Random post

Wednesday, February 8, 2017

√ Kekerabatan Antara Gaya Kepemimpinan Dengan Kinerja Karyawan


HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN KINERJA KARYAWAN √ HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN KINERJA KARYAWAN
GAYA KEPEMIMPINAN 
        
      Salah satu faktor pendukung keberhasilan dan kemajuan sebuah organisasi atau perusahaan ialah faktor sumber daya manusia. Tingkat keberhasilan sumber daya insan sanggup diukur melalui suatu penilaian kinerja karyawan dengan aturan, model dan sistem yang telah ditentukan dan berbeda-beda pula. Tinggi rendahnya angka hasil penilaian kerja sebanding dengan tinggi rendahnya tingkat kualitas kinerja karyawan itu sendiri yang sanggup dipengaruhi oleh beberapa faktor.

        Dalam artikel kali ini penulis ingin memperlihatkan contoh salah satu faktor yang sanggup mempengaruhi kinerja karyawan, baik secara teori yang disampaikan oleh beberapa mahir maupun yang telah dibuktikan oleh beberapa peneliti. Salah satu faktor yang sanggup mempengaruhi kinerja karyawan ialah gaya kepemimpinan.

Dengan demikian sanggup dimaknai bahwa ada kekerabatan antara gaya kepemimpinan dengan kinerja karyawan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka artikel ini akan memaparkan secara rinci perihal teori dan implementasi dari gaya kepemimpinan yang sanggup mempengaruhi kinerja karyawan. Selain itu artikel ini juga menampilkan beberapa contoh penelitian yang sanggup membuktikan dan memperkuat teori bahwa ada kekerabatan antara gaya kepemimpinan dan kinerja karyawan.

1. GAYA KEPEMIMPINAN
        
         Setiap pemimpin mempunyai gaya dalam kepemimpinannya masing-masing dalam perjuangan memperlihatkan efek kepada bawahannya. Gaya kepemimpinan yang dipraktekkan selain tergantung dari huruf atau sifat para pelaku pemimpin itu sendiri juga sanggup dipengaruhi oleh karakteristik bawahan dan lingkungan kerja.

        Sebelum membahas lebih dalam lagi wacana gaya kepemimpinan ada baiknya kita memahami terlebih dahulu  tentang kepemimpinan.

A.  PENGERTIAN  KEPEMIMPINAN
         
    Menurut Robins (2006:432), menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok menuju pencapaian sasaran.
Nurkolis (2005 :153), menyatakan bahwa kepemimpinan dipahami dalam dua pengertian, yaitu sebagai kekuatan untuk menggerakkan orang dan mempengaruhi orang.
Rivai (2009:2), menyatakan kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan.

Yukl (2007:8) bahwa  kepemimpinan ialah proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan baiklah dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana kiprah itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

      Mullins (2000:377) dalam Minavand (2013:44), menyebutkan “leadership style as “the way in which the functions of leadership are carried out and the manner that a manager chooses to behave towards employee. Different theories of leadership have introduced several styles of leadership. Nevertheless, the current study focuses on behavioral theory and the leadership styles introduced by this theory. Leadership style is a behaviorally oriented approach to understand the concept of leadership. Subordinates, normally look at their leaders behavior as their style of leadership”.

       Hogan et all. (1994:86) dalam Emad (2014:115), menyebutkan “leadership as involves persuading other people to set a side for a period of time their individual concerns and to pursure a common goal that is important for the responsibilities and welfare of agroup.
           
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka sanggup dimaknai bahwa kepemimpinan merupakan proses dan kemampuan seseorang dalam memperlihatkan efek dan contoh-contoh pada orang lain atau bawahannya untuk mencapai tujuan tertentu, sehingga perusahaan yang menginginkan tujuannya sanggup tercapai dengan baik, maka diharapkan seorang pemimpin yang mempunyai kemampuan dalam hal kepemimpinan yang baik atau berkualitas.

B. TEORI PENDEKATAN KEPAMIMPINAN
           
      Menurut Yukl (2007:12), menyatakan bahwa teori atau pendekatan kepemimpinan digolongkan kedalam 5 pendekatan yaitu:
1)  Pendekatan ciri atau sifat.
          Pendekatan ciri menekankan pada sifat pemimpin ibarat kepribadian, motivasi, nilai, dan keterampilan yang menentukan efektivitas pemimpin. Asumsi yang dipakai beberapa orang mempunyai talenta memimpin yang tercermin dari ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain. Pendekatan ciri berusaha menemukan banyak sekali ciri yang menjamin keberhasilan kepemimpinan.

2)  Pendekatan perilaku.
        Pendekatan perilaku muncul jawaban ketidakpuasan terhadap pendekatan ciri dan  lebih menekankan pada apa yang senyatanya dilakukan oleh manajer dalam pekerjaannya dan bagaimana cara melakukannya.

