Pagi
dengan kopi yang panas, gres saja di panaskan oleh ibu kantin di
depan Asrama. Aku mau mengingat-ingat lagi percakapan semalam. Oh..
ya, saya sedang di Pare-Kediri, Kampung Inggris tepatnya, kesini untuk
belajar Bahasa Inggris. Ternyata bertemu dengan teman yang unik juga
di tempat ini. Dia dari kawasan sulawesi, dan ceritanya tentang
sulawesi menarik untuk saya pikirkan. Kami mengobrol semalam, dan
semoga ini menjadi goresan pena yang asik.
Salah
satu yang ia ceritakan ialah perihal Kampus Biru, ternyata jika di
daerahnya kampus biru itu sebutan untuk RUTAN (rumah tahanan).
Katanya sih alasannya ialah seragamnya rutan disana berwarna biru.
Dikalangannya sendiri, keluar masuk rutan itu udah jadi hal biasa.
Jadi nggak heran lagi jika terjadi percakapan:
A:
Kuliah dimana?
B:
Di kampus biru.
Maka
mereka sudah paham sekali dimana dan bagaimana proses masuk kampus
biru itu sendiri. Karena mantan kampusku dulu juga dengan bangga
menyebutkan diri sebagai kampus biru, maka saya jadi tertarik untuk
memikirkan dunia kampus biru ini. Kampus biru yang rutan di Sulawesi
dengan kampus biru yang Universitas.
Dari
kedua tempat itu sama-sama ditentukan waktu keluarnya, minimal berapa
tahun dan maksimal berapa tahun. Di Universitas umumnya maksimal
keluar ialah 7 tahun(14 semester) dan minimal 3,5tahun(7 semester).
Sedangkan di Rutan ini lebih bervariasi, lebih beraneka ragam
tergantung kondisinya. Kalau ia kena eksekusi 3 tahun, anggap saja
D3, jika 4 tahun S1, jika 6 tahun itu SD sedangkan 1 bulan itu
kursus singkat(short course)
Kedua
tempat itu juga mempunyai kesamaan kriteria untuk bisa keluar dari
tempat itu. Kalau kau di Universitas maka harus menjadi Mahasiswa
yang baik supaya bisa segera keluar dari kampus dan lulus. Bisa dengan
menurut kepada dosen atau berdasarkan kepada Rektor. Sama halnya dengan
di Rutan, harus menjadi “Mahasiswa” yang berkelakuan baik agar
bisa segera keluar dari penjara. Harus berdasarkan sama sipir atau bisa
juga berdasarkan pada kepala tahanan.
Di
banyak Universitas masih terjadi budaya senioritas. Nah… Ini sama
persis dengan yang terjadi di Rutan. Ada penyambutan “Mahasiswa
baru”. Di dalam Universitas, senior ingin menunjukkan
keseniorannya, tapi otak ia tidak benar-benar bisa menunjukkan
bahwa ia lebih usang di daripada Mahasiswa baru, sehingga jalan
pintas yang di pilih ialah pakai otot dan kekerasan verbal. Di Rutan
juga cara kekerasan fisik sudah jadi ospek rutin untuk “Mahasiswa
Baru-nya”. Bedanya cuma satu ada ratifikasi khusus jika di rutan,
kalau “Mahasiswa Baru” itu masuk Rutan dengan perkara membunuh 3
orang atau lebih, maka secara otomatis ia bebas ospek sedangkan
kalau di dunia Universitas apapun prestasi kamu, kau tetap kena
ospek!
Saya
teringat dengan sejumlah uang yang harus saya bayarkan untuk acara
Wisuda sebagai syarat keluar kampus. Kalau keluar rutan itu bisa
dengan membayarkan tebusan, maka terpaksa saya samakan dengan
pembayaran simpulan saya yang disebut dengan Uang Wisuda itu dengan
tebusan keluar Rutan.
Kalau
Mahasiswa lulus Universitas dengan memperoleh predikat sebagai
manusia yang terdidik, maka sama hal-nya dengan “Mahasiswa” yang
berhasil keluar Rutan dengan baik-baik, mereka akan akan menjadi
orang yang lebih terdidik.
Di
akhir ini saya sebutkan satu saja perbedaan Kampus Biru yang
Universitas itu dengan Kampus biru yang Rutan. Kalau di Universitas,
orang-orang membayar Pejabat kampus untuk bisa masuk Universitas,
sedangkan di Rutan, mereka membayar “Pejabat Kampus” supaya di
bebaskan dari Rutan.
Sumber https://mystupidtheory.com