Random post

Wednesday, February 20, 2019

√ Mengapa Membenci Sastra?


Aku suka novel. Itu untuk dikala ini, walau tak banyak novel yang saya miliki. Tapi saya pernah membenci Novel, sangat benci, bahkan mendengar perjaka yang baca novel itu saya ejek hingga ampun. Ada rasa kekecewaan yang mendalam ketika saya melihat novel. Semacam trauma, ohh tidak, itu benar-benar trauma. Tak hanya novel, tapi gurindam, prosa, karya sastra dan banyak sekali sahabatnya yang entah saya tak tahu. 




Itu masa putih biru, orang menyebutnya masa SMP. Dahulu kami sebut itu masa-masa pubertas, tetapi spertinya dikala ini masa itu disebut masa-masa ABABIL(ABG Labil). Aku duduk cantik di kelas yang cukup luas dan diisi oleh banyak orang. Itu hari pertama masuk kelas 2 SMP. Bertemu mitra baru, dan beberapa mitra usang yang spesial. Di sebelahku ada Deo yang menjadi teman baikku. Tak usang berselang ada bunyi motor, motor yang populer dan telah melegenda di Sekolah Menengah Pertama ini. Motor yang paling dihafal suaranya oleh para senior kami, itulah Suzuki G.S Tornado. Pasalnya, pemilik motor ini yaitu guru bahasa indonesia yang sangat senior. Aku melihat kegiatan pagi itu, dan tertulis terang Bahasa Indonesia. 





Seorang guru masuk ke kelas kami, menimbulkan seluruh isi kelas berdiam, dan menjinak. Ketua kelas eksklusif menyiapkan kami. Pagi itu banyak sekali senyuman dari guru itu. Sesi perkenalan terjadi sangat alami dan menyenangkan. Bahkan beberapa humor usang juga mencairkan suasana kelas. 




Sudah satu bulan lamanya pelajaran Bahasa Indonesia di kelas ini kami lalui, dan saya telah menyadari alasannya yaitu mengapa G.S Tornado itu dapat terkenal. Selain kiprah yang banyak, semua dari kiprah itu jarang sekali yang benar. Pernah sekali kami diberi kiprah merangkum khutbah jum’at. Semua teman merangkum khutbah jum’at yang benar-benar mereka dengar. Celakanya, saya ketiduran dikala khutbah dimulai. Makara otakku bekerja dengan cepat dan mencari buku, yahh buku kumpulan khutbah jum’at karya seorang penceramah terkenal. Tiba hari pengumpulan kiprah itu. Dan apa yang terjadi? Semua rangkuman khutbah salah! Semuanya dianggap salah, beberapa lantaran urutannya salah, ada juga yang tak sesuai dengan kaidah penyampaian khutbah yang entah darimana aturannya. Bagaiaman mugkin semua kiprah kami salah lantaran kami merangkum khutbah jum’at yang disampaikan orang? Kami hanya murid Sekolah Menengah Pertama yang merangkum, dan urutan khutbah itu disampaikan oleh khotib. Ahh.. Bisa jadi itu semua salah khotibnya, yang menyusun khutbahnya dengan kurang tepat, tapi bagaiman dengan rangkuman khutbahku? Aku menyalinnya dari buku, yang ditulis oleh penceramah tingkat nasional. Dan tetap rangkuman khutbahku juga salah, tidak sesuai kaidah ini dan itu.. Aku kecewa, beberapa teman malah kesal.




Beberapa ahad berlalu, munculah kiprah baru. Membaca novel dan memperlihatkan resensi dari novel itu. Memang saya mengerjakan dengan asal-asalan saja, beberapa chapter dari novel saya lompati. Itu bukan lantaran saya tidak suka novel, hanya saja ada rasa malas lantaran yakin akan disalahkan lagi. Benar! Pengumpulan resensi, dan kami gagal semua. hanya tiga perempuan yang selamat. resensi mereka diterima. Ahh.. enaknya mereka. Yang tidak menyenangkan yaitu kami kena eksekusi menulis ulang resensi itu sebanyak 50halaman. Yah! Itu terjadi, bahkan di kurun dikala itu yang sudah ada komputer. Aku tak mampu menuliskannya, hingga Ibuk membantuku menuliskan setengahnya, lantaran tidak tega. Iya tidak tega melihat kertas yag saya tulisi jadi hancur berantakan, ibarat gambar gergaji. Aku jadi stress berat dengan Novel, dan karya sastra lainnya, beruntunglah traumaku terobati, oleh guru Bahasa Indonesiaku yang SMU.Namun hikmahnya goresan pena kami sekelas membaik, dan semakin cepat dalam menuliskan Bahasa Indonesia.. Terimakasih Guru Bahasa Indnesiaku, kalian berdua kombinasi yang baik!




Oktober, shubuh yang sepi


Mahfuzh TnT


Sumber https://mystupidtheory.com