luar), mesodermis (lapisan tengah), dan endodermis (lapisan dalam). Hewan ini ada yang hidup bebas, ada juga yang benalu pada binatang atau manusia. Cacing pipih belum mempunyai rongga badan yang bahwasanya (aselomata). Namun telah mempunyai sistem ekskresi, saraf, dan reproduksi. Cacing yang benalu alat pencernaannya kurang berkembang.

b. Klasifikasi
Filum Platyhelminthes terdiri dari tiga kelas, yaitu kelas Turbellaria, Trematoda, dan Cestoda.
1) Turbellaria
Turbellaria disebut juga cacing berbulu getar. Bentuk badan pipih, habitat di air tawar yang jernih dan tenang, potongan tepi badan ditutupi silia/rambut getar. Contohnya Dugesia sp (Planaria sp).

Planaria bertubuh kecil, simetri bilateral, hidup bebas di air tawar. Permukaan tubuhnya ditutupi silia, kepala berbentuk segitiga. Di potongan kepala terdapat sepasang bintik mata/stigma, otak, dan auricula (semacam cuping telinga). Hewan ini mempunyai sistem saraf tangga tali, di mana terdapat sepasang ganglion otak dengan dua lanjutan serabut saraf memanjang ke arah posterior yang dihubungkan oleh serabut saraf melintang.

Sistem pencernaan terdiri atas mulut, faring, yang berlanjut pada usus yang bercabang-cabang yang disebut gastrovaskuler, tanpa anus. Faring menonjol di sisi ventral dan berakhir dengan lubang mulut. Sistem ekskresi terdiri dari sepasang saluran memanjang yang bermuara pada lubang/pori di permukaan badan yang dinamakan sel api/flame cell. Planaria (Gambar 8.5) dikenal mempunyai daya regenerasi yang tinggi. Jika tubuhnya terpotong atau hilang, potongan tersebut sanggup dipulihkan. Ini merupakan cara reproduksi asecual Planaria. Planaria bersifat hermaprodit, jadi satu individu bisa menghasilkan sperma dan ovum sekaligus.

2) Trematoda
Cacing anggota kelas Trematoda semua bersifat parasit, baik pada binatang maupun pada manusia. Bentuk badan ibarat daun, pipih, mempunyai alat hisap potongan depan (anterior) dan alat hisap sisi perut (posterior). Saluran pencernaan tidak berkembang. Permukaan badan ditutupi oleh kutikula tidak bersilia. Contoh:
  • Fasciola hepatica (cacing hati)
    Cacing ini benalu pada hati domba (jarang pada hati sapi). Dalam daur hidupnya cacing ini menempati badan siput air sebagai inang mediator (hospes intermedier). Cacing ini bersifat hermaprodit. Daur hidup:
    Cacing cukup umur bertelur dalam saluran empedu domba, kemudian telur keluar bersama feses. Jika jatuh di tempat yang sesuai telur akan menetas menjadi larva mirasidium. Selanjutnya mirasidium masuk ke badan siput air (Lymnaea sp), berkembang menjadi sporokista. Secara paedogenesis dalam sporokista terbentuk redia. Selanjutnya redia tumbuh menjadi serkaria (larva berekor), kemudian serkaria keluar dari badan siput, berenang kemudian menempel pada tumbuhan air dan berkembang menjadi metaserkaria. Metaserkaria terbungkus dinding tebal membentuk kista. Jika rumput tergoda ternak, kista pecah kemudian larva menuju saluran empedu (hati) menjadi cacing dewasa.
  • Clonorchis sinensis
    Cacing ini benalu pada hati manusia. Memiliki dua inang perantara, yaitu siput dan ikan. Daur hidupnya hampir sama dengan Fasciola hepatica, hanya metaserkaria masuk ke badan ikan. Banyak menjangkiti orang yang mempunyai kebiasaan makan ikan mentah, mirip di Jepang, Cina, Taiwan, dan Korea.
  • Schistosoma haematobium (cacing darah), hidup dalam saluran darah dan sanggup mengakibatkan anemia.
  • Paragonimus westermani (cacing paru-paru), parasit pada paru-paru.

