Random post

Friday, February 22, 2019

√ Saya Ingin Membaca Bintang


Itu malam yang cukup cuek ketika tubuhku terasa panas. Sakit yang plin-plan panas-dingin. Aku demam malam itu, pusing dan mengigil. Beberapa tolak angin sudah saya buka dan minum. yahh tentu saja saya minum Tolak Angin, alasannya yaitu saya Dukun! ehh.. Orang pintar!. Daripada obat-obatan sintesis saya memang lebih suka obat-obatan yang sejenis jamu. Drr.. Drtt.. Drtt.. Itu bukan tubuh saya yang bergetar, tapi telepon tangan saya yang bergetar, kerena ada SMS.


“Mahfuzh Sudah di UIN?”




Aku masih bergelut selimut tebal.. Ohh.. Iya itu, Aku ada kesepakatan dengan teman-teman untuk melihat gunung Bromo. Setengah sadar Aku balas, “ehh saya demam mbak”


Tak beberapa lama, Aku gres teringat kalau pemuda yang akan ikut rombongan hanya Aku dan sahabat sekontrakanku Muchtar. Iya nggak populer sihh temen saya itu, Cuekin aja lahh. Aku teriak ke kamar sebelah “Muchtar! Kamu ikut jalan ke bromo nggak?”


“Kalau kau ikut saya juga, kalau kau nggak ikut saya juga nggak ikutan” balas penghuni kamar sebelah.


Aku yang demam kemudian berdiri, tapi kepalaku pusing, oleng dan kembali kurebahkan tubuh ke kasur. beberapa menit berlalu, saya duduk, kemudian 5menit setelahnya Aku bangun lagi.  Aku mencoba ke kamar mandi, Tapi badanku panas, jadi saya tidak mandi, takut airnya menguap. Aku sikat gigi dan basuh muka. kemudian sedikit mengelap tubuhku dengan handuk basah. Setelah itu Aku kembali ke kamar menyiapkan jaket dan Isi tas. Itu berisi Tolak Angin, vit.C, sarung, jaket, dan Al-Ma’tsurat.


Bismillah Aku Akan Berangkat. Aku SmS teman-teman untuk minta jemput kami di kontrakan.


Aku dan Muchtar Berangkat.  Allahumma Afini Fii Badani Allahumma Afini Fii Sam’i Allahumma Afini Fii Basari Aku percaya doa itu akan membawaku mendaki Bromo.




Aku Naik Mobil. Di kendaraan beroda empat para penggemar telah menanti. Ini Serius!!





Aku hanya sanggup duduk, menyandarkan Kepalaku di Kursi Mobil. Sambil terus mengulang doa Allahumma Afini Fii Badani Allahumma Afini Fii Sam’i Allahumma Afini Fii Basari.


“Kamu nggak papa Fuzh?”


“Ya nggak papa, kalau keadaan memburuk Aku nggak ikutan naik, kalian aja yang naik ke bromonya”


 Aku kembali tenang, santai menikmati perjalanan dan tertidur. Sesekali saya terbangun itu alasannya yaitu para perempuan sibuk membicarakan anak PUNK yang tampaknya lewat di  jalanan yang sama dengan kami. Pandanganku melemah.. Dan Tertidur pulas kembali..




Sesampainya di Bromo Kami pribadi turun menemui Toilet terdekat. Udara cuek selalu mengatakan kenangan yang sama yaitu kenangan mencari Toilet. Di depan toilet itu juga terjadi keributan. itu alasannya yaitu teman-teman yang membeli topi Kerpus dingin. Penjual berebut memperlihatkan barangnya, Semua barang sama, dan harganya juga sama, yang beda hanyalah warnanya, jadi mereka bersaing dalam bagus-bagusan warna saja. Macam-macam tingkah para perempuan ini,sudah dibeli gres beliau nggak tahu cara makenya. menciptakan suasana di depan toilet semakin gaduh dan Ramai.. Sebagian tertawa, dan sisanya ngakak.




Setelahnya kami menuju Mushola terdekat, itu untuk ambil air wudhu, dan beberapa sholat malam. Selepasnya kami pribadi jalan menuju arah keramaian. kemudian bertanya kepada-orang-orang yang lewat. Katika turunan gunung pertama kami gres terpikirkan Gunung ini gelap! Mana Senternya? Tidak ada senter besar yang kami bawa. Beberapa saaat Mbak heni mengeluarkan senter kecil, yahh senter bermerek Nokia. Senter yang sanggup jadi  HP. Punyaku juga ada, bermerek LG, tapi batrainya sekarat sehingga nanti saja Aku gunakan. Kami Berjalan Mencari sumber cahaya, kemudian mengejarnya. Karena kami pikir tujuannya ialah sama dengan orang-orang yang lain yang membawa motor. Ternyata cahaya yang kami kejar ialah cahaya orang yang tersesat. Mereka juga tersesat. dan kami mengikutinya. Terpaksa kami berbalik arah.




