Sebenarnya ini topik yang sudah usang ingin saya tuliskan sebagai reaksi untuk menanggapi beberapa hal yang ramai di sosial media sekaligus refleksi dari beberapa buku yang gres selesai kubaca. Kalau kalian seusia dengaku, mungkin saja goresan pena ini akan sangat ‘menyerang’ aliran maupun kelakuanmu akhir-ahkir ini.
Aku tegaskan bahwa kau nggak sendiri, lantaran hingga goresan pena ini final, saya pun masih harus berulang kali mempertanyakan apakah ini benar? atau cuma perkiraan saja? Pada jadinya saya mengembalikan kepada logika, bahwa goresan pena ini akan membawa perubahan ke arah baik.
Aku masih ingat sekali pada tahun 2011, itu yaitu tahun ketiga berorganisasi di kampus. Sebagaimana budaya yang berlangsung tahun ketiga di dalam organisasi kampus berarti kalian menduduki posisi-posisi strategis dalam organisasi. Artinya kalian punya kekuatan untuk memutuskan, merubah atau tetapkan sesuatu yang berdampak besar dalam organisasi. Suatu ketika, sebagai salah satu koordinator saya meminta nasihat untuk organisasi dari seorang senior. Kemudian kata-kata dari senior itu masih tertanam dikepalaku:
“Saat ini organisasi telah dipercayakan ke kamu, maka analisa dan keputusan yang kau hasilkan akan jauh lebih sempurna dibandingkan pendapat saya. Saya yakin kau lebih mengerti kondisi organisasi ketika ini dan keputusan yang kau ambil ialah yang paling baik.
Bagiku pesan singkat dari senior ini merupakan definisi dari “Pemikiran yang muda dan terbuka”. Alasannya, lantaran dalam pesan tersebut tidak ada intensi menggurui dengan mengaumkan keseniorannya yang notabenenya udah banyak pengalaman. Tidak ada ketakutan dan kekhawatiran ketika menyerahkan keputusan pada generasi baru. Pesannya sederhana dan logis, bahwasannya generasi gres lebih mengerti wacana kondisi organisasi ketika ini alasannya yaitu mereka yang mengikuti perubahan demi perubahan dalam organisasi.
Waktu Zaman Kami …
Akhir-akhir ini yang lebih banyak bermunculan ialah kalimat “waktu zaman kami”. Artinya ada euforia masa kemudian dan pujian bahwa zaman mereka(orang-orang tua) lebih baik daripada zaman sekarang. “Waktu zaman kami dengan murid sangat santun kepada guru”. Dulunya saya sempat berfikir demikian, materi dasar aliran ini ialah lantaran pendek akal, cara fikirnya salah. Kenapa salah?
Dengan standard apa kau menilai kesantunan? Kalau menilai kesantunannya dengan standard yang lama, terang aja yang paling buruk yah generasi sekarang. Tapi apakah menilai dengan standard usang menyerupai itu yaitu obyektif? Yah enggak lah!
Perubahan Lingkungan
Sekarang gini, coba kau ketika ini bergaul dengan guru-guru dan ikutin sosial medianya. Lihat kelakuan guru-guru ketika ini. Penampilannya menarik, murah senyum, hobi selfie dan memposisikan murid sebagai teman. Nah.. Di sisi lain bayangkan muka gurumu yang paling kau hormati. Apa yang muncul? Penggaris papan tulis? Rotan? Kayu jambu? Yaiyalah generasi zaman dulu hormat dan santunya bangeeet ke guru, lah enggak santun kita kena sabet!
Artinya lingkungan sekolah yang telah berkembang menjadi sangat menyenangkan, generasi guru muda yang membawa arah pendidikan yang lebih dekat secara personal dengan siswanya menciptakan standard kesantunan dan interaksi antara guru-siswa yang berbeda. Benar sekali bahwa siswa zaman millenials tidak akan melihat guru menyerupai siswa zaman usaha melihat ke gurunya. Tetapi memang lingkungan kita sedang berubah kepada kondisi yang menyerupai itu.
Puncak dari kekacauan pikiran yang renta ini ialah menyematkan satu, dua teladan (gambar ataupun artikel) yang menawarkan burukknya tingkah laris siswa millenials. Ada jutaan siswa di Indonesia, sedangkan yang bertindak kurang didik (melewati batas) ialah beberapa siswa saja, celakanya itu yang dipakai sebagai alasan berpengaruh bahwa standard kesantunan ketika ini sudah sangat turun. Please deh! Sejak zaman saya sekolah, siswa kurang didik itu juga ada, hanya saja tidak masuk media online!
Pemikiran yang renta selalu melihat kebaruan sebagai perusakan dan perubahan sebagai kesalahan. Terkadang perubahan ditentang mati-matian bahkan tanpa adanya alasan logis. Stagnasi selalu dianggap sebagai bentuk yang final, tanpa ditinjau kembali, sedangkan gagasa gres dianggap sebagai kebodohan dan kemunduran .
