Kapalku Berlayar, Dadaah.. Berau
Lupa sudah akunya, kapan tepatnya bencana ini saya alami. Yang terang itu ialah jaman masih susah. Aku berangkat ke Jawa dengan memakai Kapal. Ohh iya, saya gres ingat, itu ialah pertengahan tahun 2000, saya masih SD kelas 3, ketika itu tak perlu diragukan lagi saya selalu sangat imut-imut. Sepertinya semua yang baca sudah tahu kalau saya ini ialah orang jawa yang lahir di Kalimantan Timur, menurutku itu sesuatu yang sangat menyenangkan sebab gosip rasisme di Kalimantan Timur tidak ada. Yahh! Aku hanya dipanggil Jawa ketika di Kelas. Ohh iya, terkadang juga dipanggil “Jawa!” dengan aksen “J” yang khas, tapi tak mengapalah, sebab itu hanya di sekolah. Di lingkungan rumah yang bersahabat dengan sekolah tak pernah ada yang memanggilku Jawa, emm.. mungkin ada tapi hanya beberapa kali ketika ayah dan ibuku tidak ada. Masa itu ayahku ialah seorang guru yang mendapat kesempatan untuk mencar ilmu lanjut S1 ke kota Malang(yang kini hampir saya jajah) selama dua tahun dan dengan mengambil kesempatan itu ayahku berencana memindahkan kami semua ke Jawa, oleh sebab ayah dan ibuku ialah orang jawa. mungkin perpindahan ini bagi mereka merupakan kesempatan mudik yang lama, tapi sejujurnya itu ialah sesuatu yang berat bagiku pada masa itu. Aku memikirkan bahwa kelak saya harus beradaptasi, berkenalan dengan orang-orang baru, dan harus juga bertoleransi terhadap budaya yang baru, Hey!! Aku niscaya akan bigung sebab Aku masih kanak-kanak ngapain mikirin itu!
Keputusan perpindahan itu menyebabkan saya pergi dari pulau kalimantan menuju pulau yang tidak gila bagiku, Jawa namanya. Perjalanan ini bukanlah hal yang mudaah ibarat saat-saat kini ini, rute keberangkatan kami ialah dari Berau(Kaltim) kami menuju Samarinda(Kaltim juga!) melalui perjalanan air, ehh salah.. melalui pelayaran air memakai kapal. Kalau saya tidak salah ingat itu kapal berjulukan Kapal Mesin Teratai, jangan tanya kenapa dinamai “Teratai”, itu tentu saja sebab sifatnya yang ibarat teratai, Ya! malas dan lambat bergeraknya! Kemudian dilanjutkan dengan menginap sehari di Samarinda, ini sebab kami harus memesan tiket untuk keberangkatan Samarinda(masih Kaltim!) ke Surabaya(Udah Jatim :p). Dan ketika itu kami mendapat kapal berjulukan Kapal Mesin Kerinci milik PELNI, awalnya saya tidak tahu mengapa diberi nama “Kerinci”, sampai ketika naik saya gres tahu bahwa itu plesetan dari “Kelinci” sebab kapal ini tidak berhenti melompat-lompat di lautan.
Pergilah kami sesuai dengan rencana, berangkat dengan membawa peralatan mandi dan pakaian naik ke kapal Teratai dari pelabuhan Berau. Saat naik kapal itu ayahku sedang melengkapi persuratan dan manajemen sehingga kami(ibuk, aku, kakak) naik duluan. Cukup usang sampai bel perjalanan berbunyi “Tut…Tu…Tuuutt” tetapi ayah belum juga naik ke atas kapal. Kapal berangkat ketika telah dibunyikan bel keberangkatan yang ketiga kalinya, dan ayahku belum juga berada di sisi kami. Ibuku yang khawatir kemudian menyuruhku keluar melihat keadaan di luar sana, mencari ayahku.
Aku keluar dan berdesakan dengan orang-orang yang berlarian sebab ingin keluar dari kapal, mereka cuma pengantar, ini pemandangan yang menurutku biasa sebab ini bukan pertama kalinya saya ke samarinda dengan memakai Kapal mesin. Aku harus segera menuju cuilan samping kapal, ketika tiba di cuilan paling samping kapal saya melihat bencana yang menurutku biasa saja, tapi mungkin menarik bagi kalian, jadi saya ceritakan. Saat ini tangga kapal telah dimasukkan dan kapal telah berlabuh meninggalkan pelabuhan, tetapi beberapa orang pengantar masih terjebak di dalam kapal. Satu persatu dari mereka melompat dengan mudahnya keluar kapar dan berenang untuk kembali ke pelabuhan. Ya mereka bahkan melompat dengan indahnya, seakan-akan mereka sengaja terjebak di kapal semoga sanggup melompat dan berenang ke pelabuhan.
Sudah beberapa kali saya kelilingi kapal, dan saya belum menemukan ayahku. Celaka! Ia niscaya terlambat dan belum masuk kapal. Sesungguhnya ini situasi yang sangat serius, sebab semua tiket dan surat perpindahan ada di ayahku, bagaimana bila ada investigasi tiket kemudian kami dianggap imigran gelap atau kriminal yang melarikan diri ke tempat lain? Ahh.. Aku sungguh bingung, Aku kan masih kanak-kanak ngapain mikir sejauh itu! (sejujurnya saya nangis ketika itu)
Tak berapa usang kemudian saya melihat orang yang gres saja naik kapal melalui jendela cuilan samping kapal, satu persatu ada yang menyusulnya, kemudian saya berfikir “Darimana datangnya orang-orang ini?” apakah mungkin mereka ialah supermen yang sanggup terbang sehingga dari daratan sana ia terbang dan melalui jendela ia masuk ke kapal yang kecepatan berlayarnya lebih lambat daripada kecepatan terbangnya supermen?. Yahh.. Begitulah tampaknya teladan pikir yang lebih normal untuk anak kecil seusiaku. Tapi itu membuatku menuju jendela untuk melihat keluar, saya lihat ada sebuah kapal kecil yang mengejar kapal kami, dan di dalam kapal kecil itu saya lihat ada ayahku yang melambaikan tangannya dan tersenyum. Kapal kecil itu mengejar kapal besar ini dengan mudah, bahkan pengejaran itu hanya berlangsung beberapa menit, kemudian ayahku naik ke kapalku melaui jendela samping. Yahh ibarat dugaanku kapal ini sangat lambat!
Ayahku berhasil saya bawa menuju ibuk untuk dimarahin sebab sudah buat ibuk khawatir, katanya khawatir tanda cinta, tapi gak tahu marahnya juga sebab cinta apa enggak?.. Ahh.. Ibuk.. Ahh.. ayah.. romantis dehh.. Dengan begitu berakhirlah dongeng ini dengan ending yang sangat membahagiakan ketika sang suami bertemu kembali dengan sang istri dan keluarganya. Mereka kemudian Hidup Bahagia Selamanya..
Jangan bilang tulisanku ini ibarat dongeng yang sangat indah akhirnya, sebab saya tahu, saya pantas mendapat kebanggaan itu!
Mahfuzh TnT
Sumber https://mystupidtheory.com