Random post

Sunday, September 30, 2018

√ Mengenai Hormatilah Orang Yang Berpuasa

Lagi puyeng aja kali nih otak, habis kesetrum sama persaman Weight Distribution Approximation yang diturunkan di kelas Liquid State Theory pagi ini. Makara yaudah lah, daripada malas-malasan di Lab (idealnya sih baca buku atau ikut kuliah di Youtube), yaudah lebih baik menulis.


Belakangan sedang ramai sekali kasus ibu-ibu akseptor fatwa dana hasil melanggar perda. Emm.. Enak nihh jikalau kita juga ngelanggar perda. Setidaknya kita bakalan terkenal dan diberi apresiasi, kan ini masih sama menyerupai yang saya bilang, jikalau yang bohong, yang melanggar, yang brengsek akan diapresiasi oleh media kita (read: Termakan HOAX Lagi).


 


Hormatilah Orang yang Berpuasa


Hal yang menarik dari kasus yang terjadi di bulan Ramadhan ini yaitu selain semakin populernya slogan “Hormatilah orang yang tidak berpuasa” yaitu ramainya pernyataan “Orang berpuasa kok minta dihormati”.


Menurutku sih nggak ada yang salah dengan pernyataan “Hormatilah orang yang berpuasa”. Karena pernyataan ini bukan berarti kita aneh hormat, atau kepengen dihormati. Nggak! Menurutku pernyataan ini sangat dalam maknanya. Maknanya bahwasannya orang yang berpuasa sedang diuji, alangkah baiknya jikalau kita jangan menambah berat ujiannya.


Banyak orang mempunyai persepsi yang sangat dangkal mengenai pernyataan ini. Bahwasanya “Hormatilah orang yang berpuasa” itu sekedar “Jangan makan di depan orang yang berpuasa”. Ini kan salah kaprah.


Hormatilah orang yang berpuasa ini punya makna yang lebih dalam. Karena makan bukanlah satu-satunya hal yang membatalkan orang puasa. Artinya “Jangan menciptakan murka orang yang sedang berpuasa”, “Jangan berpakaian minim lantaran orang yang berpuasa harus menjaga hawa nafsunya” dan mengingatkan akan etika-etika lainnya ketika berafiliasi dengan orang yang sedang berpuasa. Apakah manja? Nggak juga, masuk akal kok jikalau orang yang diuji berharap jikalau ujiannya tidak bertambah.


 


Harap Tenang Ada Ujian


Ini nggak ada bedanya dengan ketika ujian lalu di depan sekolah akan ditulis “Harap tenang, ada ujian”. Bukan berarti belum dewasa yang ada di sekolah pada manja kan? Pun ini juga bukan berarti belum dewasa yang ujian itu mita dihargai ataupun dihormati. Tapi mereka cuma perlu suasana yang hening untuk dapat menuntaskan ujiannya dengan baik.


Ketika belum dewasa ujian, kita yang berada di luar ruangan tidak dapat membantu mereka. Hal paling minimal yang dapat kita lakukan yaitu diam, berusaha untuk tidak mengganggu mereka. Hanya itu! Orang yang berpuasa, menyerupai itu pula. Puasa yaitu ujian dimana ini ibadah hanya antara tiap-tiap orang dengan Tuhannya. Kita nggak dapat bantu apa-apa. Hal paling minim yang dapat kita lakukan yaitu untuk tidak menngganggu mereka, tidak menambah ujiannya.


Jika ketika ujian itu ada sebuah konser (yang sangat ribut) di depan sekolahan. Apakah belum dewasa tidak terganggu? (Omong kosong jikalau nggak!). Kalau ketika ujian matematika orang-orang berteriak perihal rumus persmaan linier padahal soal yang harus mereka selesaikan yaitu presamaan kuadrat. Masih yakin jikalau nilai mereka akan bagus?


Jelas saja untuk siswa terbaik di kelas mungkin seberapapun ributnya dunia luar, nggak akan ada pengaruhnya dengan nilainya. Tapi apa yakin seisi kelas tidak akan terpengaruh? Kalau saya sih terperinci aja bakalan ada dalam formasi paling bawah pada daftar nilai ujian ini. XD


 


Iman Kita Nggak Kuat Blass Kok


Jadi sekali lagi jangan seenaknya menyampaikan “Kalau iktikad kita kuat, walau bagaimanapun puasa kita nggak akan batal”.


Aku tekankan yah, Iman kita lemah! Buktinya aneka macam kemungkaran dan kita cuma dapat membenci dalam hati, atau hanya berceloteh di FB ataupun blog (seperti aku).


Berada jauh sekali dari Indonesia menciptakan saya rindu goresan pena “Hormatilah orang yang sedang berpuasa”. Bukan dalam arti saya ingin dihormati disini, tetapi dalam arti saya memohon sekali untuk tidak menambah ujianku.


Disini sekalipun puasa 16 jam, bahkan kadang nggak sahur, bukan problem buatku. Saat ini sedang ekspresi dominan panas, bukan terik matahari dan rasa haus ujiannya, tapi wanita-wanita diluar keliaran dengan busana sesukanya. Akhirnya saya menentukan mengurung diri di Lab pada siang harinya. Dan pada point itulah saya sadar betapa pentingnya goresan pena “Hormatilah orang-orang yang sedang berpuasa”. Ahh.. memang selevel itulah imanku, iktikad kerupuk, yang gampang melempem jikalau kena air.




Sumber https://mystupidtheory.com