Random post

Thursday, October 4, 2018

√ Sains Indonesia – Kini Ataukah Menunggu Perang?

Sebuah goresan pena singkat wacana sains dan Indonesia. Sekarang… Maksudku ketika mulai membaca ini, mungkin kalian belum melihat korelasi keduanya. Tapi segera, secepatnya, biar saja saya bisa menuliskan korelasi keduanya.


Kalau kalian penikmat, pengamat ataupun penggagas FB, maka kalian niscaya sudah tahu kan kisah Ricky Elson? Iya Sang pembuat kendaraan beroda empat listrik orisinil Indonesia itu, tak usang sehabis kisah Ricky Elson, muncul kembali nama ilmuwan ternama Indonesia, Pak Warsito,  Seorang insinyur kimia, Sang empunya ECVT( Electrical Capacitance Volume Tomography) dan alat terapi kanker yang diciptakan beliau. Selain dua masalah terbaru tersebut, politisi bangsa ini juga telah mengecewakan dan menyia-nyiakan Bapak B. J. Habibi yang namanya begitu masyhur di Eropa dengan bermacam-macam paten pesawat terbang yang dimilikinya.


Apakah negara kita memang sama sekali tidak butuh sains? Apa negara ini mungkin punya jutaan prioritas lainnya selain pengembangan sains dan teknologi? Atau mungkin kita sudah terlalu putus asa dan mengalah sebab jauhnya pengembangan teknologi dan sains di negara lain?


Maaf saya sendiri nggak bisa menjawab. Tapi biar bukan yang kedua alasannya.


Sekitar satu bulan yang kemudian saya menuntaskan “Surely You Are Joking Mr. Feynman!” dari Richard (Dick) Feynman. Sebuah buku yang merupakan catatan pengalaman pribadinya. Dalam buku ini dijelaskan bahwa dulunya tidak semua orang di Amerika tahu wacana saintist. Tidak ada pekerjaan yang benar-benar sempurna untuk seorang saintis. Walaupun dikala itu engineer sangat terkenal dan dibutuhkan, tetapi saintis? siapa yang tahu apa yang dilakukan oleh saintis?


Dalam sebuah video mengenai biografi Einstein yang pernah saya tuliskan disini, juga sedikit banyak menggambarkan apa motivasi seorang saintis sekelas Einstein dan apa bergotong-royong yang bisa dilakukan oleh para saintis. Dalam video ini diperlihatkan bahwa Einstein dipanggil ke Berlin (German) untuk sebuah alasan, menciptakan senjata perang. Walaupun dikala itu ia menolaknya, tetapi di video ini juga diperkenalkan seorang saintis yang menjadi jagoan perang, Haber, yang dengan ilmu kimia, ia telah menciptakan bom gas mematikan yang dipakai oleh tentara Jerman.


Di bukunya, Feynman bercerita bahwa menjelang perang dunia kedua, dikala khawatir akan kekuatan teknologi perang Jerman, Amerika mendadak membutuhkan banyak saintis. Seluruh kekuatan militer Amerika secara tiba-tiba memerlukan saintis dan engineer lebih banyak dari yang pernah ada  sebelumnya. Kemudian di masa-masa ini pula para politisi dan militer mengetahui (dan mengakui) atas apa yang bisa diperbuat oleh para saintis.


Setelah Amerika dengan pengembangan sainsnya bisa menciptakan bom atom, mereka mengujinya dengan meledakkan Hiroshima. Masa-masa sehabis meledaknya bom di Hiroshima tersebut yaitu kurun kebangkitan sains dan teknologi di Jepang. Jepang fokus pada riset dan sains, memanggil para saintis dan engineer untuk menciptakan Shinkansen, mendirikan aneka macam Industri perang dan menjualnya kepada Amerika dikala perang berkecamuk di Korea. Dengan semangat kaizen Jepang melaksanakan perbaikan berkesinambungan dalam bidang sains sebab menyadari ketertinggalannya atas Amerika.


Jadi menyerupai pada judul awal. Setelah menyia-nyiakan dan membuang-buang talenta dan pengetahuan saintis-saintis hebat, engineer berpengalaman, apakah kita sedang menunggu perang untuk bisa menghargai sains dan teknologi? Apakah jikalau perang berkecamuk dan Indonesia diobrak-abrik oleh negra lain, gres kita akan sadar kalau negeri ini butuh teknologi dan sains paling mutakhir?



Sumber https://mystupidtheory.com