Pendekatan sikap terbagi dalam dua kategori:
a)  Apa yang senyatanya dilakukan oleh pemimpin. Perhatiannya pada pola aktivitas, fungsi spesifik dari pekerjaan seorang manajer. Pendekatan ini menghasilkan konsep wacana kiprah manajer.
b) Bagaimana cara pemimpin melakukannya. Perhatian pada upaya identifikasi sikap pemimpin yang fektif, sehingga hal ini menghasilkan konsep wacana gaya kepemimpinan.

3)  Pendekatan Kekuasaan-pengaruh.
      Pendekatan ini mefokuskan pada penelitian untuk menguji proses efek yang terjadi antara pemimpin dengan pengikutnya. Kekuasaan dilihat sebagai sesuatu yang penting bukan saja untuk mempengaruhi bawahan tetapi juga mempengaruhi siapa saja yang sanggup memperlihatkan derma atas tercapainya tujuan, ibarat rekan kerja, atasan, pemasok, dan sebagainya.

4)  Pendekatan Situasional
       Pendekatan situasional menekankan faktor konstektual yang mempengaruhi proses kepemimpinan. Pendekatan ini berangkat dari perkiraan bahwa tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang cocok dengan semua situasi. Variabel situasional yang penting adalah seperti karakeristik bawahan, sifat pekerjaan pemimpin, jenis organisasi, dan sifat lingkungan eksternal.

5)  Pendekatan Terpadu
     Pendekatan ini memakai lebih dari satu jenis variabel kepemimpinan dalam mengkaji efektivitas kepemimpinan dan contoh pendekatan ini ialah konsep diri pemimpin yang kharismatik yang berusaha menjelaskan mengapa pengikutnya bersedia memperlihatkan derma yang luar biasa dan memperlihatkan pengorbanan pribadi untuk mencapai tujuan bersama.

C. PERANAN DAN FUNGSI KEPEMIMPINAN

Menurut Thoha (2007:52), peranan dan fungsi kepemimpinan dalam hubungannya dengan peningkatan kegiatan dan efisiensi organisasi atau perusahaan meliputi 4 fungsi yaitu sebagai berikut :

1) Fungsi kepemimpinan sebagai inovator
         Pemimpin sebagai innovator, pemimpin harus mampu mengadakan banyak sekali inovasi-inovasi baik yang menyangkut pengembangan produk, sistem administrasi yang efektif dan efisien, maupun dibidang konseptual yang keseluruhannya dilaksanakan dalam upaya mempertahankan dan atau meningkatkan kinerja perusahaan.

2) Fungsi kepemimpinan sebagai komunikator
    Pemimpin sebagai komunikator, pemimpin harus bisa memberikan maksud dan tujuan komunikasi yang dilakukan secara baik kepada seseorang atau sekelompok karyawan sehingga timbul pengertian di kalangan mereka. Pemimpin pun harus bisa memahami, mengerti dan mengambil intisari pembicaraan-pembicaraan orang lain atau bawahannya.

3) Fungsi kepemimpinan sebagai motivator
Pemimpin sebagai motivator, pemimpin merumuskan dan melaksanakan banyak sekali budi yang mengarah kepada upaya mendorong karyawan untuk melaksanakan sesuatu kegiatan tertentu sesuai dengan kiprah dan tanggung jawabnya yang bisa memperlihatkan sumbangan terhadap keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan.

4)  Fungsi kepemimpinan sebagai kontroler

Pemimpin sebagai kontroler (pengendali), pemimpin melaksanakan fungsi pengawasan terhadap banyak sekali kegiatan perusahaan biar terhindar dari penyimpangan baik terhadap pemakaian sumber daya maupun dalam pelaksanaan rencana dan atau acara kerja perusahaan sehingga pencapaian tujuan menjadi efektif dan efisien.

Menurut Habsari (2008:12), menyatakan bahwa kepemimpinan yang efektif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a)    Memperhitungkan minat hingga hasil akhir,
b)    Memahami bahwa hasil ialah selalu penilaian terakhir,
c)    Memiliki semangat menuntaskan masalah,
d)    Lebih demokratis dari pada autotity,
e)    Memberikan kesempatan untuk mencapai potensi setiap orang,
f)     Memiliki Etika dan oral yang tinggi, dan
g)    Mengambil tanggung jawab terhadap hasil tim.


D. PENGERTIAN GAYA KEPEMIMPINAN

            Mulyadi dan Rivai (2009;73),  menyatakan bahwa pemimpin dalam kepemimpinanya perlu memikirkan dan memperlihatkan gaya kepemimpinan yang akan diterapkan kepada pegawainya. Gaya kepemimpinan yaitu norma sikap yang dipakai oleh seseorang pada ketika orang tersebut mencoba mempengaruhi sikap orang lain.

Tjiptono (2006:161) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan ialah suatu cara yang dipakai pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya.
    
       Menurut Nawawi (2005:15) gaya kepemimpinan ialah sikap atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan sikap para anggota organisasi atau bawahannya.