3) Cestoda
Cestoda disebut juga cacing pita, alasannya bentuk- nya pipih memanjang mirip pita. Tubuh bersegmensegmen, masing-masing segmen disebut proglotid. Proglotid seakan-akan sanggup dipandang sebagai individu tersendiri alasannya mempunyai kelengkapan organ sebagaimana organisme. Oleh alasannya itu segmentasi pada Cestoda dinamakan segmentasi strobilasi. Di potongan anterior terdapat skoleks (kepala) yang dilengkapi dengan kait (rostelum) dan alat isap (sucker). Cacing ini bersifat hermaprodit.

Proglotid cukup umur biasanya terdapat di potongan belakang, jauh dari kepala. Pada proglotid ini mengandung alat reproduksi yang siap berfungsi. Alat pencernaan kurang berkembang, sehingga cacing ini mengambil kuliner dari inang dengan cara absorbsi melalui seluruh permukaan tubuhnya. Contoh:
  • Taenia saginata (cacing pita sapi)
    Cacing cukup umur benalu pada saluran pencer- naan insan dengan inang mediator sapi. Bentuk badan pipih, bersegmen, panjang sanggup mencapai 5 meter atau lebih. Di potongan kepala/skoleks terdapat empat buah alat isap/sucker, tanpa kait/rostelum untuk menempelkan diri pada badan inang. Alat pencernaan tidak berkembang, sehingga cacing jenis ini mengisap kuliner dari inang melalui seluruh permukaan tubuh.
    Proglotid yang telah cukup umur (di dalamnya mengandung embrio) melepaskan diri, dan keluar dari badan inang bersama feses. Bila telur yang mengandung embrio ini tergoda sapi, di usus sapi telur menetas menjadi larva heksakan (berbentuk lingkaran dengan 6 kait). Setelah menembus dinding usus, larva mengikuti ajaran darah menuju jaringan otot lurik. Dalam otot lurik larva berkembang menjadi bentuk kiste, disebut sistiserkus. Jika daging sapi yang mengandung sistiserkus tergoda manusia, dalam lambung sistiserkus hancur tercerna, dan larva keluar, kemudian tumbuh menjadi cacing pita cukup umur dalam usus dua belas jari.
  • Taenia solium (cacing pita babi)
    Cacing ini kalau menjadi benalu pada usus halus manusia. Bentuknya hampir sama dengan Taenia saginata, hanya di potongan kepala terdapat kait/ rostelum, inang perantaranya babi dan berukuran sekitar 3 meter. Cacing ini lebih berbahaya daripada cacing pita sapi.
  • Diphyllobothrium latum, benalu pada manusia, inang mediator ikan.
  • Echinococcus granulosus, benalu pada usus anjing.

c. Peranan Platyhelminthes
Kebanyakan Platyhelminthes merugikan alasannya bersifat parasit, baik pada insan maupun binatang ternak (domba, sapi, babi).

4. Nemathelminthes (cacing gilig)

a. Ciri-ciri
Nama lain Nemathelminthes ialah Nematoda. Cacing yang tergolong dalam filum Nemathelminthes bentuk tubuhnya gilig (bulat panjang), bilateral simetris, tidak bersegmen, triploblastik, dan mempunyai rongga badan semu (pseudoselomata). Sebagian cacing gilig hidup bebas di air atau di tanah, dan sebagian benalu pada binatang atau manusia. Cacing ini berukuran kecil (mikroskopis), dan badan dilapisi kutikula. Saluran pencernaan sempurna, lisan di ujung anterior dilengkapi gigi pengait dan anus di ujung posterior. Cacing ini bernapas secara difusi melalui seluruh permukaan badan dan mempunyai cairan mirip darah sebagai alat transportasi. Reproduksi cacing gilig secara secual, ovipar, dan jenis kelamin terpisah (gonochoris). Cacing jantan berukuran lebih kecil daripada cacing betina.

