Pengertian dan Analisis Korelasi Sederhana dengan Rumus Pearson – Korelasi Sederhana merupakan suatu Teknik Statistik yang dipergunakan untuk mengukur kekuatan hubungan 2 Variabel dan juga untuk sanggup mengetahui bentuk hubungan antara 2 Variabel tersebut dengan hasil yang sifatnya kuantitatif. Kekuatan hubungan antara 2 variabel yang dimaksud disini ialah apakah hubungan tersebut ERAT, LEMAH, ataupun TIDAK ERAT sedangkan bentuk hubungannya ialah apakah bentuk korelasinya Linear Positif ataupun Linear Negatif.
Disamping Korelasi, Diagram Tebar (Scatter Diagram) sebenarnya juga sanggup mempelajari hubungan 2 variabel dengan cara menggambarkan hubungan tersebut dalam bentuk grafik. Tetapi Diagram tebar hanya sanggup memperkirakan kecenderungan hubungan tersebut apakah Linear Positif, Linear Negatif ataupun tidak mempunyai Korelasi Linear. Kelemahan Diagram Tebar ialah tidak sanggup memperlihatkan secara sempurna dan juga tidak sanggup menawarkan angka Kuantitas ihwal kekuatan hubungan antara 2 variabel yang dikaji tersebut.
Kekuatan Hubungan antara 2 Variabel biasanya disebut dengan Koefisien Korelasi dan dilambangkan dengan symbol “r”. Nilai Koefisian r akan selalu berada di antara -1 hingga +1.
Perlu diingat :
Koefisien Korelasi akan selalu berada di dalam Range -1 ≤ r ≤ +1
Jika ditemukan perhitungan diluar Range tersebut, berarti telah terjadi kesalahan perhitungan dan harus di koreksi terhadap perhitungan tersebut.
Rumus Pearson Product Moment
Koefisien Korelasi Sederhana disebut juga dengan Koefisien Korelasi Pearson alasannya ialah rumus perhitungan Koefisien hubungan sederhana ini dikemukakan oleh Karl Pearson yaitu spesialis Matematika yang berasal dari Inggris.
Rumus yang dipergunakan untuk menghitung Koefisien Korelasi Sederhana ialah sebagai berikut :
(Rumus ini disebut juga dengan Pearson Product Moment)
r = nΣxy – (Σx) (Σy)
. √{nΣx² – (Σx)²} {nΣy2 – (Σy)2}
Dimana :
n = Banyaknya Pasangan data X dan Y
Σx = Total Jumlah dari Variabel X
Σy = Total Jumlah dari Variabel Y
Σx2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel X
Σy2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel Y
Σxy= Hasil Perkalian dari Total Jumlah Variabel X dan Variabel Y
Pola / Bentuk Hubungan antara 2 Variabel :
1. Korelasi Linear Positif (+1)
Perubahan salah satu Nilai Variabel diikuti perubahan Nilai Variabel yang lainnya secara teratur dengan arah yang sama. Jika Nilai Variabel X mengalami kenaikan, maka Variabel Y akan ikut naik. Jika Nilai Variabel X mengalami penurunan, maka Variabel Y akan ikut turun.
Apabila Nilai Koefisien Korelasi mendekati +1 (positif Satu) berarti pasangan data Variabel X dan Variabel Y mempunyai Korelasi Linear Positif yang kuat/Erat.
2. Korelasi Linear Negatif (-1)
Perubahan salah satu Nilai Variabel diikuti perubahan Nilai Variabel yang lainnya secara teratur dengan arah yang berlawanan. Jika Nilai Variabel X mengalami kenaikan, maka Variabel Y akan turun. Jika Nilai Variabel X mengalami penurunan, maka Nilai Variabel Y akan naik.
Apabila Nilai Koefisien Korelasi mendekati -1 (Negatif Satu) maka hal ini menandakan pasangan data Variabel X dan Variabel Y mempunyai Korelasi Linear Negatif yang kuat/erat.
3. Tidak Berkorelasi (0)
Kenaikan Nilai Variabel yang satunya kadang-kadang diikut dengan penurunan Variabel lainnya atau kadang-kadang diikuti dengan kenaikan Variable yang lainnya. Arah hubungannya tidak teratur, kadang kala searah, kadang kala berlawanan.
Apabila Nilai Koefisien Korelasi mendekati 0 (Nol) berarti pasangan data Variabel X dan Variabel Y mempunyai hubungan yang sangat lemah atau berkemungkinan tidak berkorelasi.
Ketiga Pola atau bentuk hubungan tersebut bila di gambarkan ke dalam Scatter Diagram (Diagram tebar) ialah sebagai berikut :
Tabel ihwal Pedoman umum dalam memilih Kriteria Korelasi :
r | Kriteria Hubungan |
0 | Tidak ada Korelasi |
0 – 0.5 | Korelasi Lemah |
0.5 – 0.8 | Korelasi sedang |
0.8 – 1 | Korelasi Kuat / erat |
1 | Korelasi Sempurna |
Contoh Penggunaan Analisis Korelasi di Produksi :
- Apakah ada hubungan antara suhu ruangan dengan jumlah cacat Produksi?