Berdasarkan beberapa pendapat para mahir tersebut sanggup disebutkan bahwa gaya kepemimpinan ialah suatu cara, strategi, dan sikap yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya biar bertindak ibarat yang diinginkan untuk mencapai tujuan.

E. JENIS-JENIS GAYA KEPEMIMPINAN

Menurut White & Lippit (1930) dalam Luthans (2006:682), menyatakan bahwa jenis-jenis gaya kepemimpinan terdiri dari 3 macam yaitu :

1)    Gaya kepemimpinan Otokratis
Gaya kepemimpinan otokratis di mana pemimpin menentukan sendiri “policy” dan dalam rencana untuk kelompoknya, menciptakan keputusan-keputusan sendiri namun mendapatkan tanggung jawab penuh. Bawahan harus patuh dan mengikuti perintahnya, jadi pemimpin tersebut menentukan atau mendiktekan kegiatan dari anggotanya.
      
Kebaikan dari gaya kepemimpinan otokratis ialah sebagai berikut :
a)    Keputusan sanggup diambil secara tepat.
b)    Tipe ini baik dipakai pada bawahan yang kurang disiplin, kurang inisiatif, bergantung pada atasan dan kurang kecakapan.
c)    Pemusatan kekuasaan, tanggung jawab serta menciptakan keputusan terletak pada satu orang yaitu pemimpin.

Kelemahan dari gaya kepemimpinan otokratis ialah sebagai berikut :
a)    Dengan tidak diikut sertakannya bawahan dalam mengambil keputusan atau tindakan,  maka bawahan tersebut tidak sanggup mencar ilmu mengenai hal tersebut.
b)    Kurang mendorong inisiatif bawahan dan sanggup mematikan inisiatif bawahan.
c)    Dapat menimbulkan rasa tidak puas dan tertekan.
d)    Bawahan kurang bisa mendapatkan tanggung jawab dan tergantung pada atasan.

 2)    Gaya kepemimpinan Demokrasi (Demokratis)

Gaya kepemimpinan demokratis di mana pemimpin sering mengadakan konsultasi dengan mengikuti bawahannya dan aktif dalam menentukan rencana kerja yang berafiliasi dengan kelompok. Pemimpin ibarat moderator atau koordinator dan tidak memegang peranan ibarat pada kepemimpinan otoriter. Partisipan dipakai dalam kondisi yang tepat akan menjadikan hal yang efektif, maksudnya supaya sanggup memperlihatkan kesempatan pada bawahannya untuk mengisi atau memperoleh kebutuhan egoistisnya dan memotivasi bawahan dalam menuntaskan tugasnya untuk meningkatkan produktivitasnya.

Kebaikan dari gaya kepemimpinan demokratis ialah :
a)  Memberikan kebebasan lebih besar kepada kelompok untuk megadakan kontrol terhadap supervisor.
b)    Merasa lebih bertanggung jawab dalam menjalankan pekerjaan.
c)  Produktivitas lebih tinggi dari apa yang diinginkan administrasi dengan catatan bila situasi memungkinkan.
d)    Lebih matang dan bertanggung jawab terhadap status dan pangkat yang lebih tinggi.
     
Kelemahan dari gaya kepemimpinan demokratis ialah :
a)    Harus banyak membutuhkan koordinasi dan komunikasi.
b)    Membutuhkan waktu yang relatif usang dalam mengambil keputusan.
c)    Memberikan persyaratan tingkat “skilled” (kepandaian) yang relatif tinggi bagi pimpinan.
d)  Diperlukan adanya toleransi yang besar pada kedua belah pihak lantaran sanggup menimbulkan perselisihan.

3)    Gaya kepemimpinan Bebas (Laissez Faire)
Gaya kepemimpinan ini memakai gaya kepemimpinan kendali bebas. Pendekatan ini bukan berarti tidak adanya sama sekali pimpinan, namun pemimpin berasumsi bahwa suatu kiprah disajikan kepada kelompok yang biasanya menentukan teknik-teknik mereka sendiri guna mencapai tujuan tersebut dalam rangka mencapai sasaran-sasaran dan kebijakan organisasi. Pemimpin melaksanakan kiprahnya atas dasar kegiatan kelompok dan pimpinan kurang mengadakan pengontrolan terhadap bawahannya.

   Kebaikan dari gaya kepemimpinan bebas ialah sebagai berikut :
a) Ada kemungkinan bawahan sanggup menyebarkan kemampuannya, daya kreativitasnya untuk memikirkan dan memecahkan duduk kasus serta menyebarkan rasa tanggung jawab.
b)  Bawahan lebih bebas untuk memperlihatkan duduk kasus yang dianggap penting dan tidak bergantung pada atasan sehingga proses yang lebih cepat.
  
