Blog ini kok jadi sok-sok jepangan terus postingannya? Kali ini masalah Makanan Halal di Jepang? Iya, saya kan dari sana jadi biar sekalian pamer gitu. Aku merencanakan setidaknya akan ada 7 hingga 8 postingan ihwal perjalanan singkatku itu ke negeri sakura. Itu dalam rangka biar perjalananku tidak sia-sia, makanya harus kutulis.
Mencari Makanan Halal di Jepang
Jepang ialah negara nonmuslim, maka hampir semua masakan dagingnya ialah haram. Aku tidak tahu persis bagaimana aturan halal haram itu, terutama pada bahasan yang sangat spesifik, tapi saya hanya tahu beberapa hal yang umum ini:
Haram
- Daging dan Semua Hal yang dari Babi Haram (walau hanya setetes lemak)
- Sake, Arak dan Alkohol Haram (sesedikit apapun jumlahnya)
- Jika Daging Ayam ataupun Sapi disembelih Tanpa Menyebut Nama Allah maka Haram (Ini yang banyak terlupa)
Halal
- Semua Bahan Makanan dari Laut Halal (Sudah Bangkai Sekalipun)
- Sayur Mayur yang Tidak Tercampur Makanan Haram ialah Halal(Waspada)
- Makanan yang Beralabel Halal Oleh Alim Ulama Setempat InsyaAllah Halal.
Makanan Halal Pertamaku di Jepang
Pertama kali masuk Ke Jepang, saya memakai penerbangan pesawat Air Asia. Penerbangan ini menghabiskan waktu sekitar 13 jam totalnya. Itu termasuk singgah, transit di Malaysia selama 3 jam. Ini terang saja menciptakan perutku lapar. Terutama sebab penerbangan ekonomi yang ekonomis banget nggak ngasih makan dan minum XD.
Sampai di Bandara Kansai-Jepang saya sangat lapar, tapi saya eksklusif menuju ke daerah penjualan tiket bus menuju Okayama. Ini lebih penting daripada makan siangku. Pasalnya budaya di negara ini sangat tertib, maka saya harus mengantri untuk pembelian tiket terlebih dahulu, biar tidak ketinggalan bus Bandara-Okayama.
Setelah urusan pembelian tiket berhasil, saya eksklusif bertanya daerah membeli masakan di Bandara. Petugas penjualan tiket menawarkan arahannya, saya eksklusif menuju ke lantai tiga bandara untuk membeli masakan halal dan minuman.
Menu Makanan Halal di Jepang
Ketika hingga di lantai 3 bandara, ada banyak masakan dan minuman disana, tetapi tidak ada makanan yang berlabel Halal, pun saya tidak tahu duduk kasus kandungan materi yang terdapat dalam masakan tersebut. Akhirnya saya hanya berputar-putar mencari-cari kalau ada yang jual nasi dan sayuran gitu. Saat itu, sayur mentah sekalipun merupakan pilihan yang baik.
Onigiri
Berkeliling di lantai tiga ini membuatku semakin lapar. Seperti yang saya tahu dari banyak informasi bahwasannya masyarakat Jepang sangat suka masakan laut, di lantai tiga ini ada aneka macam restoran yang menyediakan masakan laut. Tetapi sekali lagi, timbul pertanyaan “Apakah bebas sake?”. Akhirnya saya bertanya ke salah satu pelayan toko, “Apakah ada hidangan masakan yang sederhana? Yang hanya berisi nasi dan sayuran?” Kemudian tampaknya dia menyampaikan “Tidak ada”. Kemudian saya gres ingat pesan dari Lukman Sensei, kalau nanti di bandara beli aja nasi kepal “Onigiri” (sama spt lemper lah).
Akhirnya saya tanyakan dimana daerah jual onigiri? Kemudian diberitahu bahwa yang jual di lantai 2, nama minimarketnya “Family Mart”. Akhirnya saya pergi dehh ke Family Mart. Family Mart ini ibarat Alfamart dan Indomart kalau di Indonesia. Nah disitu ada banyak jenis onigiri, ini jadi kebingungan gres lagi buatku, Onigiri mana yang tidak mengandung daging (babi, ayam,sapi) dan sake?
Karena goresan pena komposisinya dalam bahasa Jepang yang tidak kumengerti. Akhirnya saya bertanya ke penjaga daerah tersebut. Agak sulit juga untuk komunikasi sebab penjaganya tidak mengerti Bahasa Inggris. Semakin sulit, kalau gitu saya ganti pertanyaanya “Mana onigiri yang isinya ikan salmon?” Akhirnya dia sanggup menunjukkan.
Onigiri ini menjadi masakan Andalanku selama 5 hari di Jepang. Rasanya saya suka, asin-asin salmon dan rumput laut, enak. Selain itu, produk ini ada di setiap Family Mart, dan Family Mart itu layaknya Indomart ada dimana-mana. Jadinya ini merupakan masakan halal yang paling simpel kuperoleh. Harganya ialah 120 yen, kalau dibandingkan dengan masakan di Indonesia sih ini sangat mahal sebab setara dengan Rp. 12.000 hanya sanggup nasi sekepal isi abon salmon sedikit. Tapi di Jepang ini tergolong murah.
“Hararu”
Cerita perjalananku menujur Okayama telah kuceritakan disini: Penerbangan Internasional Pertama Setelah hingga di Okayama, di depan Okayama University (Okadai) gerbang sains (Tsushima) ada Cafe. Cafe ini ternyata menyediakan hidangan masakan halal. Aku masuk ke dalam Cafe yang terletak di lantai dua. Awalnya saya berniat untuk pesan hidangan sayuran saja atau ikan rebusan aja.
