Ini sebuah sore di jaman dahulu kala. Sore itu Aku berada di Madiun, di rumah keluargaku yang di sana. Aku bosan berada di sana dalam waktu lama, hanya ada hamparan sawah yang luas, angsa yang berbaris, dan kemilau matahari sore. Sore itu juga Aku putuskan untuk jalan-jalan berkeliling kota. Ku ajak seorang keluargaku, keluarga sepupuku, anak dari tanteku, abang dari ibuku, anak dari nenekku, dan sekaligus anak dari kakekku dan galau kan? ya sudah tidak perlu diteruskan.
Kami melaju dengan Supra X, alasannya ialah ku anggap ini kawasan pedesaan, Aku berkendara tanpa memakai helm. Kami melaju dengan kecepatan 120km/h, ya itu harapanku, tapi motor ini sungguh tidak bersahabat. Sedang asik memacu motorku kemudian, tiba-tiba, santai gak usah serius-serius banget gitu, “Aku cuma lihat Polisi yang sedang patroli kok”. What?? Polisi? Ehm.. Kulihat wajah polisi itu, polisi yang keren, dengan pundak yang tegap, dan muka yang tidak terdefinisikan, alasannya ialah tertutup beling mata hitam. Singkat dongeng Polisi itu terperinci pribadi mengejarku. Akankah Aku selamat? Aku yang berkendara tanpa Helm, melaju dengan Supra X. Andai saja kalian ada di sana bersamaku, niscaya kita ditangkap, alasannya ialah gonceng tiga, lagi pula ngapain juga kalian bersamaku?.
Dengan semangat bertugas yang menggebu-gebu polisi itu mengejarku. Ini posisi yang tidak menguntungkan Aku dengan Supra X butut harus menggonceng saudaraku, sedangkan si polisi mengendarai motor besar dan sendirian. Ohh… Andai saja Aku sanggup tetesan darah siluman srigala yang jahat, niscaya kutendang jatuh saudaraku, tidak lain biar Supra-X ku sanggup melaju kencang.
Melihat posisi yang tidak menguntungkan, Aku bertanya kepada saudaraku “Dimana ada pedesaan terdekat?”
“Di depan Belok kiri” jawabnya panik.
sebenarnya ada gerbang bertuliskan “Desa Apalah itu Namanya? Saya Lupa!”
Aku masuk ke desa tersebut, tapi Polisi itu masih dengan semangat mengikutiku. Melihat banyaknya tikungan di desa ini, Aku jadi terpikirkan sebuah ide. Aku melaju terus, kemudian berbelok, belok, sampai Aku berbelok secara tiba-tiba, saat polisi itu hilang dari sepion motorku, Aku masuk menuju garasi ku parkir motorku, kemudian Aku masuk ke dalam rumah dan menutup pintu rumah.
“Fud…” saudaraku memanggil… “Fud… Fud…”
“Iya apaan sih? Diem dulu, kita di kejar polisi nihh..” jawabku
“Iya, Tapi ini rumah siapa?”
“Oh.. Iya ini rumah siapa yahh? Bukannya rumah kita?” Aku juga bingung
Belum final percakapan kami, kulihat seorang Nenek, (Ya niscaya tua)
“Sopo iku?” Si Nenek angkat bicara, yang artinya “Siapa Itu?”
“….. …. …” saudaraku melamun dalam bingung,
Aku bingung, sanggup saja hari ini kami tidak tertangkap oleh polisi kemudian lintas, tapi malah tertangkap polisi kriminal, alasannya ialah dituduh pencuri, atau rampok yang masuk ke rumah seorang Nenek…
dengan hati-hati ku katakan “Niki kulo Mbah putumu” yang artinya “Ini Saya Mbah cucumu,”
Kulihat si nenek menajamkan matanya yang sayup-sayup, berusaha mengenali wajahku mustahil dia kenal, alasannya ialah memang kami gres pertama bertemu.
“Oalah Kowe tho Cah lanang?” ohh beruntungnya Aku, nenek ini sudah pikun, inilah tanggapan yang kuinginkan. artinya “Ohh itu kau nak?”
“nggih Mbah” jawabku singkat.
note: haah.. susahnya Aku harus mengartikan bahasa jawa, oy pembaca…cobalah berdikari berguru bahasa jawa sendiri!
Kemudian nenek itu menyuruh kami duduk, menyebarkan teh, kami mengobrol sebentar, dia bertanya pekerjaanku, dan kujawab dengan jujur tidak lain biar ia tidak bertanya “Kamu ini putuku yang keberapa?” atau bertanya “kamu ini anaknya siapa?”. Dan banyak dialog lainnya. (Saya malas nulisnya alasannya ialah kalian manja, tidak mau berguru bahasa jawa sendiri)
Ohh Terimakasih Nenek, semoga engkau sehat.. semoga senantiasa dalam lindungan Allah. Pak polisi, semoga engkau tetap sanggup honor bulan itu..
Mahfuzh TnT
Sumber https://mystupidtheory.com