Kelemahan dari gaya kepemimpinan bebas ialah sebagai berikut :
a)  Bila bawahan terlalu bebas tanpa pengawasan, ada kemungkinan terjadi penyimpangan dari peraturan yang berlaku dari bawahan serta sanggup mengakibatkan salah tindak dan memakan banyak waktu bila bawahan kurang pengalaman.
b) Pemimpin sering sibuk sendiri dengan tugas-tugas dan terpisah dari bawahan. Beberapa tidak menciptakan tujuan tanpa suatu peraturan tertentu.
c) Kelompok sanggup mengkambing hitamkan sesuatu, kurang stabil, frustasi, dan merasa kurang aman.

F. DIMENSI PENGUKURAN GAYA KEPEMIMPINAN

Dimensi pengukuran gaya kepemimpinan ada majemuk dan dalam artikel ini penulis mengambil satu contoh dimensi pengukuran dari White & Lippit (1930) dalam Luthans (2006:682).

Gaya kepemimpinan terdiri dari 3 macam yaitu :

1)  Gaya kepemimpinan Otokratis
Gaya kepemimpinan Otokratis pemimpin menentukan sendiri “policy” dan dalam rencana untuk kelompoknya, menciptakan keputusan-keputusan sendiri namun mendapatkan tanggung jawab penuh. Bawahan harus patuh dan mengikuti perintahnya, jadi pemimpin tersebut menentukan atau mendiktekan kegiatan dari anggotanya.

Kepemimpinan otokratis juga terjadi adanya keketatan dalam pengawasan, sehingga sulit bagi bawahan dalam memuaskan kebutuhan egoistisnya. Persepsi karyawan dalam organisasi terhadap gaya kepemimpinan otokratis diukur melalui gaya pimpinan yang menganggap perusahaan sebagai milik pribadinya, tidak mau mendapatkan saran dari bawahan, mengatur bawahan sesuai kehendaknya, dan mengawasi bawahan secara ketat.

2)  Gaya kepemimpinan Demokrasi (Demokratis)
  Gaya kepemimpinan demokratis, di mana pemimpin sering mengadakan konsultasi dengan mengikuti bawahannya dan aktif dalam menentukan rencana kerja yang berafiliasi dengan kelompok. Partisipan dipakai dalam kondisi yang tepat akan menjadikan hal yang efektif dengan memperlihatkan kesempatan pada bawahannya untuk mengisi atau memperoleh kebutuhan egoistisnya dan memotivasi bawahan dalam menuntaskan tugasnya untuk meningkatkan produktivitasnya.

Pemimpin mencoba mengutamakan “human relation” (hubungan antar manusia) yang baik dan mengerjakan secara lancar. Persepsi karyawan dalam organisasi terhadap gaya kepemimpinan demokratis diukur melalui gaya pimpinan yang bahagia mendapatkan saran dari bawahan, menyelaraskan tujuan karyawan dengan tujuan organisasi, sering berkonsultasi dengan bawahan, dan selalu memotivasi dan menjalin baik dengan bawahan.

3)  Gaya kepemimpinan Bebas (Laissez Faire),
  Gaya kepemimpinan bebas, di mana pemimpin melaksanakan kiprahnya atas dasar kegiatan kelompok dan pimpinan kurang mengadakan pengontrolan terhadap bawahannya. Pemimpin meletakkan tanggung jawab keputusan sepenuhnya kepada para bawahannya, dan sedikit saja atau hampir tidak sama sekali memperlihatkan pengarahan.

Pemimpin pada gaya ini sifatnya positif dan seakan-akan tidak bisa memperlihatkan efek kepada bawahannya. Persepsi karyawan dalam organisasi terhadap gaya kepemimpinan bebas diukur melalui gaya pemimpin yang selalu membiarkan bawahan bekerja sesuai dengan harapan masing-masing, memperlihatkan semua tanggung jawab kepada bawahan, memperlihatkan kebebasan kepada bawahan dalam menuntaskan pekerjaan, kurang mengontrol bawahan dan sering meninggalkan lokasi proyek.

2. KINERJA KARYAWAN

            Kinerja karyawan merupakan sesuatu hal yang sangat penting menerima perhatian dari manajemen perusahaan, khususnya kinerja karyawan. Kinerja  karyawan yang baik dapat membawa perusahaan pada pencapaian tujuan yang diharapkan.

Kinerja karyawan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan, yaitu kinerja tinggi, menengah atau rendah. Dengan kata lain kinerja karyawan dapat dikelompokkan yaitu kinerja karyawan yang melampaui target, sesuai sasaran atau di bawah target. Dengan demikian kinerja karyawan dapat dimaknai sebagai keseluruhan “unjuk kerja” dari seorang karyawan dalam perusahaan.

A.   Pengertian Kinerja Karyawan

     Menurut Wirawan (2009:14), bahwa kata kinerja merupakan kependekan dari kinetika energi kerja yang padanannya dalam bahasa Inggris ialah performance, yang sering di Indonesiakan menjadi kata performa. Kinerja juga merupakan keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.