Ketika masuk, saya disambut oleh pelayan, kemudian saya bilang kalau mau makan nasi dan salmon. Tetapi nggak ada, jadinya saya agak usang bangkit di depan menu. Setelah galau saya bertanya “Ada nggak yang tanpa Daging dan Sake?” kemudian pelayan tersebut menjawab “Hararu? Hararu?” Aku bingung. Kemudian dia menunjuk sebuah hidangan di cuilan atas, disitu berlabel Halal(yg goresan pena arab), eksklusif saya paham bahwa penyebutan kata Halal dalam logat Jepang ialah “Hararu”. Aku eksklusif oke.
Awalnya kukira masakan itu yakni Jamur, sebab tampilannya sudah berubah. Ternyata itu yakni ayam yang tulangnya sudah dicabut. Makara hanya ada dagingnya saja. Rasa makanannya, emm gimana yah? Hambar lahh.. Tidak terlalu terasa bumbunya. Menurut beberapa bacaan yang pernah kubaca ditambah pengamatanku, orang jepang memang suka mempertahankan rasa orisinil makanan, tidak terlalu banyak campur tangan bumbu. Ini sangat berbeda dengan kita orang Indonesia.
Setelah beberapa kunyahan, jadinya saya memutuskan untuk pakai saus sambal, biar ada rasa pedasnya. Habis juga akhirnya. Dari semua masakan Jepang, saya paling suka nasinya. Beberapa kali makan di Hoka-Bento saya selalu setuju bahwa dikasih nasi jepang dan saus sambal saja udah lahap saya makannya.
Baca Juga: Cara Menggunakan Sumpit Dengan Mudah
Dinner Dengan Professor (Diskusi Makanan Halal)
Ketika ujian wawancara telah selesai, saya dipanggil ke ruangan Professor yang akan menjadi supervisorku. Beliau ternyata mengajak “Dinner”. Acara makan malam ini antara aku, teman dari PPI Indonesia dan Professorku.
Pertemuan sebelumnya dengan Professor, saya ditawarin Beer Zero Alkohol, dia sudah paham kalau saya menghindari Alkohol. Tetapi dia tentu saja belum paham Halal Haram itu sepenuhnya. Saat itu saya menolak, saya pernah baca kalau memirip-miripkan dengan keharaman itu yakni haram. Artinya kalau daging babi itu haram, bagaimana kalau daging sapi diolah dengan cara tertentu, ditambahkan beberapa materi sintesis sehingga mempunyai rasa dan tekstur yang sama dengan daging babi, apakah ini haram? Tentu saja haram.
Sama ibarat Beer Zero Alkohol. Menyerupai rasa Beer walau tanpa Alkohol ialah Haram. Karena berusaha memirip-miripkan dengan yang Haram. Itu pemahamanku, mungkin orang lain punya pendapat berbeda.
Akhirnya pada kesempatan itu saya minum Coke “Kokakola”, padahal sudah hampir lima tahun saya nggak minum jenis kokakola, sprit dan panta. Tapi kokakola sanggup dikatakan halal, jadi kuambil kokakola saja.
Pertemuan membahas dinner ini, saya disuguhi teh. Seperti yang saya bilang sebelumnya, mereka suka rasa orisinil dari makanan. Teh itu rasanya hambar, tidak diberi gula. Kalau teh tawar anget kan saya sudah cukup terbiasa, tapi ini teh-nya dingin. Teh itu kuminum habis juga, sebab niscaya saya akan terbiasa.
Saat itu dia bertanya masakan apa saja yang saya hindari? Aku jawab, secara umum saya menghindari daging (tidak hanya babi sebab ayam dan sapi juga disembelih dengan tanpa melafazkan nama Allah), dan alkohol.
Kemudian dia bertanya lagi “Bagaimana kalau ikan mentah? Apa kau mau makan ikan mentah?” Aku sendiri belum pernah makan ikan mentah, tetapi saya ingin tau bagaimana rasanya ikan mentah itu. Namanya juga saintis, kan banyak penasarannya. Aku jawab “Saya belum pernah makan ikan mentah, tetapi saya sanggup makan ikan mentah dan saya tertarik ingin merasakannya”.
Beliau tersenyum “Baiklah.. Tetapi nanti mungkin akan ada sedikit sake pada sausnya”. “Emm.. Sesedikit apapun saya dihentikan mengkonsumsi sake kalau saya mengetahuinya, tetapi tidak duduk kasus kalau makan malam dengan ikan mentah bahkan tanpa saus, atau mungkin saya akan minta saus sambal saja” saya menjawab dengan cara itu biar dia tidak repot mencari daerah makan nantinya. “Sedikit saja untuk aroma sausnya juga tidak boleh? Kau tidak akan mabuk sebab itu”. “Sesedikit apapun tidak boleh, this is our faith” saya tersenyum. Beliau tersenyum juga, kemudian berkata “Baiklan. Tetapi nanti mungkin saya sendiri akan memesan Wine atau Sake” kemudian dia melanjutkan:
“Kata Senseimu, Lukman, Japanesse can’t life without sake”
Aku jawab “Dan tampaknya itu benar” Kemudian kami tertawa. 😀
Keesokan harinya saya dinner dengan Professor. Kami ke sebuah restoran, dan kami tidak pernah menyangka bahwa restoran tersebut sanggup menghidangkan makanan halal di jepang. Kisah Makan Malam ini sangat menarik, InsyaAllah akan saya ceritakan berikutnya di Restoran-Restoran Halal di Jepang.
Dari pengalamanku mencari masakan di Jepang, saya sanggup bilang kalau dunia bisnis restoran di Jepang sedang mencar ilmu duduk kasus masakan halal.
Sumber https://mystupidtheory.com