b. Klasifikasi
Filum Nemathelminthes terdiri dari dua kelas, yaitu:
  • Aphasmidia
  • Phasmidia
Contoh-contoh yang telah dikenal kebanyakan berasal dari kelas Phasmidia, mirip Ascaris lumbricoides, Ancylostoma duodenale, Enterobios vermicularis, Filaria buncrofti, Trichinella spiralis. Berikut ini yang akan dibahas hanya beberapa pola dari Nematoda.

1) Ascaris lumbricoides
Cacing ini benalu pada usus halus manusia. Dikenal sebagai cacing gelang atau cacing perut. Cacing betina berukuran lebih panjang daripada cacing jantan. Panjang tubuhnya sanggup mencapai 25 cm, di- ameter badan sekitar 0,5 cm. Dalam sehari cacing betina bisa menghasilkan hingga 200.000 telur.

Daur hidup Ascaris lumbricoides: Telur keluar bersama feses penderita --> tergoda oleh insan --> menetas menjadi larva dalam usus halus --> larva menembus dinding usus --> ikut ajaran darah ke jantung --> masuk ke paru-paru --> trakea --> tertelan lagi --> lambung --> di usus halus menjadi cacing dewasa.

2) Ancylostoma duodenale
Ancylostoma duodenale disebut juga cacing tambang, banyak ditemukan di tempat pertambangan. Panjang badan cacing ini sekitar 1 hingga 1,5 cm. Parasit pada usus manusia. Dengan gigi-gigi kaitnya cacing ini menambatkan diri pada dinding usus dan mengisap darah dari inangnya, oleh alasannya itu cacing ini sanggup mengakibatkan anemia. Larva cacing ini menginfeksi insan melalui kulit telapak kaki yang tidak beralas. Daur hidup Ancylostoma duodenale:

Telur keluar bersama feses penderita --> di tanah menetas menjadi larva --> larva menembus kulit telapak kaki (tanpa alas) --> ikut ajaran darah ke jantung --> msuk ke paru-paru --> trakea --> tertelan --> lambung --> di usus menjadi cacing dewasa.

3) Enterobios vermicularis
Enterobios vermicularis disebut juga Oxyuris vermicularis atau cacing kremi. Parasit pada usus besar manusia. Jika akan bertelur cacing betina bermigrasi ke tempat sekitar anus sehingga menimbulkan rasa gatal. Bila tanpa sengaja kita menggaruknya, kemudian tanpa basuh tangan maka telur cacing ini sanggup tertelan kembali. Cacing betina panjangnya sekitar 1 cm, sedangkan cacing jantan panjangnya sekitar 0,5 cm.

4) Wuchereria bancrofti
Wuchereria bancrofti disebut juga Filaria bancrofti (cacing filaria). Cacing ini mengakibatkan penyakit kaki gajah (filariasis, elefantiasis), yang ditandai dengan pembengkakan di tempat kaki (dapat juga di organ lain, contohnya skrotum). Banyaknya populasi cacing ini dalam saluran getah bening menimbulkan penyumbatan pada saluran kelenjar getah bening. Dengan adanya penyumbatan ini mengakibatkan penumpukan cairan getah bening di suatu organ. Jika penumpukan terjadi di tempat kaki maka kaki membengkak sehingga ibarat kaki gajah.

5) Trichinella spiralis
Trichinella spiralis benalu pada insan dan binatang (tikus, anjing, babi). Infeksi alasannya cacing ini dinamakan trichinosis. Nemathelminthes bersifat triploblastik pseudoselomata, badan gilig, tidak bersegmen. Jenis kelaminnya gonochoris. Cacing ini mempunyai sistem pencernaan sempurna. Sistem pernapasannya secara difusi melalui permukaan tubuh. Alat ekskresi berupa nefridium sistem saraf tangga tali.

c. Peranan Nemathelminthes
Banyak cacing Nemathelminthes yang merugikan, alasannya benalu pada insan dan binatang sanggup mengakibatkan ascariasis, filariasis, trichinosis, dan anemia.