Mangkunegara (2009:9), menyebutkan bahwa kinerja ialah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
    
Tika (2006:121), menyebutkan bahwa kinerja merupakan hasil-hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh banyak sekali faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Prawirosentono (2008:2), menyatakan kinerja ialah hasil kerja yang sanggup dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal tidak melanggar aturan dan sesuai dengan moral maupun etika.

 Jawahar (2007:171) dalam Awan (2012:46), menyebutkan “Performance means the outcomes of the employees about their work and objectives align with the organization’s goals and objectives that are achieved by the employees to work effectively, efficiently and motivation and work performance of the employees measuring using different techniques of performance appraisal system. Currently the most of studied are conducting to measure the performance by reactions of user to performance appraisal”.
    
Zainur (2010:41), mendefinisikan kinerja sebagai keseluruhan proses bekerja dari individu yang alhasil sanggup dipakai landasan untuk menentukan apakah pekerjaan individu tersebut baik atau sebaliknya. Hasibuan (2009:94), menyebutkan bahwa kinerja ialah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan, serta waktu. Rivai (2005:309), menyebutkan bahwa kinerja merupakan sikap faktual yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan kiprahnya dalam perusahaan.
  
Pengertian karyawan dalam Kamus besar bahasa Indonesia (2008:629), disebutkan bahwa karyawan ialah orang yang bekerja pada suatu forum (kantor, perusahaan, dsb) dengan menerima honor atau upah. Hasibuan (2009:12), mendefinisikan karyawan sebagai penjual jasa (pikiran dan tenaga) dan mendapatkan kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu, serta wajib dan terikat untuk mengerjakan pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh kompensasi sesuai perjanjian.
    
 Klasifikasi tenaga kerja dalam proyek berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dibagi berdasarkan kemampuan seseorang dilandasi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap kerja mencakup tenaga mahir yang terdiri dari tenaga mahir utama, ahli madya, dan mahir muda; dan tenaga terampil yang terdiri dari teknisi senior, teknisi junior, dan tenaga terampil. Berdasarkan jenisnya, tenaga kerja konstruksi di lapangan dikelompokkan atas tenaga buruh atau pekerja lapangan dan tenaga pengawas atau penyelia. Berdasarkan tingkat kemampuan, tenaga kerja dikelompokkan atas tenaga kerja terdidik tenaga kerja terlatih, dan tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih. Site manager adalah orang yang bertanggung jawab atas semua operasi di lapangan dan memastikan pelaksanaan di lapangan terealisasi tepat waktu sesuai kontrak yang disepakati bersama dengan pemilik (Ariadi, dkk, 2012).
    
Harris (2011:4), menyatakan bahwa dalam bidang properti karyawan atau tenaga kerja ialah semua orang yang terlibat dalam pelaksanaan suatu proyek, baik dari yang ahli/profesional hingga tenaga kerja pemborong/buruh. Penempatan tenaga kerja harus diadaptasi antara keahlian tertentu sehingga pekerjaan yang dihasilkan manjadi efisien dan efektif.

Tenaga kerja dibagi beberapa kepingan sebagai berikut.
1)    Tenaga kerja ahli, yaitu mencakup tenaga pelaksana yang tingkat pendidikannya sarjana, sarjana muda dan mempunyai pengalaman dibidang masing-masing.

2)    Mandor, yang dituntut untuk mempunyai pengetahuan teknis dalam taraf tertentu, misalnya: sanggup membaca gambar konstruksi, sanggup menciptakan perhitungan ringan, sanggup membedakan kualitas materi bangunan yang akan digunakan, menangani pekerjaan acuan, pembesian, pengecoran, dan mengawasi pekerjaan tenaga kerja bawahannya.

3)     Tenaga tukang, yaitu harus mahir dalam bidangnya berdasarkan pengalaman dan cara kerja yang sederhana. Tukang dalam proyek dibagi menjadi lima kepingan yaitu tukang besi, tukang batu, tukang kayu, tukang las, dan tukang listrik (ME). Tukang besi mengurusi segala macam kegiatan yang berafiliasi degan pembesian/pemasangan tulangan, tukang watu bertugas dalam pengecoran dan pembuatan lantai kerja, tukang kayu bertugas untuk mengurusi segala macam pekerjaan yang berafiliasi dengan kayu baik bekesting hingga servis lainnya.

4)    Tenaga kasar, yang memerlukan kondisi yang besar lengan berkuasa dan sehat untuk pengangkutan bahan, alat, dan lain – lain.

5)    Tenaga keamanan (security), bertugas menjaga keamanan lokasi proyek, mekanisme penerimaan tamu serta membuka dan menutup  pintu jikalau ada concrete mixer truck, concrete pump truck maupun truk materi bangunan yang akan masuk ke lokasi proyek.

