Random post

Saturday, January 26, 2019

√ Kampus Kehidupan



Pagi

dengan kopi yang panas, gres saja di panaskan oleh ibu kantin di

depan Asrama. Aku mau mengingat-ingat lagi percakapan semalam. Oh..

ya, saya sedang di Pare-Kediri, Kampung Inggris tepatnya, kesini untuk

belajar Bahasa Inggris. Ternyata bertemu dengan teman yang unik juga

di tempat ini. Dia dari kawasan sulawesi, dan ceritanya tentang

sulawesi menarik untuk saya pikirkan. Kami mengobrol semalam, dan

semoga ini menjadi goresan pena yang asik.








Salah

satu yang ia ceritakan ialah perihal Kampus Biru, ternyata jika di

daerahnya kampus biru itu sebutan untuk RUTAN (rumah tahanan).

Katanya sih alasannya ialah seragamnya rutan disana berwarna biru.

Dikalangannya sendiri, keluar masuk rutan itu udah jadi hal biasa.

Jadi nggak heran lagi jika terjadi percakapan:




A:

Kuliah dimana?




B:

Di kampus biru.








Maka

mereka sudah paham sekali dimana dan bagaimana proses masuk kampus

biru itu sendiri. Karena mantan kampusku dulu juga dengan bangga

menyebutkan diri sebagai kampus biru, maka saya jadi tertarik untuk

memikirkan dunia kampus biru ini. Kampus biru yang rutan di Sulawesi

dengan kampus biru yang Universitas.








Dari

kedua tempat itu sama-sama ditentukan waktu keluarnya, minimal berapa

tahun dan maksimal berapa tahun. Di Universitas umumnya maksimal

keluar ialah 7 tahun(14 semester) dan minimal 3,5tahun(7 semester).

Sedangkan di Rutan ini lebih bervariasi, lebih beraneka ragam

tergantung kondisinya. Kalau ia kena eksekusi 3 tahun, anggap saja

D3, jika 4 tahun S1, jika 6 tahun itu SD sedangkan 1 bulan itu

kursus singkat(short course)








Kedua

tempat itu juga mempunyai kesamaan kriteria untuk bisa keluar dari

tempat itu. Kalau kau di Universitas maka harus menjadi Mahasiswa

yang baik supaya bisa segera keluar dari kampus dan lulus. Bisa dengan

menurut kepada dosen atau berdasarkan kepada Rektor. Sama halnya dengan

di Rutan, harus menjadi “Mahasiswa” yang berkelakuan baik agar

bisa segera keluar dari penjara. Harus berdasarkan sama sipir atau bisa

juga berdasarkan pada kepala tahanan.








Di

banyak Universitas masih terjadi budaya senioritas. Nah… Ini sama

persis dengan yang terjadi di Rutan. Ada penyambutan “Mahasiswa

baru”. Di dalam Universitas, senior ingin menunjukkan

keseniorannya, tapi otak ia tidak benar-benar bisa menunjukkan

bahwa ia lebih usang di daripada Mahasiswa baru, sehingga jalan

pintas yang di pilih ialah pakai otot dan kekerasan verbal. Di Rutan

juga cara kekerasan fisik sudah jadi ospek rutin untuk “Mahasiswa

Baru-nya”. Bedanya cuma satu ada ratifikasi khusus jika di rutan,

kalau “Mahasiswa Baru” itu masuk Rutan dengan perkara membunuh 3

orang atau lebih, maka secara otomatis ia bebas ospek sedangkan

kalau di dunia Universitas apapun prestasi kamu, kau tetap kena

ospek!








Saya

teringat dengan sejumlah uang yang harus saya bayarkan untuk acara

Wisuda sebagai syarat keluar kampus. Kalau keluar rutan itu bisa

dengan membayarkan tebusan, maka terpaksa saya samakan dengan

pembayaran simpulan saya yang disebut dengan Uang Wisuda itu dengan

tebusan keluar Rutan.






Kalau

Mahasiswa lulus Universitas dengan memperoleh predikat sebagai

manusia yang terdidik, maka sama hal-nya dengan “Mahasiswa” yang

berhasil keluar Rutan dengan baik-baik, mereka akan akan menjadi

orang yang lebih terdidik.








Di

akhir ini saya sebutkan satu saja perbedaan Kampus Biru yang

Universitas itu dengan Kampus biru yang Rutan. Kalau di Universitas,

orang-orang membayar Pejabat kampus untuk bisa masuk Universitas,

sedangkan di Rutan, mereka membayar “Pejabat Kampus” supaya di

bebaskan dari Rutan.



Sumber https://mystupidtheory.com