- Apakah ada hubungan antara lamanya waktu kerusakan mesin dengan jumlah cacat produksi?
- Apakah ada hubungan antara jumlah Jam lembur dengan tingkat absensi?
Contoh Kasus Analisis Korelasi Sederhana :
Seorang Engineer ingin mempelajari apakah adanya imbas Suhu Ruangan terhadap Jumlah Cacat yang dihasilkan dan juga ingin mengetahui keeratan serta bentuk hubungan antara dua variabel tersebut. Engineer tersebut kemudian mengambil data selama 30 hari terhadap rata-rata (mean) suhu ruangan dan Jumlah Cacat Produksi menyerupai dibawah ini :
Tanggal | Rata-rata Suhu Ruangan | Jumlah Cacat |
1 | 24 | 10 |
2 | 22 | 5 |
3 | 21 | 6 |
4 | 20 | 3 |
5 | 22 | 6 |
6 | 19 | 4 |
7 | 20 | 5 |
8 | 23 | 9 |
9 | 24 | 11 |
10 | 25 | 13 |
11 | 21 | 7 |
12 | 20 | 4 |
13 | 20 | 6 |
14 | 19 | 3 |
15 | 25 | 12 |
16 | 27 | 13 |
17 | 28 | 16 |
18 | 25 | 12 |
19 | 26 | 14 |
20 | 24 | 12 |
21 | 27 | 16 |
22 | 23 | 9 |
23 | 24 | 13 |
24 | 23 | 11 |
25 | 22 | 7 |
26 | 21 | 5 |
27 | 26 | 12 |
28 | 25 | 11 |
29 | 26 | 13 |
30 | 27 | 14 |
Penyelesaian :
Pertama-tama hitunglah X², Y², XY dan totalnya menyerupai tabel dibawah ini :
Tanggal | Rata-rata Suhu Ruangan (X) | Jumlah Cacat (Y) | X2 | Y2 | XY |
1 | 24 | 10 | 576 | 100 | 240 |
2 | 22 | 5 | 484 | 25 | 110 |
3 | 21 | 6 | 441 | 36 | 126 |
4 | 20 | 3 | 400 | 9 | 60 |
5 | 22 | 6 | 484 | 36 | 132 |
6 | 19 | 4 | 361 | 16 | 76 |
7 | 20 | 5 | 400 | 25 | 100 |
8 | 23 | 9 | 529 | 81 | 207 |
9 | 24 | 11 | 576 | 121 | 264 |
10 | 25 | 13 | 625 | 169 | 325 |
11 | 21 | 7 | 441 | 49 | 147 |
12 | 20 | 4 | 400 | 16 | 80 |
13 | 20 | 6 | 400 | 36 | 120 |
14 | 19 | 3 | 361 | 9 | 57 |
15 | 25 | 12 | 625 | 144 | 300 |
16 | 27 | 13 | 729 | 169 | 351 |
17 | 28 | 16 | 784 | 256 | 448 |
18 | 25 | 12 | 625 | 144 | 300 |
19 | 26 | 14 | 676 | 196 | 364 |
20 | 24 | 12 | 576 | 144 | 288 |
21 | 27 | 16 | 729 | 256 | 432 |
22 | 23 | 9 | 529 | 81 | 207 |
23 | 24 | 13 | 576 | 169 | 312 |
24 | 23 | 11 | 529 | 121 | 253 |
25 | 22 | 7 | 484 | 49 | 154 |
26 | 21 | 5 | 441 | 25 | 105 |
27 | 26 | 12 | 676 | 144 | 312 |
28 | 25 | 11 | 625 | 121 | 275 |
29 | 26 | 13 | 676 | 169 | 338 |
30 | 27 | 14 | 729 | 196 | 378 |
Total | 699 | 282 | 16487 | 3112 | 6861 |
Kemudian hitunglah Koefisien Korelasi menurut rumus hubungan dibawah ini :
r = nΣxy – (Σx) (Σy)
. √{nΣx² – (Σx)²} {nΣy2 – (Σy)2}
r = (30 . 6861) – (699) (282)
. √{30. 16487 – (699)²} {30 . 3112 – (282)2}
r = (205830) – (197118)
. √{494610 – 488601} {93360 – 75924}
r = 8712
. 9118.13
r = 0.955
Jadi Koefisien Korelasi antara Suhu Ruangan dan Jumlah Cacat Produksi adalah 0.955, berarti kedua variabel tersebut mempunyai hubungan yang ERAT dan bentuk hubungannya ialah Linear Positif.
Jika Hubungan Suhu Ruangan dan Jumlah Cacat Produksi dibentuk dalam bentuk Scatter Diagram (Diagram Tebar), maka bentuknya akan menyerupai dibawah ini :
Analisis Korelasi (Correlation Analysis) juga merupakan salah satu alat (tool) yang dipakai dalam Metodologi Six Sigma di Tahap Analisis.
Untuk mempermudah kita dalam Menghitung Koefisien Korelasi, kita juga sanggup memakai Microsoft Excel. Silakan kunjungi : “Cara Menghitung Koefisien Korelasi dengan memakai Microsoft Excel” untuk mengetahui langkah-langkah perhitungannya.
Sumber https://teknikelektronika.com/