  Cokroaminoto (2007), menyebutkan bahwa pengertian kinerja karyawan menunjuk pada kemampuan karyawan dalam melaksanakan keseluruhan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Tugas-tugas tersebut biasanya berdasarkan indikator-indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan dan sebagai alhasil akan diketahui bahwa seseorang karyawan masuk dalam tingkatan kinerja tertentu dengan tingkatan yang berbeda.

    Berdasarkan beberapa pendapat wacana kinerja karyawan di atas, maka pengertian secara umum mengenai kinerja karyawan ialah suatu hasil faktual dari segala perjuangan yang dilakukan karyawan untuk menuntaskan kiprah dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya berdasarkan tingkat pola atau tujuan yang diharapkan perusahaan.

B. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

   Timple (1992:31) dalam Mangkunegara (2009:15), menyatakan faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, contohnya kinerja seseorang baik disebabkan lantaran mempunyai kemampuan tinggi dan seorang itu tipe pekerja keras, sedangkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak mempunyai upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya.

Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan, ibarat perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, akomodasi kerja, dan iklim organisasi. Seseorang karyawan yang menganggap kinerjanya baik berasal dari faktor-faktor internal ibarat kemampuan atau upaya, diduga individu tersebut akan mengalami lebih banyak perasaan positif wacana kinerjanya dibandingkan dengan jikalau menghubungkan kinerjanya yang baik dengan faktor eksternal.

     Kinerja karyawan sanggup dipengaruhi oleh faktor kepuasan karyawan, ibarat keberadaan pimpinan, sikap dan perhatian pimpinan terhadap bawahan, kemampuan pimpinan dalam supervisi,  tingkat kekerabatan antara pimpinan dengan bawahan, dan jalinan komunikasi yang sanggup memuaskan bawahannya. Kepuasan kerja karyawan terhadap pimpinan sanggup memperlihatkan imbas positif bagi karyawan dalam bekerja tanpa adanya suatu beban dalam menuntaskan pekerjaannya.

 Davis (1985:484) dalam Mangkunegara (2009:13-14), faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja ialah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

a)  Faktor Kemampuan (Ability). Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Pimpinan dan pegawai harus mempunyai pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan trampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih gampang mencapai kinerja maksimal.

b)      Faktor Motivasi (Motivation). Motivasi diartikan sebagai suatu sikap yang yang dimiliki pemimpin dan pegawai terhadap situasi kerja dilingkungan organisasinya. Pegawai akan membuktikan nilai positif atau negatif terhadap situasi kerjanya, dan semua itu bisa memperlihatkan bagaimana tinggi rendahnya motivasi yang dimiliki pimpinan dan pegawai.

Iqbal et all. (2012:47) dalam Shehach (2014:293), menyebutkan “employee’s motivation and their ability collectively participate into employee’s performance and in their difficult tasks given by the manger are to purpose get maximum productivity. Now a day’s researcher have more concerned with increase productivity, perfection and working ability. Employee’s needs and wants having more important in research history. Motivation is the one of the most important term of psychology and most of managers who want maximum output and productivity. They tackle this is with a good way and motivate their employee in batter way .

Simamora (1995:500) dalam Mangkunegara (2009:14), kinerja (performance) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1)  Faktor individual yang terdiri dari:
a.  Kemampuan dan keahlian
a.  Latar belakang
b.  Demografi

2)    Faktor psikologis yang terdiri dari:
a.  Persepsi
b.  Attitude
c.   Pembelajaran
d.  Motivasi

3)  Faktor organisasi yang terdiri dari:
a.  Sumber daya
b.  Kepemimpinan
c.   Penghargaan
d.  Struktur
e.  Job design

Dari rincian beberapa teori di atas sanggup dilihat bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan ialah kepemimpinan melalui sifat karakteristik dan gaya dalam kepemimpinannya dalam perjuangan mempengaruhi bawahannya.     

C. Jenis-Jenis dan Metode Penilaian Kinerja
    
Jenis-jenis dan metode penilaian kinerja setiap organisasi atau perusahaan berbeda jenis cara dan metode.

Menurut Rivai (2011:827), jenis-jenis penilaian kerja mencakup :
1) Penilaian dilakukan hanya oleh atasan, sehingga penilaian ini sanggup bersifat cepat dan langsung, serta dapat mengarah ke distrorsi penilaian, karena pertimbangan-pertimbangan pribadi.

2) Penilaian dilakukan oleh kelompok lini, yaitu oleh atasan dan atasannya lagi secara bersama-sama membahas kinerja bawahannya. Penilaian dengan jenis ini sanggup bersifat lebih objektif atau lebih akurat bila dibandingkan dengan jenis penilaian yang dilakukan hanya oleh atasan sendiri. Individu yang dinilai tinggi sanggup mendominasi dalam  penilaian kinerja.

3) Penilaian dilakukan oleh kelompok staf, di mana atasan meminta kepada satu atau lebih individu karyawan untuk bermusyawarah dengannya dan selanjutnya atasan langsung menciptakan keputusan akhir terhadap penilaian.