5. Annelida

a. Ciri-ciri
Cacing yang tergolong dalam Annelida tubuhnya bersegmen, triploblastik (memiliki tiga lapisan jaringan embrional, yakni ektoderm, mesoderm, dan endoderm), selomata (memiliki rongga badan yang sebenarnya). Habitat Annelida tersebar di darat, air tawar, maupun di laut. Sebagian hidup bebas, beberapa di antaranya ada yang hidup sebagai parasit. Sistem pencernaan, saraf, ekskresi, dan reproduksinya telah berkembang dengan baik. Sebagian cacing ini mempunyai jenis kelamin terpisah (diesis, gonochoris), dan sebagian hermaprodit. Umumnya cacing ini menghasilkan larva bersilia yang disebut trokofor dan mempunyai cairan semacam darah yang beredar dalam sistem sirkulasi dengan sistem peredaran tertutup.

b. Klasifikasi
Filum Annelida terdiri dari tiga kelas, yakni Polychaeta, Oligochaeta, dan Hirudinae.
1) Polychaeta
Cacing anggota kelas ini bertubuh memanjang, agak pipih dosiventral, bersegmen, dan panjang badan sanggup mencapai 30 cm. Hidupnya di sekitar pantai, dalam pasir atau pada lubang-lubang batuan di tempat pasang surut. Polychaeta biasanya aktif pada malam hari. Di sisi lateral segmen pada badan cacing ini terdapat rambut-rambut (setae) yang mengelompok membentuk parapodia (kaki rambut). Parapodia ini dipakai untuk menggali pasir atau celah-celah batuan. Sistem pencernaannya lengkap, terdiri dari mulut-esofagususus (ventrikulo-intestinal) dan anus. Pernapasan cacing ini berlangsung secara difusi melalui seluruh permukaan kulit.

Sistem sirkulasi terdiri atas pembuluh darah dorsal dan pembuluh darah ventral yang dihubungkan oleh kanal-kanal dalam tiap segmen. Darah Polychaeta berwarna merah, alasannya mengandung pigmen merah hemoglobin. Sistem ekskresinya dengan sepasang nefridium pada setiap segmen, kecuali segmen pertama dan terakhir. Sistem sarafnya tangga tali terdiri atas ganglion serebral atau ganglion supraesofageal (sebagai otak) yang terdapat di potongan dorsal kepala dan saraf ventral. Ganglion supraesofageal dihubungkan dengan ganglion subesofageal oleh dua saraf sirkumesofageal. Reproduksinya secara secual kelaminnya jenis (gonochoris), fertilisasi pada cacing ini terjadi secara eksternal dalam air dan menghasilkan larva trokofor. Contohnya: Nereis sp.

2) Olygochaeta
Cacing dalam kelas ini tubuhnya gilig, bersegmen, panjang badan antara 10 hingga 25 cm. Tempat Olygochaeta di darat atau di air tawar. Tiap segmen tubuhnya terdapat sedikit setae, tanpa parapodia. Mulutnya terdapat di ujung anterior, anus di ujung posterior. Saluran pencernaannya terdiri dari lisan dan esofagus, tembolok (ingluvies), lambung tebal, usus halus-anus. Bagian dorsal usus halus cacing ini terdapat lipatan internal yang disebut tiflosol. Pada esofagusnya terdapat tiga pasang kelenjar berkapur. Pernapasan pada Olygochaeta secara difusi melalui permukaan badan yang dilapisi kutikula dikala basah. Peredaran darahnya tertutup (tubuler) dengan lima pasang jantung berotot, pembuluh darah dorsal dan pembuluh darah ventral. Darah dipompa dari jantung melalui pembuluh darah dorsal ke pembuluh darah ventral, kemudian ke jaringan tubuh, dan kembali lagi ke jantung. Cairan darah berwarna merah alasannya plasmanya mengandung pigmen hemoglobin yang larut. Sistem ekskresi terdiri atas sepasang nefridium di setiap segmen, kecuali segmen pertama dan terakhir. Sistem saraf tangga tali. Pada cacing yang telah cukup umur secara secual, pada segmen ke-32 dari anterior sebanyak enam atau tujuh segmen terdapat pembengkakan lunak yang disebut klitelum.
Contohnya: Lumbricus terrestris (cacing tanah), Pheretima sp (cacing tanah).