Kondisi jalan sangat gelap, dan tak ada kendaraan, kami pejalan kaki, mungkin inilah yang dirasakan Para p0juang Islam di zaman Rosul, mereka menyusuri padang pasir dengan pijakan kaki mereka. Mungkin alasannya yaitu itulah Allah berikan banyak fasilitas untuk para musafir masa lalu. Mereka tak pernah tersesat, alasannya yaitu mereka mempu membaca arah menurut posisi bintang, bahkan mereka sanggup memperkirakan cuaca hanya dengan melihat bintang. Sungguh saya Ingin sanggup membaca Bintang. Aku mencoba memperhitungkan, bila kami harus berbalik arah, kemudian belok ke arah cahaya, maka menurut vektor arahnya jalur ini akan sangat jauh. Aku mencoba menyusuri pinggiran jalan, ada parit kecil disitu saya coba turun, pasirnya pribadi ambrol turun. “Jangan Mahfuuuuzh!” itu ketua FLP yang ngomong, Mbak Fauziah, iya kurang populer sihh, tapi nggak papa. “Kenapa, ini cuma jalur air yang kecil di sebelah sana itu padang pasir juga Mbak!” Aku turun ke parit kecil dan naik ke sisi sebelahnya. “Ohh.. Nggak Bahaya Fuzh? Aku takutnya ada pasir Hisap” Itu masih Ketua FLP yang ngomong, “Ini kita sedang di hamparan pasir mbak, menyerupai di lapangan luas, lajur-lajur yang ada itu cuma jalur air. Lagian pasir hisap itu adanya di dataran rendah Mbak Zie!” Aku mulai heran dengan teladan pikir ketua FLP ini.




Akhirnya rombongan mengikuti Aku yang memotong jalan menuju kawasan tujuan, satu perhitunganku yang meleset yaitu ternyata jalur memotong ini naik-turun  sehingga energi yang kami gunakan untuk mencapai tujuan tetap banyak, dan tetap melelahkan. Ahh apa boleh buat.. Dengan semangat baja kami menyusuri gundukan dan turunan pasir. Sejujurnya sakitku belum sembuh, jalanku sesekali sempoyongan, kepalaku pening, sakit, semacam migran, tanganku semakin membeku. kembali kuucapkan dengan pasrah Allahumma Afini Fii Badani Allahumma Afini Fii Sam’i Allahumma Afini Fii Basari. Allah Ialah pemilik Tubuh ini. Alhamdulillah saya tak pingsan, tenaga dzikir, tenaga itu semua khan Dia yang punya. Perjalanan panjang kami hasilnya mengatakan sedikit kabar gembira, kami bertemu rombongan pejalan kaki lainnya. Kami telah dekat.. Tepat dibawah buki tujuan pendakian, kami harus berhenti sejenak, berhenti untuk menunaikan kewajiban kami Sholat Shubuh Berjama’ah. Memanfaatkan pasir yang sangat banyak jumlahnya, saya tayamum, membiarkan bubuk mengusap wajahku, membersihkan sombong, dan kurangnya syukur di hati. Ya Allah saya menghadap Engkau. 




Usai Sholat kami bergegas naik, mendaki, beberapa tak sabar dan berlari, tapi kemudian terjatuh. Percumah berlari di tanjakan berpasir yang engkau perlukan ialah pijakan yang besar lengan berkuasa dan kesabaran meniti jalan itu hingga puncak. Fajar muncul sebelum kami datang di puncak.. kami menikmatinya sejenak, mengambil beberapa foto untuk dijadikan kenangan. Foto tak pernah sanggup mewakili penglihatan mata, Mata Ialah lensa paling canggih di dunia, tak ada yang mengelak. Kenangan itu tersimpan di folder otakku.. Menyenangkan.. 




Fajar semakin naik, dan kami juga semakin naik, untuk menuntaskan misi kami, mendaki Bromo. Benar-benar mendaki, naik ke atas, menyusuri padang pasir, dan meniti anak tangga hingga di puncaknya. Ada kesenangan yang mekar dihatiku ketika itu.. Kepuasan pribadi melihat indahnya Ciptaan Allah..  Aku melihat ke bawah, ada jalur jejak abnormal yang memotong jalan.. Aku berfikir itukah yang kami lalaui malam ini? Mengagumkan! Bagaimana mungkin Aku yang demam sanggup melalui jalur itu? itu tak kurang dari 5Km. Mungkin alasannya yaitu gelap, dan tujuan kami hanya satu cahaya, kami tak pernah sanggup melihat kebelakang, kami tak pernah sanggup memilih jarak tujuan kami, kami hanya ingin berada di satu titik cahaya, semakin dekat, semakin mendekat dengan segala daya dan upaya kami. Itulah yang membawaku ke sini, berdiri di puncak ini. Karena Allah Ridha.. Terimakasih ya Rabb…




Testimoni: Allahumma Afini Fii Badani Allahumma Afini Fii Sam’i Allahumma Afini Fii Basari. Allah Ialah pemilik Tubuh ini. Doa ini terbukti sangat cocok untuk Anda yang sakit, bukan hanya biar Anda sehat, tapi biar Anda akan lebih mensyukuri nikmat kesehatan itu.




Malang, 1minggu sesudah pendakian. Oktober yang menginspirasi


Mahfuzh TnT


Sumber https://mystupidtheory.com