Akar Pemikiran yang Tua
Lalu mengapa muncul aliran renta di dalam diri kita? Ini yaitu topik yang sangat menarik. Pertama-tama mari berguru mengenai organ manusia, otak. Salah satu potongan otak yang penting ialah reptilian brain atau bahasa Indonesianya otak reptil. Bagian ini mempunyai fungsi untuk mengatur fungsi dasar kehidupan insan menyerupai mencari makan, mempertahankan diri, menyelamatkan diri dan reproduksi.
Otak reptil ini mempunyai fungsi yang sangat fundamental dan penting bagi manusia, namun ia bekerja diatas logika sehingga tidak menutup kemungkinan akan melaksanakan kesalahan. Otak reptil selalu menghindari ketegangan, ancaman dan perubahan, alasannya yaitu fungsinya ialah untuk bertahan. Makara jikalau ada perasaan untuk berhenti membaca goresan pena ini, maka itu yaitu response yang diberikan oleh otak reptil lantaran ia merasa goresan pena in berbahaya dan ‘menyerang’.
Otak reptil juga merupakan penyebab dogma lebih gampang diterima ketika ada ancaman. Misalkan kalau tidak pulang sebelum magrib maka kau akan dipukul orang tuamu. Nah.. Itu menjadi dogma yang tertanam, sebaba otak reptilmu merasa jikalau tdak pulang ke rumah sebelum magrib maka akan terancam. Tanpa adanya alasan logis sekalipun kau akan mengikuti cita-cita otak reptil.
Ia merekam dan menyimpan banyak sekali info yang mengancam dan bisa merubah situasi. Itulah sebabnya akan sangat gampang menemukan alasan untuk tidak melaksanakan sesuatu sama sekali. Padahal esensi dari kehidupan ini ialah bergerak dan perubahan.
Menurutku aliran yang renta dihasilkan dari terlalu banyak menyerap info negatif dari banyak sekali sumber. Orang-orang menjadi paranoid terhadap suatu perubahan.
Aku ingat dulu ibuku nggak baiklah kalau saya berangkat ke Jepang. Alasannya sangat ‘lucu’, yaitu takut saya kenapa-napa, dibunuh lantaran orang Jepang tidak mengenal agama.
Logiskah alasan tersebut? Tentu saja tidak. Jepang yaitu salah satu negara paling kondusif di dunia. Di sini jangankan aku, cewek bahkan anak kecil yang berjalan di malam hari itu biasa saja. Aman. Jepang jauh lebih kondusif dari Indonesia, sangat jauh bahkan. Kurasa tidak perlu mencantumkan angka kriminalitas di Jepang, silahkan kalian cari sendiri.
Ini yaitu salah satu bukti bahwa otak reptil itu memunculkan aliran yang renta dengan perkiraan yang tidak berdasar, dan celakanya kita menganggap itu benar.
Agar Pemikiran yang Tua itu Hilang
Salah satunya ialah dengan membaca goresan pena ini. Maksudku ialah dengan membiasakan otak dengan aliran baru, ilham gres dan mengikuti rasa penasaran. Dengan aliran yang terbuka, kita bisa benar-benar menilai sesuatu itu mempunyai dampak baik atau buruk dalam kehidupan kita dengan lebih tepat.
Bagaimanapun, mungkin tidak semua keputusan dalam hidup yang nantinya kita bisa putuskan dengan logis, namun jangan hingga seluruh keputusan dalam hidup ini kita sandarkan pada asumsi-asumsi dari otak reptil semata.
Perubahan ialah sesuatu yang mutlak. Kalian tidak bisa menghindarinya, pun jangan berharap bahwa nilai-nilai usang akan bisa kembali lagi. Tidak akan! Biasakanlah dirimu terhadap perubahan, lebih teliti menilai kebaikan dan keburukan.
Terakhir, sudahi merendahkan generasi gres ‘The Millenials”. Bagaimanapun, mereka ialah muda-mudi penerus generasi kita. Artinya tingkah laris mereka merupakan respons dari lingkungan yang telah kita bentuk.
Cara terbaik untuk bisa mengkritisi, memperbaiki dan mendukung generasi gres ini ialah dengan mendengarkan opini mereka. Melihat lebih dalam pandangan mereka wacana dunia. Bukan dengan menghakimi.
Silahkan mendengarkan interview keren dari Simon Sinek wacana The Millenials atau dengan mendengarkan ‘ocehan’ Suli Breaks dalam Rap-nya di Youtube.
Thanks for reading!
Bagaimana pendapatmu? Yuk diskusi problem ini di komentar?
Sumber https://mystupidtheory.com