Membangun Karakter dan Memupuk Literasi Anak Sejak Sekolah Dasar/SD
Upaya membangun aksara dan memupuk literasi anak semenjak dini memang merupakan hal yang harus dilakukan terutama oleh forum pendidikan. Banyak pakar menjelaskan bahwa kegagalan penanaman aksara pada anak semenjak usia dini akan turut membuat terbentuknya langsung yang bermasalah di masa remaja nanti. Usia dini ialah masa kritis bagi pembentukan aksara tiap orang, dimana rentang usia 0 hingga 6 tahun merupakan masa emas setiap anak.
Sebenarnya pembentuk aksara pertama pada diri anak ialah orangtua dan guru di sekolah dasar mengingat 6 tahun lamanya mereka belajar. Apabila mereka bisa menstimulus anak dengan baik dan bisa menuliskan hal-hal baik pada buku kehidupan anak maka ketika beranjak remaja nanti akan memperoleh perilaku anak yang baik dan sesuai cita-cita awal.
SD Inpres Unggulan BTN Pemda, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, telah melaksanakan upaya membangun aksara dan memupuk literasi anak semenjak dini. Hal tersebut tampak dari banyak sekali macam kegiatan yang dilakukan pihak sekolah untuk para anak didiknya.
Hal tersebut salah satunya tampak pada kegiatan pada tanggal 7/9/2018 waktu setempat. Siswa-siswa kelas 4 di SD Inpres Unggulan BTN Pemda, Kota Makassar sedang melaksanakan persiapan untuk penampilan di panggung sekolah pada besok harinya. Andi Agusniati, selaku Kepala SD Inpres Unggulan BTN Pemda, memaparkan bahwa setiap hari Sabtu di sekolah yang dibimbingnya mempunyai aktivitas "Sabtu Talent", di mana tiap kelas akan menampilkan suatu pertunjukan secara bergantian pada setiap minggunya. "Hal ini untuk menumbuhkan keberanian tampil di muka umum," jelasnya.
Sekolah yang beralamat di jalan A.P. Pettarani ini memang dikenal mengutamakan pendidikan aksara bagi anak didiknya. Agusniati menyatakan bahwa pendidikan aksara sangat penting di SD alasannya ialah merupakan fondasi dasar bagi akseptor didik. Selain itu usia siswa yang masih belia juga menimbulkan mereka masih gampang untuk dibentuk. Orang bau tanah yang masih sering mengantar anak-anaknya membuat komunikasi guru dengan orang bau tanah terus terjalin. "Siswa paling usang ada di sekolah ya di SD, 6 tahun," terang Andi.
Kedekatan orang bau tanah dengan siswa juga terus dijaga, di antaranya dengan adanya aktivitas orang bau tanah menyuapi anaknya di hari Sabtu. Untuk kegiatan ini, pihak sekolah meminta orang bau tanah untuk memasak sendiri makanan untuk anak mereka, namun dihentikan makanan yang instan. "Bila orang bau tanah benar-benar berhalangan hadir, maka anaknya akan disuapi oleh orang bau tanah siswa lain atau oleh guru," terang Agusniati.
Bukan hanya fokus pada perkembangan aksara siswa saja, ternyata sekolah ini sangat mengedepankan literasi bagi akseptor didiknya. Perpustakaan yang tidak terlalu besar tidak menimbulkan alasan. Berbagai terobosan dan kreasi dirilis, antara lain dengan membuat pojok-pojok literasi. Selain ada lokasi khusus berjulukan "Taman Literasi", di depan kelas ada rak yang berisi buku untuk sanggup dibaca siswa ketika sedang luang. Ada juga pohon yang ditata untuk menggantung buku bacaan, sehingga pohon tersebut disebut pohon baca.
Hal menarik lainnya dari sekolah ini, dinding di depan kelas diberi lukisan yang sekaligus menjadi alat peraga bagi pembelajaran. Lukisan tersebut diantaranya peta Indonesia, tata surya, bendera negara-negara ASEAN, dan lukisan lain yang terkait pembelajaran.
Sekian goresan pena yang berjudul:
Upaya Membangun Karakter dan Memupuk Literasi Sejak Dini
Semoga sebaran informasi ini bermanfaat dan salam sukses selalu!Sumber http://www.informasiguru.com