4) Penilaian dilakukan  melalui keputusan komite,  di mana jenis penilaian ini sama ibarat pada jenis penilaian sebelumnya, hanya atasan eksklusif tidak bertanggung jawab untuk mengambil keputusan akhir, namun hasil akhir didasarkan pada pilihan mayoritas.

    Jenis penilaian ini mempunyai beberapa karakteristik, yaitu: 
a.  Dapat memperluas pertimbangan yang ekstrim.
b.  Memperlemah integritas manajer yang bertanggung jawab.
c.   Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan, dimana jenis penilaian inihampir sama dengan kelompok staf, hanya dalam jenis penilaian ini melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau departemen SDM yang bertindak sebagai peninjau yang independen. Jenis penilaian ini sanggup membawa suatu pikiran yang tetap kedalam satu penilaian lintas sektor yang besar dalam organisasi atau perusahaan.

5) Penilaian dilakukan oleh bawahan dan sejawat. Jenis penilaian ini mempunyai kelemahan ibarat penilaian mungkin terlalu subjektif, namun jenis penilaian ini dapat dipakai sebagai teknik tambahan dalam melaksanakan penilaian kinerja.
    
Metode penilaian kinerja karyawan dapat dibedakan menjadi metode penilaian yang berorientasi masa kemudian dan masa depan. Metode penilaian yang berorientasi masa lalu, karyawan sanggup memperoleh umpan balik dari usaha-usaha mereka. Umpan balik ini mengarah kepada perbaikan prestasi di masa yang akan tiba dan metode penilaian yang berorientasi masa depan, karyawan tidak lagi sebagai objek penelitian yang tunduk dan tergantung kepada penyelia, tetapi karyawan turut dilibatkan dalam proses penilaian kinerja.

D. Dimensi Pengukuran Kinerja
  
Dimensi pengukuran kerja ada bermacam-macam, selanjutnya dalam artikel ini penulis mengambil satu contoh dimensi kerja dari dimensi berdasarkan Mangkunegara.                
Menurut Mangkunegara (2008:67), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Dimensi kinerja tersebut adalah sebagai berikut :
1)  Kualitas kerja
      Kualitas atau mutu hasil kerja merupakan kualitas yang didasarkan pada standar yang ditetapkan oleh kebijakan instansi atau perusahaan dan dalam organisasi kualitas kerja diukur melalui ketepatan/ketelitian, kerapihan, keterampilan dan kualitas hasil kerja oleh seorang pegawai. Kemampuan yang dimiliki oleh seorang pegawai tersebut dan pekerjaan apapun yang diberikan oleh pihak instansi maupun perusahaan akan sanggup diselesaikan dengan baik, maka sanggup ditarik kesimpulan bahwa kualitas kerja pegawai sangat baik bagi pihak perusahaan atau instansi terkait.

2)  Kuantitas kerja
Kuantitas kerja merupakan banyaknya hasil kerja sesuai dengan waktu yang ada, di mana organisasi tidak hanya memperhatikan hasil rutin saja, namun lebih cenderung kepada hal-hal lain, ibarat  seberapa cepat perkerjaan sanggup diselesaikan oleh para pegawai, ketepatan waktu, pencapaian progress, dan bahkan kuantitas yang sanggup melebihi progress pekerjaan.

3)   Konsistensi pegawai
Konsistensi pegawai dalam organisasi mencakup ketetapan karyawan dalam menjalankan job description sesuai dengan apa yang diperintahkan perusahaan dan tingkat keseriusan pegawai dalam bekerja.

4)   Kerjasama
Kerja sama merupakan penilaian sikap kerja aktif dengan segala kemampuan dan keahlian untuk saling mendukung dalam tim kerja biar sanggup memperoleh hasil kerja yang maksimal. Bentuk kolaborasi dalam organisasi ialah ibarat tingkat kekerabatan dengan sesama pegawai, tingkat kekerabatan dengan atasan, sikap saling membantu dan tingkat kekompakan dengan sesama team kerja.

5)   Sikap pegawai
Sikap pegawai dalam organisasi diukur melalui sikap tanggung jawab karyawan terhadap perusahaan, sikap toleransi terhadap sesama pekerja, sikap menghargai pimpinan, dan adanya sikap rasa mempunyai terhadap perusahaan.

3. HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN KINERJA

Menurut Tampubolon (2007:42), gaya kepemimpinan ialah sikap dan seni administrasi sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahanya.

Mulyadi dan Rivai (2009;73),  menyatakan bahwa pemimpin dalam kepemimpinanya perlu memikirkan dan memperlihatkan gaya kepemimpinan yang akan diterapkan kepada pegawainya. Gaya kepemimpinan yaitu norma sikap yang dipakai oleh seseorang pada ketika orang tersebut mencoba mempengaruhi sikap orang lain.

