Tadi pagi ketemu lagi dengan teman-teman penulis dari malang, ketemu di FB. Ada bahasan menarik pagi ini dan untuk itu saya punya dongeng mini. Ini karangan, dikarang dengan asal, tanpa peduli dengan EYD atau teori menulis
Toleransi Saat Ujian
Sebuah SMA, anggap saja SMAN 4. Biar saya jadi ingat sekolahku. Kaprikornus SMAN 4 mempunyai jumlah murid 40.000 orang siswa. dengan persebaran 30.000 orang siswa kelas XII, 500 orang siswa kelas XI, dan 500 orang siswa kelas X.
Pada satu ahad ini, siswa kelas 3 akan mengalami sebuah momen yang sangat penting dan berharga, yaitu Ujian Akhir Nasional. Ujian ini akan berlangsung selama satu ahad dan beberapa peraturan dalam ujian ini ialah:
- Tidak boleh berbicara ketika ujian.
- Tidak boleh membuka buku ketika ujian.
- Tidak boleh memakai kalkulator ketika ujian.
Ketika ujian berlangsung. Setiap siswa kelas XII bingung, panik, tertegun melihat goresan pena “Hormatilah adik tingkat kalian yang sedang tidak ujian”.
Tamat.
Logika macam apa sebetulnya yang ada di benak guru yang menuliskan pesan tersebut?
Apakah dalam hal ini ketika ujian siswa kelas XII nggak boleh bicara, tapi ke adik tingkat mereka boleh mengobrol, sebab kalian harus menghormati adik tingkat?
Dibandingkan menuliskan “Harap tenang, ada ujian” yang ditujukan pada 1000 orang siswa kelas XI dan X sehingga mereka tidak mengajak siswa kelas XII berbicara, guru lebih menentukan menulis “Hormatilah adik tingkat kalian yang sedang tidak ujian” yang ditujukan untuk 30.000 siswa.
Apa siswa kelas XII perlu membawa kalkulator untuk dipinjamkan kepada adik tingkat? Setidaknya untuk menawarkan rasa menghormati-nya terhadap adik tingkat yang tidak ujian?
Padahal di situasi ini, adik tingkat yang sedang nggak ujian bebas memakai kalkulator.
Maksudku nggak dapat apa para adik tingkat ini menyediakan kalkulatornya sendiri-sendiri buat digunakan masing-masing. Harus gitu yah kelas XII yang bawa kalkulator, supaya mereka dapat pakai?
Hahaha.. sekali lagi ini hanya fiksi belaka. Kejadian serupa nggak mungkin lah terjadi di kehidupan nyata. Nggak mungkin terjadi di Indonesia yang rakyatnya makmur sentosa.
Thanks for reading.
Sumber https://mystupidtheory.com