Masih jauh beberapa jam menjelang berbuka puasa, jadi membicarakan perihal es tampaknya pilihan yang tepat. Kali ini kita akan membahas perihal Apa yang terjadi jikalau es tidak memuai? Yap.. Salah satu sifat unik dari sajian favorit ramadhan ini, H2O(s), air padatan, atau nama populernya es batu. Yuk simak di sini:
Pada judul ini saya memakai kata “memuai” sebagai peristiwa dimana suatu material mengalami peningkatan panjang/volume lantaran perubahan temperatur. Walaupun dalam hal ini berbeda dengan material lainnya yang mengalami peningkatan volume pada ketika dipanaskan, Es mengalaminya ketika temperaturnya diturunkan.
Eksperiment Peningkatan Volume Air
Sifat air ini gres saya sadari ketika SMA. Kalau kalian gres pertama kali tahu perihal hal ini, mungkin ada baiknya melaksanakan percobaan sederhana ini. Coba beli aQuwa gelas lalu amati dan perhatikan. Setelah itu masukkan aQuwa ini ke dalam kulkas. Setelah membeku, ambil dari kulkas dan amati. Apa yang berbeda?
Yap! Gelas akan menjadi gendut. Ini yakni salah satu bukti bahwa air mengalami peningkatan volume ketika membeku.
Percobaan sederhana lainnya yang dapat kau lakukan untuk melihat sifat ini ialah coba ambil es kerikil dan masukkan ke dalam air. Lihat dimana es kerikil berada? Pasti mengapung.
Ini lantaran densitas dari es kerikil lebih rendah dari densitas air. Yap itulah sifat fisis sederhana dari es.
Sifat unik ini tampaknya sederhana dan nggak penting, tetapi ternyata besar lengan berkuasa sangat besar bagi kehidupan manusia, bahkan memperlihatkan warna pada kebudayaan manusia.
Baca Juga: Sejarah Air di Bulan
Pembekuan Danau
Salah satu fenomena yang berkaitan eksklusif dengan sifat unik air ini ialah proses pembekuan air di danau. Proses ini ternyata bukanlah hal yang sederhana, lantaran air di pecahan permukaan danau mengalami pembekuan secara perlahan.
Secara mikroskopik gotong royong ini peristiwa yang menarik lantaran densitas maksimum air dicapai pada temperatur 4oC dan proses penurunan temperatur ketika ekspresi dominan hambar berjalan perlahan. Artinya temperatur atmosfer tidak berubah dari 18oC eksklusif melompat ke 0oC, tetapi menurun bertahap.
Ini berarti air di permukaan akan terserap energinya oleh atmosfer, dan ketika temperatur mencapai 4oC, densitas air akan mencapai maksimum yang menimbulkan molekul air akan turun(tenggelam) dan digantikan dengan molekul air di lapisan bawahnya yang kepadatannya lebih rendah(mengapung).
Proses pergantian air dari pecahan atas ke pecahan bawah ini berlangsung terus menerus hingga lalu temperatur turun mencapai 0oC dimana air akan membentuk kristal es. Pada momen ini, densitasnya menjadi sangat rendah dan molekul air tersebut akan bertahan di pecahan atas danau secara permanen.
Setelah terbentuknya lapisan es di pecahan atas danau ini, sedikit demi sedikit lalu pecahan bawah danau akan membeku, molekul-molekul air bergerak, saling melengkapi struktur kristal es dan mencapai kondisi paling stabil
Interaksi Manusia Dengan Es
Dari kisah pembekuan danau tersebut lalu insan melihat betapa indahnya danau yang membeku.
Karena insan mempunyai sifat petualang, pencari tahu dan penikmat, maka licinnya pecahan permukaan danau es ini menjadi sebuah hal yang menarik. Manusia jadinya membuat acara bernama ice skating yang hingga ketika ini masih sangat terkenal dan dilombakan.
Jadi tanpa adanya sifat pemuaian es, insan tidak akan menemukan acara menarik yang disebut ice skating.
Peradaban insan memang sangat menarik, bukan hanya kita telah membangun gedung-gedung glamor berikut fasilitasnya tetapi kita juga membuat hiburan berupa dongeng, buku, dan industri film.
Ekspresi pesatnya peradaban insan ini digambarkan dengan apik dalam sebuah film berjudul “Titanic”. Bukan hanya menarik lantaran menggambarkan background kapal yang glamor dengan teknologi yang sangat maju tetapi juga memperlihatkan citra perbedaan kelas sosial dan ekspresi emosi paling hakiki insan yaitu cinta.
Film ini menceritakan perihal kisah faktual tenggelamnya kapal glamor lantaran menabrak karang es di samudera atlantik utara. Didalamnya disisipi kisah muda mudi yang berbeda strata sosial tetapi saling mencintai.
Jadi jikalau air tidak mengalami penurunan densitas ketika membeku atau es tidak memuai maka film terkenal karya sutradara James Cameron ini tak akan pernah ada. Karena bongkahan es di permukaan bahari atlantik utara tersebut tidak akan pernah ada.
Hanya Itu?
Ada yang berfikiran “lah gitu doang?”. Baiklah akan saya lengkapi goresan pena ini dengan hal yang menarik ibarat pada tulisanku sebelumnya perihal Bencana-bencana besar.
Ada yang sudah menonton film dokumenter besutan National Geographic Chanel berjudul “Before The Flood”?
Dokumenter ini memperlihatkan citra perihal efek dari global warming. Salah satu efek yang diangkat dengan serius ialah naiknya permukaan air bahari disebabkan lantaran es di kutub mulai meleleh.
Oke. Es di Kutub. Sepertinya familiar. Seperti pada pembahasan awal, bagaimana kalau es tidak lebih rendah densitasnya dibandingkan air? Maka es akan tenggelam.
Peristiwa tenggelamnya es ini jikalau kita kaitkan dengan aturan Archimedes, yaitu:
Volume benda yang dicelupkan ke air akan sama dengan volume air yang dipindahkan
Ini akan memperlihatkan kesimpulan bahwa ketika es karam maka permukaan air bahari akan meningkat hingga 66 meter dari kondisi ketika ini.
Peningkatan permukaan air bahari hingga 66 meter ini berarti Jakarta, London, bahkan New York tidak akan pernah ada. Lupakan perihal Jakarta bahkan Singapura, seluruh negara singapura akan hanya berupa lautan.
Baiklan agar goresan pena ini memperlihatkan citra ke kalian semua bahwa sifat fisis bahwa es akan memuai yang tampaknya sepele dan seringkali terabaikan ini ternyata telah menyelamatkan peradaban insan hingga mencapai periode modern ini.
Sumber:
Ball Philip, A Biography of Water, Orion Books Ltd. London
http://www.nationalgeographic.com/magazine/2013/09/rising-seas-ice-melt-new-shoreline-maps/
Sumber https://mystupidtheory.com