Dalam teori jalur tujuan (Path Goal Theory) yang dikembangkan oleh House (1971:321) dalam Kreitner dan Kinicki (2005:313) menyatakan bahwa pemimpin mendorong kinerja yang lebih tinggi dengan cara memperlihatkan kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi bawahannya biar percaya bahwa hasil yang berharga bisa dicapai dengan perjuangan yang serius.

Kepemimpinan yang berlaku secara universal menghasilkan tingkat kinerja dan kepuasan bawahan yang tinggi. Kepemimpinan yang efektif sanggup diperoleh melalui gaya kepemimpinanya yang diterapkan secara tepat dalam upaya mendorong dan mempengaruhi bawahannya, sehingga bisa meningkatkan kinerja bawahan.

Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh Harianto (2008), Reza (2010), Ainanur (2012), Nurcahyani (2012), dan Widyawan (2013), bahwa terdapat kekerabatan atau efek gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan dan dalam ini penelitian dilakukan di proyek konstruksi. Kesimpulan yang dihasilkan ialah jika seorang pemimpin di lapangan atau seorang mandor mempunyai dan bisa menentukan gaya kepemimpinan yang tepat dalam mengelola bawahannya, maka kinerja bawahan sanggup terkontrol dengan baik dan bisa meningkatkan kinerjanya.

Demikianlah artikel kali ini yang membahas wacana kekerabatan antara gaya kepemimpinan dengan kinerja karyawan yang bersumber dari beberapa teori yang disampaikan oleh para mahir maupun hasil penelitian dari beberapa peneliti yang bisa memperkuat pendapat dan teori tersebut. Sehingga sanggup ditarik suatu kesimpulan yaitu seorang pemimpin harus mempunyai kualitas dan bisa menentukan gaya kepemimpinan yang tepat dalam mengelola bawahannya, sehingga kinerja bawahan sanggup terkontrol dengan baik dan bisa meningkatkan kinerjanya.

Penulis mengakui bahwa artikel ini jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangannya, sehingga penulis mengharpkan  kritikan dan saran yang membangun untuk kebaikan artikel ini. Namun demikian penulis juga berharap artikel ini sanggup memperlihatkan manfaat bagi para pembaca, khususnya bagi para mahasiswa dan praktisi sebagi sumber rujukan ilmu dan penelitian yang sejenis.



 DAFTAR PUSTAKA

Ariadi, Tomi dan Theresita Herni S. 2012. Indikator Keberhasilan Proyek Pembangunan Bangunan Gedung yang Dipengaruhi Faktor Internal Site-Manager. Jurnal Teknik Sipil, Vol.11, No.2, pp:128-134. Fakultas Teknik Universitas Kristen Parahyangan Bandung.

Cokroaminoto. 2007. Membangun Kinerja Melalui Motivasi Kerja Karyawan.  Http://www.cokroaminoto,wordpress.com

Emad, et.all. 2014. Leadership Importance in Construction Productivity Improvement. Global Advanced Research Journal of Management and Business Studies, Vol. 3, no.3, pp: 114-125.

Habsari, Ari Retno. 2008. Terobosan Kepemimpinan. Jakarta: Buku Kita.

Kreitner dan Kinicki. 2005. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.

Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Sepuluh. Yogyakarta: Andi Publisher.

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2007. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Cetakan kedua. Bandung: PT. Refika Aditama.
                           
Mangkunegara, Anwar Prabu.2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Minavand, et.all. 2013. The Impact of Project Managers’ Leadership Style on Eemployees’ Job Satisfaction, Performance and Turnover. IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM, Vol. 11, No. 6, pp:  43-49.
Nawawi, Hadari. 2005. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada. University Press.

Nurkolis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dalam Otonomi Daerah. Jakarta: Grasindo.

Rivai, Veitzal. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan. Bandung: PT.  Remaja Rosda Karya.

Rivai, Veitzal. 2011. Corporate Perfomance Management: Dari Teori ke Praktek. Semarang: Ghalia Indonesia.

Robbins, Stephen. 2006. Perilaku Organisasi. Alih Bahasa: Benyamin Molan. Edisi Kesepuluh. Penerbit: PT. Indeks, Kelompok Gramedia 
Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan I. Jakarta: PT. Kencana Media Group.

Tampubolon, Biatna. D. 2007. Analisis Faktor Gaya Kepemimpinan Dan Faktor Etos Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Organisasi Yang Telah Menerapkan SNI 19-9001-2001. Jurnal Standardisasi, Vol. 19, No. 9, pp: 106-115.

Tika, Moh. Pabundu. 2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Tjiptono, Fandy. 2006. Manajemen Pelayanan Jasa. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia: Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Salemba Empat.

Yukl, Gary. 2007. Kepemimpinan dalam Organisasi .Edisi ke 5. Jakarta: Indeks.

Image by konsultasipsikologijakarta.com



Sumber http://artikelkuliahkita.blogspot.com