Cacing tanah bersifat hermaprodit, meski demikian cacing tanah tidak bisa membuahi diri sendiri (self fertilizing). Kopulasinya berlangsung secara resiprokal, terjadi kopulasi antara dua cacing dan saling bertukar sperma, kemudian sperma ditampung dalam kantung sperma (vesicular seminalis). Setelah fertilisasi terbentuk kokon, kira-kira di tempat sekitar klitelum. Selanjutnya sperma membuahi ovum membentuk zigot. Zigot-zigot yang terbentuk berkembang menjadi cacingcacing kecil dalam kokon. Kokon biasanya diletakkan dalam tanah yang lembap supaya cacing-cacing yang masih kecil tetap bisa bertahan hidup.

3) Hirudinae
Cacing anggota kelas ini biasanya hidup sebagai benalu atau bahkan predator. Tubuhnya pipih dorsiventral, terdiri atas sekitar 33 segmen, mempunyai alat isap anterior dan posterior. Jenis kelamin Hirudinae ialah tidak mempunyai setae dan parapodia, tetapi hermaprodit, kopulasi secara resiprok mirip pada cacing tanah. Fertilisasinya internal dan zigot berkembang dalam kokon. Mulut terdiri atas tiga buah rahang dari kitin yang tersusun dalam segitiga. Pada badan cacing ini menghasilkan zat anti koagulan, darah yang diisap sanggup mencapai 3 kali berat tubuhnya, dan gres habis dicerna sehabis 3 bulan. Saluran pencernaannya terdiri dari lisan (alat isap)-lambung, usus, rektum, anus. Respirasinya secara difusi melalui seluruh permukaan tubuh. Sistem sarafnya tangga tali, ganglion ventral lebih jelas, ganglion serebral lebih kecil. Alat ekskresinya berupa nefridia, terdapat pada ruas ke-7 hingga ruas ke-23. Contohnya: Hirudo medicinalis (lintah), Haemadipsa (pacet).

c. Peranan Annelida
Dalam bidang pertanian cacing tanah membantu degradasi sampah organik menjadi zat anorganik dan memperbaiki aerasi (pengudaraan) tanah. Dengan demikian cacing tanah sanggup meningkatkan kualitas tanah pertanian. Banyak juga yang membudidayakan cacing tanah untuk materi pembuatan konsentrat kuliner ternak, khususnya ikan. Bahkan serbuk cacing tanah yang biasanya dikemas dalam kapsul diyakini sebagai obat tipes yang mujarab. Pada zaman dulu lintah dipergunakan dalam bidang kedokteran, terutama untuk menyedot darah kotor atau cairan nanah dari potongan badan tertentu. Di alam bebas lintah bersifat ektoparasit yang merugikan bagi hewan, bahkan insan alasannya sanggup mengakibatkan kehilangan darah.

Selanjutna... Dunia Hewan (2/3)   ||   Dunia Hewan (3/3)

Sumber : bse.kemdikbud.go.id

Materi Biologi Sekolah Menengan Atas - Dunia Hewan
MARKIJAR : MARi KIta belaJAR


Sumber http://www.markijar.com/